Sengketa Pilkada Jeneponto

40 Gugatan Pilkada Dilanjutkan MK, Jeneponto dan Palopo Masuk Daftar Sidang Pembuktian

Penulis: Erlan Saputra
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SENGKETA PILKADA - Ketua MK, Suhartoyo saat mencatatkan sebanyak 40 gugatan Pilkada yang tersebar di Indonesia lanjut ke tahap pembuktian, Rabu malam (5/2/2025). MK lanjutkan 40 gugatan Pilkada 2024 ke tahap pembuktian, termasuk Pilkada Jeneponto dan Palopo. Sidang berlangsung 7-17 Februari 2025.

“Ada 6 perkara yang akan dilanjutkan dalam sidang pembuktikan lanjutan,” ujar Arief Hidayat.

Agenda sidang pembuktian akan diselenggarakan pada tanggal 7 Februari sampai dengan 17 Februari 2025 di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Perkara nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 perselisihan hasil pemilihan umum bupati Kabupaten Jeneponto Tahun 2024 masuk tahap pemeriksaan persidangan lanjutan,” tambahnya.

Gugatan Pilwalkot Palopo

Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan sengketa Pilkada Palopo lanjut ke tahap pembuktian.

“Perkara tersebut (Pilkada Palopo) akan lanjut ke sidang pembuktikan,” ujar Arief Hidayat melalui siaran Youtube Mahkamah Konstitusi.

Sidang gugatan akan dilangsungkan pada 7-17 Februari 2025.

Sengketa Pilkada Palopo terdaftar dengan nomor perkara 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Pemohon memohon agar MK membatalkan keputusan KPU Kota Palopo tentang penetapan hasil pemilihan wali kota dan wakil wali kota Palopo.

Pada sidang perdana sengketa Pilkada Palopo, pemohon menyampaikan sejumlah alasan yang meminta agar keputusan KPU Kota Palopo yang menetapkan pasangan nomor urut 4, Trisal Tahir-Akhmad Syarifuddin, sebagai Paslon dengan perolehan suara terbanyak dibatalkan.

Salah satu alasan yang disampaikan adalah dugaan pasangan calon nomor 4 tidak memenuhi syarat karena penggunaan ijazah palsu.

Sementara itu, KPU Palopo sebagai termohon menilai dalil yang disampaikan pemohon hanya berkaitan dengan persoalan hukum pada tingkat proses penyelenggaraan yang sudah memiliki lembaga penyelesaian.

Oleh karena itu, KPU Palopo menilai Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili perkara tersebut. (*)

 

 

 

 

Berita Terkini