TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kantor redaksi Tempo kembali menjadi sasaran teror.
Setelah sebelumnya menerima paket berisi potongan kepala babi, kali ini giliran bangkai tikus yang dikirimkan ke Redaksi Tempo.
Teror berulang ini menimbulkan kekhawatiran sekaligus kecaman dari berbagai pihak, termasuk kalangan legislatif.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB, Syamsu Rizal, menyebut aksi teror ini sebagai bentuk ancaman serius terhadap kebebasan pers dan transparansi informasi.
Mantan Wakil Wali Kota Makassar itu mendesak negara untuk tidak tinggal diam.
“Negara harus hadir. Ini bukan sekadar teror terhadap media, tapi serangan terhadap demokrasi dan hak publik untuk tahu. Jurnalis harus dilindungi, bukan ditakuti,” tegas Deng Ical sapaan Syamsu Rizal, Minggu (23/3/2025).
Menurutnya, teror tersebut adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.
UU ini menjamin kemerdekaan pers, termasuk hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi sebagai bagian dari upaya memenuhi hak masyarakat atas informasi.
Deng Ical juga menekankan bahwa wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya dilindungi secara hukum.
“Ini jelas melanggar hukum. Teror ini bertujuan menghalangi kerja jurnalistik, dan itu tidak boleh dibiarkan. Kepolisian harus segera mengusut dan menangkap pelaku,” katanya.
Deng Ical juga mewanti-wanti, jika dibiarkan, aksi seperti ini bisa berkembang menjadi teror sosial yang meresahkan masyarakat dan mengancam kebebasan berekspresi secara luas.
“Kami percaya kepolisian akan sigap. Negara tidak boleh kalah oleh upaya-upaya jahat yang ingin membungkam kebebasan pers. Lindungi jurnalis, karena merekalah penjaga demokrasi,” pungkasnya.
Kronologi Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus di Kantor Tempo
Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra, mengungkapkan kronologi teror yang baru-baru ini menimpa redaksi Tempo, dimulai dengan pengiriman kepala babi, yang ditujukan kepada jurnalis Tempo, Fransisca Christy Rosana atau Cica.
Setri mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 19 Maret 2025, ketika redaksi menerima sebuah paket yang awalnya dianggap biasa, namun ternyata berisi kepala babi yang sudah dipotong telinganya.