Ada Oknum Ingin Kuasai Yayasan Atma Jaya Makassar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AHLI WARIS - Ahli Waris Yayasan Atma Jaya Makassar, Adi Chanda Syarif (kanan) dan Dani Chandra Syarif (dua dari kanan), didampingi kuasa hukum mereka, Muara Harianja (dua dari kiri) dan Ketua Yayasan Atma Jaya Makassar, Lita Limpo (kiri) saat menggelar konferensi pers, Jumat (28/3/2025), di Rumah Makan Bahari, Kota Makassar.

Itu sebabnya, mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar pada 8 Januari 2025, untuk membatalkan akte baru yayasan. Itu teregistrasi dengan nomor perkara Perdata 14/PDBG/2025/PN-Mks.

"Saat ini sudah proses persidangan, dan tanggal 15 April nanti sidang keempat terkait ahli waris. Jadi kami gugat itu Alexander Walalangi, dengan turut tergugat notaris Betsy Surua dan Depkum Dirjen AHU," kata dia.

Selain itu, Muara Harianja mewakili kliennya, juga melaporkan tindak pidana pemalsuan dokumen dan memberikan keterangan palsu ke Polda Sulsel dan terdaftar dengan nomor 49. "Sekarang berproses juga," imbuhnya.

Dia juga mengatakan, di dalam akta yang baru, tiba-tiba nama Raymond Arfandy yang menjadi wakil ketua dewan pembina.

Padahal, di dalam AD/ART badan kepengurusan tidak mengenal Dewan Pembina, yang ada hanya pembina, pengurus, ketua, bendahara, sekretaris, dan pengawas.

"Yang lebih parah, kami itu tidak ada stempel pembina, stempel pengurus, stempel pengawas. Stempel ya cuma satu, milik yayasan saja yang dipegang oleh ketua. Karena apabila ada rapat, operatornya ketua yayasan, itu sesuai anggaran dasar yayasan," jelasnya.

Anehnya lagi, kata Muara Harianja, Raymond Arfandy datang ke kampus untuk meminta serah terima yayasan.

Namun itu ditolak oleh yayasan lama, karena dianggap tidak sesuai dengan aturan yang muncul secara tiba-tiba.

"Saya bilang tunggu dulu, meski pun kamu ada akte baru dan AHU, bukan berarti kamu berhak. Belum ada serah terima, apalagi di sini ada manajemen, ada surat-surat, ada kantor, semua harua dilalui dulu," ucapnya.

Selain itu, masih ada juga proses pengadilan yang sedang berjalan. Sehingga, yayasan menganggap Raymond tidak bisa melakukan apa pun, terlebih lagi masuk ke kampus.

Sebab Raymond dianggap hanya memegang kertas yang kekuatannya masih diuji di Pengadilan.

"Mereka ini terlalu memaksakan kehendak. Seharusnya, kalau memang mengerti hukum, tunggu saja lah sampai selesai ini proses. Jadi kami tidak mau bertindak di luar hukum, jadi kita harus menghormati itu," tuturnya.

Pada intinya, kata Muara, ini terjadi karena mereka tidak terima diberhentikan. Mereka merasa memiliki dan punya hak membuat AD/ART baru.

Mereka datang ke pihak John untuk minta serah terima karena John memiliki yang asli, dan ingin masuk dengan akte baru agar John diusir.

"Kasarnya, mereka ini mau ambil alih yayasan secara paksa dari kami. Padahal sertipikat tanah punya kita, akte-akte di tangan kita, pembelian dan kwitansi ada di tangan kita."

Halaman
123

Berita Terkini