Opini

Haji Dalam Perspektif Syariat, Sejarah Dan Sosiologis

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Aswar Hasan Dosen Fisipol Unhas
 
OPINI - Aswar Hasan Dosen Fisipol Unhas  

Arti Manasik Haji Secara Umum adalah seluruh rangkaian tata cara, rukun, wajib, dan sunnah dalam pelaksanaan ibadah haji, mulai dari niat ihram hingga tahallul dan kembali ke tempat asal.

Istilah ini juga sering digunakan untuk menyebut kegiatan pelatihan atau simulasi haji yang dilakukan sebelum berangkat ke tanah suci. “Ambillah (pelajarilah) dari Nabi kalian tata cara (manasik) ibadah kalian.” (HR. Muslim).

Karena itu, pentingnya Nabi Muhammad SAW sebagai contoh untuk mengembalikan makna haji kepada pondasi Ibrahim yang asli yang dikenal sebagai Bapak Tauhid. 

Dalam konteks ini, haji menjadi proses penyucian, bukan hanya spiritual, tetapi juga sosial.

Ia membongkar struktur ketimpangan sosial masyarakat Mekah yang dipenuhi kelas, kasta, dan kekuasaan yang menindas.

Haji menyatukan manusia dari segala suku, warna kulit, dan status sosial dalam pakaian ihram yang sama, simbol egalitarianisme universal.

Secara sosiologis, haji menjadi arena pembentukan identitas kolektif umat Islam.

Dalam ruang yang sama dan waktu yang sama, jutaan manusia berkumpul dalam sebuah pergerakan spiritual masif yang mengajarkan persamaan, solidaritas, dan perjuangan bersama untuk melawan ego, materialisme, dan tirani.

Nabi Ibrahim melalui syariat haji mengajarkan nilai-nilai fundamental dalam Islam: tauhid, keikhlasan, perjuangan, dan keadilan. Melalui tinjauan sejarah dan sosiologis, ibadah haji tidak hanya bersifat ritualistik, melainkan juga transformatif.

Dr Ali Syariati dan Haji

Ali Syariati yang terkenal dengan bukunya yang berjudul Haji adalah seorang intelektual Iran yang revolusioner dan dikenal mempopulerkan istilah Rausangfikr (orang yang tercerahkan) berpandangan bahwa haji bukan hanya ritual keagamaan, melainkan juga bentuk revolusi spiritual dan sosial.

Makna tersebut dapat dibawah ke dalam ranah sosial-politik yang menekankan bahwa haji adalah momen pembebasan, revolusi batin, dan solidaritas umat manusia dalam dunia yang terus diwarnai oleh ketimpangan, ketidakadilan, dan sekularisasi nilai.

Haji sebagaimana dimaknai oleh Ibrahim yang diperjuangkan oleh Syariati, menjadi seruan untuk kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan yang sejati.

Bagi Ali Syariati, haji bukan hanya ritual keagamaan, melainkan juga bentuk revolusi spiritual dan sosial.

Syariati melihat Ibrahim sebagai simbol pemberontakan terhadap segala bentuk penindasan dan penyembahan palsu.

Halaman
123

Berita Terkini