Hal itu berdasarkan putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg dipimpin oleh Hakim Ketua Moch Ansor, dengan PT Indo Bharta Rayon sebagai pemohon.
Para termohon, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinilai lalai memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (23/10/2024), permohonan pemohon dikabulkan dan termohon, termasuk Sritex, dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau biasa dikenal dengan nama Sritex adalah perusahaan tekstil yang berkantor pusat di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sebelum dinyatakan pailit, Sritex merupakan salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara dengan konsumen hingga mancanegara.
Lantas, bagaimana sejarahnya?
Sejarah Sritex, perusahaan tekstil dinyatakan pailit
Dilansir dari laman resmi, Sritex didirikan HM Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional dengan nama UD Sri Redjeki di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah, pada 1966.
Saat itu, pendiri Sritex masih mengambil kain dari produsen yang berada di Bandung, Jawa Barat.
Dua tahun kemudian, perusahaan mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.
Pada 1978, UD Sri Redjeki resmi diubah dan terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas dengan nama PT Sri Rejeki Isman.
Usaha semakin berkembang mendorong Lukminto untuk memindahkan bisnisnya ke Sukoharjo dengan membuat sebuah pabrik.
Pada 1982, perusahaan mulai mendirikan pabrik tenun pertama. Satu dekade selanjutnya, pada 1992, Sritex memperluas pabrik dengan empat lini produksi, yakni pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana dalam satu atap.
Pada tahun yang sama, pabrik tersebut diresmikan oleh Presiden Soeharto bersamaan dengan acara perluasan 275 usaha kelompok aneka industri yang dipusatkan di Sukoharjo.
Dipesan NATO dan negara lain