Erwin Aksa dan Tan Sue Sian, Dokter yang Picu Harga Durian Jadi Rp1,3 Juta Per Biji

Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ex CEO Bosowa Corporindo Erwin Aksa (49) dan Tan Sue San (50), CEO Top Fruits di Johor.

TRIBUN-TIMUR.COM - Ini bukan soal rasa! Bagi enterpreneur durian, menjaga kesinambungan pasokan buah adalah masalah serius.

Kesamaan cara pandang inilah yang mempertemukan ex CEO Bosowa Corporindo Erwin Aksa (49) dengan Tan Sue San (50), CEO Top Fruits di Johor, Malaysia, sebelum Pendemi Covid-19 mewabah.

Kala itu, Erwin belum duduk di parlemen nasional, DPR-RI. 

Mantan Ketua BPP HIPMI itu, masih aktif mengembangkan bisnis rintisan ayahnya, Aksa Mahmud (80).

Sedangkan, Tan Sue baru saja "nekat" meninggalkan profesi dokternya.

Gelar dokter anak dari universitas di New Delhi, India tetap disematkan di kartu bisnisnya.

Tan Sue baru belajar mengurus 36 Ha kebun durian tua milik ayahnya, Tan Sie Cip (84).

Kebunnya berada diantara ribuan hektar kelapa sawit di Kampung Parit Sulong, Distrik Batu Pahat, negara bagian Johor. 

Ini sekitar 265 km tenggara Kuala Lumpur atau 110 km dari Laluan Kedua, jembatan perbatasan Malaysia-Singapura.

"Ini pasar tradisional buah durian, sekaligus gerbang ekspor buah durian ke China, Jepang dan Indonesia."

Baca juga: Ikhtiar Aksa Mahmud Jadi Raja Durian

BOSOWA AGRO - Founder Bosowa Aksa Mahmud didampingi direksi dan manajemen PT Wisata Indonesia divisi Agro berkunjung ke kebun dan pabrik pengolahan durian ekspor di Kampung Parit Sulong, Distrik Batu Pahat, Negara Bagian Johor, Malaysia, Senin (17/2/2025). Bosowa Agro menjajaki kerja sama perkebunan durian dengan teknologi internet of things (IOT). (Istimewa/Bosowa Agro)

Erwin Aksa juga mulai membuka lahan di Lampung, sambil mengembangkan 50 ha lahan durian di Sulsel.

"Sama Top Fruits, Kita jajaki kerjasama kepemilikan lahan dengan anak usaha, Kambria Pangan Nusantara," ujar Erwin. 

Bagi Tan Sue, peluang bisnis buah durian amatlah menantang. 

Harga ekspor sebiji durian Musang King mutu premium segar berat 1,3 kg, bisa tembus Rp 1,7 juta. 

Bahkan di Kuala Lumpur, saat Aksa dan 20 direksi dan manajemennya menikmati 15 biji durian Musangking, akhir pekan lalu, mereka membayar 2.900 RM, atau setara hampir Rp10 juta.

Di Singapura, harga durian varietas premium lebih menggelora. 

Di kedai Orchards Park, 500 gram kami bayar lebih Rp 1 juta.

Di China, Jepang bisa tembus 120 USD. 

"Kalau orang India mulai suka durian, kita di Melayu bakal tak kebagian," ujar Dr Tan Sue.

Erwin sendiri menyebut dr Tan sebagai salah satu sosok pengusaha Malaysia yang menjulangkan harga durian.

"Saat saya masih kuliah, (medio 1990), durian Sultan itu hanya 2 Ringgit sebiji. Sekarang sudah 300 Ringgit," ujar suami dari dokter bayi tabung di Sunway Hospital, Subang, KL ini.

Hanya saja pasokan buah durian segar (whole fresh durians), hanya enam bulan dalam setahun.

Sebagai buah khas tropik Asia, durian hanya berbuah di masa transisi musim hujan dan kering; Desember hingga Maret dan Juni hingga Agustus.

Padahal puncak liburan dan belanja kuliner durian di kota-kota utama Asia Tenggara, biasanya tengah tahun.

Justru ini periode paceklik durian.

Di kebun milik Mr Tan Sue inilah masa paceklik itu coba diatasi.

Mereka memanfaatkan teknologi  MQTT (Message Queueing Telemetry Transport) berbasis internet of things (IOT) in plantation.

Sejak pembibitan mereka mengggunakan irigasi dan pemupukan dengan aplikasi drone dan kemera 360.

Karena durian begitu manja dengan sinar matahari untuk pembuahan namun butuh air terjadwal, untuk kelembapan tanah, mereka menggunakan mesin sprinkle dengan jaring pipa sepanjang 30 km.

"Kita merujuk weather channel sebelum penyiraman dan pemupukan, semua serba automatic dan dikontrol di smartphone," ujar dr Tan.

Mereka mengklaim, Top Fruits adalah perkebunan pertama di Malaysia yang mengaplikasikan IoT dalam bisnis masa depan ini.

Perusahaan yang digagas Tan Sie Cip (84) ini sudah memperoleh akreditasi Malaysia Good Agriculture Practice (MyGAP). 

Mereka jadi Berhad (perusahaan) perkebunan pertama di Malaysia berkualifikasi China State Administration of Quality Supervision, semacam sertifikat ISO 18000.

Plantation dan factory ini sudah berusia 38 tahun. 

Namun, di Semenanjung Malaysia, iklim durian baru bisa memenuhi 56 persen permintaan pasar ekspor.

Tantangan mereka, bagaimana membangun aliansi bisnis dengan mitra di Indonesia bagian barat dan timur, serta Thailand, yang punya iklim musim durian berbeda.

Di empat negara perlintasan equator inilah varietas durian premium bisa berbiak.

varieties durian unggulan yang dikembangkan antara lain, Top Fruits antara lain Tupai King, Musang King (D197), Black Thorn (D200),

Golden Phoenix (D198), Ganghai (D208), Golden Bun (D13), Sultan King (D24), 101 (D168), D88 dan variatas durian lokal.

Direktur Pt Top Fruits Indonesia Alghienka Defaosandi menyebut, mereka sudah masuk tahap teknologi ketiga.(*)

Berita Terkini