TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Periode 2018-2021, Prof Dr Aswanto, membeberkan empat role model kemandirian peradilan yang berkembang di dunia.
Empat poin kemandirian peradilan itu ia paparkan saat menjadi narasumber dalam Workshop RUU KUHAP yang berlangsung di Hotel Unhas, Jl Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Jumat (21/2/2025).
Meski belum ada materi pasti rancangan KUHAP yang bakal digodok atau disahkan DPR RI, Prof Aswanto mengatakan, itu bukanlah masalah utama.
"Problemnya adalah mau dibawa kemana ini KUHAP?," ujar Prof Aswanto mengawali pemaparan materinya.
Prof Aswanto yang malang melintang di dunia kehakiman, mengatakan, KUHAP sangat ditentukan dengan kemandirian peradilan yang dianut setiap negara.
"Kalau kita berbicara hukum acara, maka suka tidak suka kita tidak bisa lepas dari kemandirian peradilan. Apa yang mengisi substansi hukum acara sangat ditentukan oleh kemandirian peradilan yang dianut suatu bangsa atau negara itu," ucapnya.
Adapun empat poin kemandirian peradilan yang berkembang di dunia kata Prof Aswanto, dimulai dari Crime Control Model.
"Crime control model ini memang dibikin sedemikian rupa, banyak hambatan-hambatan yang dibikin agar setiap tahapan itu tidak ada kesalahan," terang Prof Aswanto.
"Tidak ada penyimpangan-penyimpangan, tidak ada tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia. Sehingga indikator keberhasilan hukum acara Crime Control Models ini, ditentukan seberapa lama perkara itu bisa selesai," lanjutnya.
Yang kedua, due procces model, yaitu model peradilan yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Due procces model ini, sangan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Nggak perlu ada penahan, nda perlu ada borgol-borgolan. Nah proses KUHAP kita mau dibawa kemana? Apakah masih mau mempertontonkan orang yang diborgol?," ucapnya.
Kemudian yang ketiga, adalah Family Models.
Penganut Family Model itu kata Aswanto adalah tidak ada batasan antara pemeriksa dan yang diperiksa.
"Yang harus diciptakan dalam penganut Family Model ini adalah penyidik harus betul-betul profesional," terang Aswanto.
"Harus mampu memperoleh informasi yang benar dengan cara tanpa kekerasan atau tanpa ancaman. Jadi dianggap seperti keluarga," lanjutnya.
Selanjutnya yang ke empat adalah Guardians Model atau model pengayoman.
"Model pengayoman itu artinya aparatur penegak hukum terutama dalam tahap penyelidikan dan penyidikan sampai tahap putusan sebenarnya, itu betul-betul harus memberi rasa nyaman kepada yang bersangkut dengan hukum," terang Aswanto.
"Tidak boleh ada tekanan sikologis, tidak boleh ada tekanan menakutkan," sambungnya.
Khusus di Indonesia, kata Aswanto, model peradilannya identik dengan Guardian Model.
Sebelumnya diberitakan, Rencana Revisi Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) dibedah lima guru besar hukum pidana di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Mereka membedah RUU KUHAP itu, melalui workshop yang berlangsung di Hotel Unhas, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Jumat (21/2/2025).
Total ada lima guru besar hukum pidana ternama yang dihadirkan dalam workshop bertemakan 'Reformasi Hukum Acara Pidana: Implikasi dan Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia' itu.
Ada pun lima narasumber yang dihadirkan, yaitu Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI Periode 2018-2021, Prof Dr Aswanto, Rektor Universitas Muslim Indonesia Prof Dr Hambali Thalib.
Guru Besar Universitas Negeri Makassar, Prof Dr Heri Tahir, Guru Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar Prof Dr Sabri Samin dan Guru Besar Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Unhas Prof Dr Said Karim.
Peserta yang menghadiri workshop itu, juga dari kalangan praktisi hukum pidana, advokat dan dosen hukum pidana dari berbagai kampus di Kota Makassar.
Wacana Revisi RUU KUHAP ini, memang belakang ini mencuat seiring munculnya berbagai persoalan oleh aparat penegak hukum.
Workshop itu dipandu moderator guru besar Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Amir Ilyas.
Seperti apa, jalannya workshop itu? Tribun-Timur akan mengupdate pada berita berikut.(*)