TRIBUN-TIMUR.COM - Sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kepastian hukum dan mendorong pengembangan sektor keuangan digital, Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) resmi mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto dan derivatif keuangan, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Pengalihan tugas ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (10/1). Hadir dalam penandatanganan tersebut Plt. Kepala Bappebti Tommy Andana, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, serta sejumlah pimpinan dari OJK, termasuk Hasan Fawzi dan Inarno Djajadi.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan, langkah ini diambil guna menciptakan stabilitas serta melindungi pelaku pasar dan masyarakat. "Kami yakin, pengalihan ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan, terutama untuk aset kripto dan derivatif," ujarnya.
Pengalihan tugas ini didasarkan pada Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Tugas pengawasan aset keuangan digital dan derivatif di pasar modal kini menjadi wewenang OJK, sementara BI bertanggung jawab atas derivatif keuangan berbasis instrumen di pasar uang dan valuta asing (PUVA).
Peralihan ini akan berlangsung selama dua tahun dan melibatkan koordinasi intensif antara Bappebti, OJK, dan BI untuk memastikan transisi yang mulus.
OJK telah menerbitkan aturan terkait, seperti Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024, untuk mendukung peralihan ini. Selain itu, sistem digital SPRINT disiapkan guna memfasilitasi proses perizinan dan registrasi aset keuangan digital serta derivatif.
BI, di sisi lain, memperkuat regulasi derivatif PUVA melalui Peraturan BI Nomor 6 Tahun 2024. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menilai peralihan ini sebagai peluang besar untuk memperdalam pasar keuangan Indonesia. "Potensi besar pasar derivatif PUVA dapat dimanfaatkan untuk mendukung stabilitas di tengah ketidakpastian global," jelasnya.
Berdasarkan data Bappebti, nilai transaksi perdagangan berjangka komoditi (PBK) hingga November 2024 mencapai Rp30.503 triliun, naik 30,20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, transaksi aset kripto melonjak hingga 356,16?ngan total nilai Rp556,53 triliun.
Lonjakan ini menunjukkan minat yang tinggi dari masyarakat terhadap aset digital, dengan 22,11 juta pelanggan terdaftar sejak Februari 2021 hingga November 2024.
Melalui sinergi antara Bappebti, OJK, dan BI, diharapkan pasar aset keuangan digital dan derivatif di Indonesia semakin kredibel, efisien, dan inklusif. Langkah ini menjadi pijakan strategis menuju pengembangan pasar keuangan yang lebih kuat, mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menambahkan bahwa prinsip "same activity, same risk, same regulation" akan menjadi pedoman utama untuk menjaga kepercayaan publik dan stabilitas keuangan nasional.
Dengan dukungan regulasi yang transparan dan infrastruktur yang andal, sektor ini diharapkan mampu menghadirkan inovasi serta peluang baru di era ekonomi digital.