Guru TK Tunas Muda Mundur Usai Soroti Biaya Wisuda, Anak Malah Dikeluarkan

Penulis: Erlan Saputra
Editor: Saldy Irawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TK TUNAS MUDA-Penampakan TK Tunas Muda yang beralamat di Jl Ar Dg Ngunjung Lorong, Kelurahan Tammua, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, Kamis (1/5/2025) malam. Gambar ini diambil sesaat setelah Tribun-Timur berupaya mewawancarai Kepala Sekolah TK Tunas Muda. Namun, yang bersangkutan menolak memberikan komentar.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dua siswa dilaporkan dikeluarkan dari sekolah setelah orang tua mereka mempertanyakan transparansi penggunaan dana dan pungutan biaya penamatan.

Ironisnya, salah satu orang tua tersebut merupakan guru honorer di TK Tunas Muda, Kecamatan Manggala, yang telah mengabdi hampir empat tahun. 

Guru bernama Yanti itu akhirnya memutuskan mundur dari sekolah karena kecewa dengan kebijakan internal yang dinilainya tidak transparan dan tidak berpihak kepada siswa.

Bukan tanpa alasan, Yanti kecewa karena anaknya dikeluarkan dari sekolah setelah ia mempertanyakan transparansi penggunaan dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) dan pungutan sebesar Rp850 ribu.

Yanti, yang juga merupakan orang tua murid di sekolah tersebut, menuturkan bahwa awal mula persoalan muncul ketika pihak sekolah memungut biaya penamatan (wisuda) sebesar Rp850 ribu per siswa. 

Padahal, ia mengetahui bahwa sekolah telah menerima dana BOP, yang seharusnya bisa digunakan untuk mendukung kegiatan siswa tanpa membebani orang tua.

"Saya hanya bertanya, kenapa anak-anak tetap dibebankan biaya Rp850 ribu untuk penamatan, padahal ternyata sekolah sudah dapat dana BOP," ungkap Yanti kepada media, Senin (29/4/2025).

Menurut Yanti, pungutan tersebut sudah berlangsung lama. 

Selama ia mengajar sejak 2021, setiap kegiatan sekolah selalu mewajibkan siswa membayar, termasuk untuk kegiatan pelepasan siswa di Galesong yang digelar Tahun 2025 ini.

"Total siswa di sekolah itu lebih dari 100, tapi yang tamat sekitar 80-an. Dan semuanya yang mau tamat diwajibkan bayar. Bahkan saya, walau guru, tetap harus membayar untuk anak saya," ujarnya.

Yanti juga mengaku telah melihat data anggaran sekolah dan menemukan bahwa kegiatan penampilan siswa di salah satu stasiun TV sebelumnya menggunakan dana BOP. 

Hal itu makin menguatkan keinginannya untuk bertanya ke kepala sekolah terkait transparansi dana.

"Saya sempat lihat data tahun 2023 dan 2024. Di situ jelas ada penggunaan dana BOP untuk kegiatan," kata Yanti. 

Tapi anehnya, lanjut Yanti, siswa tetap diminta bayar. 

Setelah Yanti pertanyakan itu, kepala sekolah bilang tahun 2025 ini tidak pakai BOP. 

"Tapi saya tanya lagi, bagaimana dengan tahun-tahun sebelumnya? Tidak pernah dijelaskan," ungkap Yanti.

Kekecewaan Yanti memuncak ketika ia memutuskan mundur sebagai guru, namun anaknya justru menjadi korban.

"Setelah saya nyatakan mundur karena kecewa, anak saya langsung dikeluarkan. Padahal anak saya itu sudah dua tahun sekolah di sana dan sangat butuh ijazah. Tapi kepala sekolah bilang itu bukan urusannya," ucap Yanti.

Yanti juga menyayangkan sikap kepala sekolah yang terkesan anti-kritik.

"Saya baru pertama kali bertanya soal kebijakan sekolah, tapi langsung dicap selalu curiga, selalu bertanya. Padahal ini demi kepentingan anak-anak juga," imbuhnya.

Persoalan ini mencuat di tengah beredarnya edaran resmi dari Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin.

Di mana, Munafri Arifuddin blak-blakan melarang sekolah-sekolah melakukan pungutan untuk kegiatan penamatan dan perpisahan, apalagi jika membebani orang tua siswa. 

Namun menurut Yanti, kepala sekolah beralasan larangan tersebut hanya berlaku jika kegiatan dilakukan di hotel.

Orang tua siswa lainnya, Rahmawati, mengungkapkan kronologi kejadian yang membuatnya kecewa sekaligus mempertanyakan kebijakan sekolah. 

Ia menjelaskan, awalnya hanya ingin meminta kejelasan soal kegiatan pelepasan siswa yang rencananya digelar di Permandian Galesong.

Padahal Wali Kota Makassar Munafri telah menerbitkan surat edaran pelarangan kegiatan wisuda di luar sekolah.

"Saya sampaikan dengan sopan, saya panggil kepala sekolah ‘Bunda’ seperti biasa. Saya hanya bertanya, 'Bagaimana dengan surat edaran Pak Wali Kota tentang pelarangan perpisahan di luar sekolah?' Tapi beliau jawab, 'Itu cuma berlaku untuk hotel atau acara di gedung," tutur Rahmawati kepada Tribun-Timur, Jumat (2/5/2025).

Menurut Rahmawati, pihak sekolah mematok biaya sebesar Rp700 ribu untuk kegiatan pelepasan dan tambahan Rp150 ribu untuk baju menari karena anak-anak akan tampil di salah satu stasiun televisi nasional. 

Total pungutan tersebut menjadi Rp850 ribu, yang dipotong langsung dari tabungan siswa.

Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, Rahmawati mengaku mendapat informasi bahwa biaya penampilan di televisi ternyata dibiayai melalui anggaran BOP (Bantuan Operasional Penyelenggaraan) sekolah.

"Saya kemudian mempertanyakan penggunaan dana BOP yang seharusnya dapat menanggung biaya kegiatan tersebut. Namun, kepala sekolah justru tetap membebankan anak-anak kami biaya tambahan sebesar Rp150 ribu," kata Rahmawati.

Bahkan, lanjutnya, kegiatan Maulid Tahun 2024 pun katanya dimasukkan dalam BOP. 

Terkait uang sebesar Rp850 ribu tersebut, Rahmawati terus berupaya meminta penjelasan dari Kepala Sekolah TK Tunas Muda Makassar, Amusma Alwis. 

Namun, setiap kali ia meminta penjelasan, kepala sekolah selalu memotong pembicaraannya dan tidak memberikan penjelasan yang memadai.

Tak lama kemudian, dirinya dikeluarkan dari grup WhatsApp sekolah, dan anaknya dikeluarkan dari sekolah pada 29 April 2025 tanpa pemberitahuan resmi.

Tak hanya itu, sepupu Rahmawati yang juga bekerja sebagai guru di TK Tunas Muda memutuskan untuk mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman dengan kebijakan sekolah. 

Imbasnya, anak sepupunya juga turut dikeluarkan dari sekolah.

"Saya benar-benar tidak menyangka hanya karena bertanya, anak saya dan keponakan saya harus dikorbankan. Padahal saya hanya bertanya dan ingin kebijakan yang lebih adil untuk semua orang tua," tambah Rahmawati.

Sementara itu, Kepala Sekolah TK Tunas Muda, Amusma Alwis, hingga kini enggan memberikan tanggapan terkait kejadian tersebut. 

Ia belum menyampaikan pernyataan resmi mengenai insiden dikeluarkannya dua murid TK Tunas Muda.

Kepala Sekolah di Makassar Bakal Disanksi Jika Tetap Gelar Wisuda dan Perpisahan

Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin melarang keras agenda wisuda dan perpisahan sekolah.

Munafri mengatakan, kepala sekolah akan menjadi sasaran pemberian sanksi jika kegiatan non akademik ini tetap dilakukan. 

"Kalau ada yang begini dan ini meresahkan, kepala sekolah sasarannya," tegas Munafri diwawancara di Balaikota Makassar Jl Ahmad Yani, Kamis (24/4/2025) jelang petang. 

Menurutnya, wisuda dan perpisahan tidak begitu penting untuk digelar. Apalagi pelaksanaannya mengharuskan orang tua untuk menyetor uang. 

Ini sudah jelas memberatkan, sebab orang tua harus berpikir keras untuk mencari jalan agar bisa memenuhi kebutuhan biaya agenda seremoni tersebut. 

"Saya larang itu apalagi untuk mengambil sumbangan dari orang tua. kenapa? karena tidak semua kemampuan orang tua itu sama," ujarnya. 

Agenda perpisahan boleh saya digelar asal lokasinya tetap berada di lingkungan sekolah dan tidak meminta sumbangsih biaya dari orang tua.

"Kalau itu menjadi beban kepada orang tua, mengharuskan orang tua pergi berutang, pergi cari pinjaman hanya untuk membayar, tidak usaha dilaksanakan," tegasnya. 

Berita Terkini