TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga sebagai bentuk pengendalian diri dan penyucian jiwa.
Pemahaman ini mengemuka dalam Dialog Budaya ke-9 dengan tema "Tradisi Berpuasa Berbagai Agama."
Acara yang digelar di Aula Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Makassar, Kamis (13/3/2025) sore, ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang agama, di antaranya I Made Semadi (Hindu Bali), Dr Fenti Yusana (Protestan), Dr Erfan Sutono (Konghucu), dan Sri Kasymirani Sijaya (penganut agama Baha’i).
Dialog ini juga dirangkaikan dengan buka puasa bersama.
I Made Semadi menjelaskan, dalam ajaran Hindu, puasa adalah bagian dari pengendalian diri dan harmonisasi dengan Panca Maha Bhuta, yang meliputi lima elemen dasar kehidupan: tanah, air, api, udara, dan ruang kosong (eter).
"Tubuh kita berasal dari lima unsur ini," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa puasa bertujuan untuk mengosongkan tubuh, memberikan ruang bagi Wasa (Sang Hyang Widhi) untuk masuk ke dalam jiwa.
Puasa dalam tradisi Hindu dilakukan pada hari-hari tertentu, seperti Nyepi, di mana umat Hindu berpuasa total atau dengan pola makan terbatas.
Pendeta Dr. Fenti Yusada dalam kesempatan itu juga menerangkan puasa dalam tradisi Kristen yang selalu dikaitkan dengan doa.
"Puasa dan doa adalah cara kami untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta," ujarnya.
Menurutnya, puasa dalam ajaran Kristen adalah latihan iman dan spiritualitas, mengajak umat untuk menghayati kehidupan dari perspektif keluhuran dan kekekalan, bukan hanya dari sisi manusia yang fana.
Dr. Fenti menegaskan bahwa praktik puasa dalam Kristen memiliki dasar yang kuat dalam Alkitab.
"Puasa telah menjadi bagian dari perjalanan iman umat Tuhan sejak dahulu kala," tuturnya.
Acara ini menjadi momen penting untuk saling memahami makna puasa dari perspektif berbagai agama. (*)