TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Perkumpulan Mahasiswa Makassar menggelar diskusi publik bertajuk “Brainstorming Reformasi Gelap: Refleksi Gerakan 98” di Warkop Aspirasi, Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (23/05/2025) malam.
Kegiatan ini mengupas tuntas sejarah dan kelanjutan agenda reformasi 1998 yang dinilai belum tuntas hingga hari ini.
Diskusi menghadirkan empat alumni kampus ternama hadir sebagai narasumber dari berbagai kampus di Makassar, antara lain; Alto Makmur dari UNM, Sawaluddin Arief dan Syamsir dari Universitas Hasanuddin, Abdul Wahab Tahir dari Universitas 45, Mustakbir Sabri dari UIN, serta Agus Baldin dari UMI.
AS Kambie dari Unhas bertindak sebagai moderator.
Turut hadir pula panelis Muhammad Hamdi Ibrahim dan aktivis senior Mulawarman.
Acara ini menarik perhatian puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar Kota Makassar.
Ketua panitia, Syarif, menegaskan pentingnya diskusi ini sebagai upaya generasi muda memahami mengapa perjuangan tahun 1998 hanya menghasilkan reformasi, bukan revolusi.
“Yang kami inginkan adalah revolusi. Reformasi hanya setengah jalan dan meninggalkan beban sejarah yang harus kami lanjutkan,”tegasnya.
Sawaluddin menyoroti melemahnya budaya diskusi di kalangan mahasiswa saat ini.
Ia menyebut hilangnya ruang-ruang dialektika sebagai penyebab utama stagnasi gerakan.
Istilah dan gagasan “revolusi” tidak pernah menjadi fokus utama mahasiswa saat itu; mereka lebih banyak bergerak secara spontan dan aksi di jalan tanpa perencanaan strategis seperti revolusi.
Reformasi muncul sebagai jalan tengah karena kekhawatiran terhadap dampak revolusi yang bisa menimbulkan kekacauan besar.
“Dulu kita punya forum diskusi intensif. Hari ini mahasiswa terlalu sibuk dengan gawai, bukan gagasan,”sindirnya.
Sementara itu, Abdul Wahab Tahir memaparkan bahwa istilah “reformasi” bukan berasal dari mahasiswa, melainkan dipaksakan oleh elite politik pasca kejatuhan Orde Baru.
“Kami tidak pernah teriak ‘reformasi’. Yang kami suarakan adalah revolusi. Kata ‘reformasi’ disusupkan karena elite takut pada revolusi rakyat,” ungkapnya.