TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Di tengah gonjang-ganjing fiskal yang melanda sejumlah daerah di Sulsel, sorotan kini tertuju pada para anggota DPR RI dari Dapil Sulsel.
Analisis kebijakan publik, Andi Januar Jaury Dharwis menilai, bukan hanya kepala daerah yang mencari solusi.
Namun juga anggota DPR RI yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulsel memegang peran strategis dalam memastikan hak-hak ASN di daerah mereka terpenuhi.
Terutama saat krisis fiskal seperti ini mencuat.
Sebagai wakil rakyat di tingkat pusat, mereka seharusnya menjadi jembatan antara kebutuhan daerah dan kebijakan nasional.
Termasuk dalam advokasi anggaran dan kebijakan fiskal yang berdampak langsung pada kesejahteraan pegawai negeri di daerah.
Namun, kenyataannya hingga kini, belum ada langkah konkret dari para anggota DPR RI asal Sulsel untuk turut menyuarakan kegelisahan ASN yang terancam tak menerima THR.
Kondisi ini menimbulkan kekecewaan di tengah masyarakat dan kalangan ASN, yang merasa ditinggalkan oleh wakil yang seharusnya memperjuangkan kepentingan konstituennya.
"Jika anggota DPR RI benar-benar peduli pada daerahnya, mereka seharusnya aktif mendorong pemerintah pusat memberikan kelonggaran fiskal, insentif khusus, atau bahkan bantuan dana darurat bagi daerah yang kesulitan membayar THR," kata Andi Januar, Senin (24/3/2025).
"Tapi jika mereka diam, wajar jika publik mulai mempertanyakan: apakah mereka sungguh mewakili rakyat atau hanya sibuk membangun citra politik di pusat?," tambahnya.
Solusi Jangka Panjang: Reformasi Keuangan Daerah Jadi Kunci
Kisruh fiskal ini membuka mata akan perlunya reformasi mendalam dalam tata kelola keuangan daerah.
Ketergantungan tinggi pada transfer pusat dan minimnya inovasi pendapatan membuat banyak daerah rentan terguncang hanya karena satu pos anggaran, seperti THR.
Andi Januar pun menawarkan beberapa solusi jangka panjang yang mendesak diimplementasikan antara lain:
Pertama, Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara kreatif tanpa membebani rakyat dengan pajak berlebih.
Kedua, perencanaan anggaran yang disiplin, memastikan alokasi THR dan belanja wajib lainnya sudah aman sejak awal tahun.
Ketiga, Evaluasi dan restrukturisasi utang daerah untuk menurunkan beban fiskal jangka panjang.
Empat, pemberian insentif fiskal khusus dari pusat bagi daerah yang menghadapi tekanan keuangan ekstrem.
Lima, percepatan pencairan hak bagi hasil dari provinsi ke daerah, agar cash flow pemerintah daerah tidak terganggu.
Menurutnya, tanpa reformasi semacam ini, persoalan keterlambatan atau bahkan kegagalan membayar THR akan terus terulang setiap tahun.
ASN akan terus menjadi korban kebijakan fiskal yang lemah dan tidak responsif.
Lebih jauh, Andi Januar menilai ketidakmampuan pemerintah daerah mencairkan THR bukan sekadar persoalan teknis.
Namun mencerminkan lemahnya tata kelola fiskal dan minimnya komitmen politik untuk mensejahterakan ASN.
Kepala daerah yang memiliki keistimewaan dalam pengelolaan keuangan malah terkesan pasif.
Sementara anggota DPR RI dari Sulsel belum tampak memperjuangkan solusi nyata.
Dengan Lebaran yang kian dekat, para ASN kini hanya bisa menunggu kepastian.
"Jika para pemegang kekuasaan, baik di daerah maupun pusat, terus mengabaikan keresahan ini, maka dampaknya bukan hanya pada kesejahteraan pegawai, melainkan juga pada menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah—baik di tingkat lokal maupun nasional," tandasnya.(*)