Awal Mula Munafri Usut Asal-usul 3.000 Honorer di Makassar, Nasib Non-ASN Sudah Ditentukan

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PEMKOT MAKASSAR -  Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, di ruang kerjanya, Balaikota Jl Jenderal Ahmad Yani.

TRIBUN-TIMUR.COM – Sebanyak 3.000 honorer di lingkungan Pemerintah Kota Makassar diincar Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.

Munafri memastikan mengusut penyebab munculnya tenaga honorer ilegal di lingkungan Pemkot Makassar.

Masalah ini membuat Munafri geram. 

Sosok pejabat yang membuat mereka menjadi honorer.

Ia menegaskan pentingnya menelusuri asal-usul pengangkatan ribuan honorer tersebut.

Apalagi pemerintah pusat sudah melarang pengangkatan non-ASN sejak 2023.

“Saya akan mengejar benar-benar. Yakinkan saya mengejar dengan pasti, kenapa bisa ada 3.000 di dalam. Kenapa ada yang dibiayai, tapi tidak masuk dalam database (BKN),” tegas Munafri saat diwawancarai di kediamannya, Jl Chairil Anwar, Minggu (18/5/2025).

Selama ini, gaji mereka dibiayai melalui APBD Kota Makassar. 

Namun, tidak ada dasar hukum yang jelas terkait pengangkatan mereka.

Munafri tidak ingin membiarkan masalah ini berlarut. 

Ia menegaskan perlunya penegakan regulasi agar pemerintahan berjalan bersih dan transparan.

“Coba bayangkan, apa iya kita harus bayarkan gaji yang tidak ada cantolannya? Berapa besar anggaran yang kita berikan untuk hal seperti ini,” ujarnya lagi.

Ia juga menyoroti kejelasan status 3.000 lebih honorer tersebut. 

Pemkot harus memastikan apakah mereka benar-benar bekerja dan mengabdi di instansi.

Munafri khawatir ada honorer fiktif atau "siluman" di tubuh Pemkot Makassar.

“Kita akan lihat dulu apakah 3.000 ini benar sesuai datanya. Jangan sampai ada yang fiktif, dobel. Jangan sampai ada yang masuk setelah kami dilantik. Itu lebih konyol lagi,” paparnya.

Ia juga menyampaikan kekesalannya karena ada pihak menuding dirinya melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap honorer.

Padahal, kata dia, yang dilakukan adalah penegakan aturan dalam menjalankan roda pemerintahan.

Sebanyak 3.000 lebih honorer tersebut dipastikan tidak terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan tidak mengikuti seleksi PPPK.

“Jangan dibuat seakan-akan ini PHK. Ini bukan PHK. Kita tegakkan aturan. Saya harap yang bilang program 100 hari saya hanya untuk PHK, pahami dulu. Ini bukan soal PHK. Kita harus sama-sama mengontrol ini. Kenapa ini bisa terjadi? Siapa yang melakukannya? Siapa yang memproses sehingga ini bisa berjalan?” pungkasnya.

Meski demikian, Pemkot Makassar tetap membuka peluang bagi honorer tersebut. 

Menurut Munafri Arifuddin, mereka masih bisa direkrut melalui mekanisme outsourcing perorangan atau pengadaan jasa layanan teknis (PJLT). 

Gaji honorer disetop

Gaji tenaga honorer Pemerintah Kota Makassar disetop, terhitung mulai Mei 2025.

Kepala BKPSDMD Kota Makassar Akhmad Namsum mengatakan, sesuai dengan aturan pemerintah pusat, tidak ada lagi tenaga honorer dalam data Badan Kepegawaian Negara (BKN). 

Sasaran dari kebijakan ini ialah mereka yang tidak ikut dalam seleksi penerimaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). 

Dari 11 ribu lebih honorer Pemkot Makassar,  hanya 8 ribu honorer yang mengikuti seleksi PPPK baik tahap 1 maupun tahap 2.

Artinya ada 3 ribu lebih honorer yang terdampak dari kebijakan ini. 

Kata Akhmad Namsum, 3 ribu honorer tersebut didominasi oleh petugas kebersihan, jumlahnya mencapai 2.600 lebih, sisanya merupakan tenaga teknis, guru dan tenaga kesehatan. 

"Mulai Mei sudah disetop gajinya," ucap Akhmad Namsum, Jumat (16/5/2025). 

Sesuai kebijakan pemerintah pusat, tidak ada lagi istilah honorer dalam data kepegawaian. 

Kendati begitu, tenaga kebersihan masih tetap diperjuangkan kata mantan Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar tersebut. 

Dari latar belakang pendidikan, mereka memang tidak memenuhi syarat untuk mendaftar PPPK.

Meski masa kerjanya sudah puluhan tahun namun pendidikan mereka hanya sampai SD bahkan ada yang sama sekali tidak mengenyam pendidikan. 

"Mereka ini tenaga kebersihan, dari kualifikasi yang ada memang sulit untuk ikut PPPK, tidak memenuhi syarat dan tidak ada formasi yang bisa mereka daftari. Tapi kita tetap carikan solusi untuk mereka," ujarnya. 

Salah satu opsi, menjadi tenaga semi outsourcing, dimana tenaga kerjanya akan disiapkan oleh perusahaan atau pihak ketiga. 

Sementara untuk tenaga teknis, guru maupun tenaga kesehatan akan dikembalikan ke masing-masing OPD sesuai kebutuhannya. 

Kata Akhmad Namsum, jika OPD ingin mempertahankan tenaga honorer tersebut maka dilakukan melalui pengadaan jasa per orangan. 

"Pengadaannya lewat jasa per orangan di masing-masing OPD. Jadi nanti lewat ULP (untuk pengadaan) dan ada mekanismenya. Ini seperti yang diterapkan DKI Jakarta," jelasnya. 

"Tapi kita sedang urus penguatan regulasinya di jakarta, yang kebersihan tentu akan tetap diharapkan," sambungnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Makassar, Andi Hadi Ibrahim Baso mengungkap, beberapa honorer yang bertugas di sekretariat DPRD juga terdampak. 

Ia menginstruksikan Pemkot Makassar untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait masalah ini. 

Pemutusan kontrak pegawai honorer harus dipertimbangkan, apalagi keuangan daerah masih mampu untuk membiayai insentif honorer setiap buka. 

"Kami harap Pemkot segera komunikasi ini ke pemerintah pusat, jangan sampai ini menimbulkan masalah sosial, karena di DPRD sudah puluhan yang dirumahkan, " tutupnya. (*) 

 

 

 

Berita Terkini