TRIBUN-TIMUR.COM- Menteri Koordinator Politik Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengomentari soal vonis ringan terdakwa korupsi timah Harvey Moeis.
“Ketika ada tiga hakim yang tertawa saat Harvey dan Dewi Sandra berpelukan itu justru menyakiti hati masyarakat,” ujarnya dalam wawancara dengan Kompas TV dikutip tribun-timur.com, Jumat (3/1/2024).
Mahfud MD juga menanggapi soal sindiran Presiden Prabowo Subianto soal hukuman koruptor terlalu ringan.
Mahfud menyatakan, soal masalah angka, hukuman penjara paling tinggi adalah 20 tahun.
“Pedoman hukuman tertinggi menyebut angka tidak sampai 50 tahun. Angka maksimal 20 tahun tetapi yang lebih berat adalah hukuman seumur hidup,” ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini dalam wawancara itu.
Menurutnya, masyarakat tentu tersakiti soal korupsi yang mencapai Rp300 triliun namun hukuman untuk Harvey Moeis dan kawan-kawan sangat ringa.
“Bisa juga hukuman mati untuk masalahnya luar biasa,” ujarnya.
Menurutnya, semangat dari Presiden Prabowo Subianto patut diapresiasi untuk masa depan hukum Indonesia.
“Kita berharap hakim pengadilan tinggi, harus konsen. rasa ketidakadilan untuk vonis harvey sunggu luar biasa,” katanya.
Ia mencontohkan, salah satu terdakawa budi said yang korupsi hingga Rp1,1 triliun tapi hukumannya 15 tahun.
“Cuman ini Harvey Moeis yang didakwa Rp300 triliun cuman dapat 6 setengah tahun,” katanya.
Menurutnya, Mahkamah Agung bisa mengoreksi dan menaikkan hukuman kalau dianggap terlalu rendah.
“Jaksa harus membuat memori banding kuat untuk meyakinkan hakim pengadilan tinggi dan mahkamah agung,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyindir keras jaksa dan hakim soal tuntutan dan vonis dari terpidana kasus korupsi timah Rp271 triliun.
Prabowo menyampaikan pernyataan soal vonis Harvey Moeis itu dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029 di kantor Bappenas, Senin (30/12/2024).
Tanpa menyebut nama Harvey Moeis secara gamblang, Prabowo mengaku kecewa dengan vonis hakim yang dianggap tidak adil dalam memutus perkara korupsi yang merugikan negara ratusan triliun.
"Saya mohon ya kalau sudah jelas-jelas melanggar jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya, vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum," ujar Prabowo.
Menurut Prabowo, rakyat sudah bisa mengerti vonis hakim terhadap para koruptor melukai rasa keadilan.
Terlebih lagi, para koruptor ratusan triliun hanya divonis beberapa tahun dengan fasilitas penjara yang lengkap dan nyaman.
"Rakyat itu ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti, rampok triliunan, eh ratusan triliunan, vonisnya sekian tahun, nanti jangan-jangan di penjara pake AC, punya kulkas, pakai televisi," katanya.
Prabowo lantas menyebut, seharusnya koruptor ratusan triliun seharusnya mendapatkan vonis yang setimpal, bahkan kalau bisa dihukum hingga 50 tahun penjara.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis ringan untuk dua terdakwa.
Mereka adalah Harvey Moeis dan Helena Lim.
Vonis ringan dari hakim ini pun membuat gerah netizen.
Sebab, kolusi dari pengusaha dan pegawai PT Timah Tbk ini merugikan negara Rp300 triliun.
Berikut vonis ringan untuk terdakwa Helena Lim dan Harvey Moeis:
Helena Lim
Crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) sekaligus pemilik PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim divonis lima tahun penjara dan denda sejumlah Rp750 juta subsider 6 bulan bulan penjara.
Majelis hakim menyatakan Helena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Helena juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp900 juta dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Jika dalam waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang.
Dalam hal Helena ketika menjadi terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 1 tahun.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, Helena dituntut dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun serta uang pengganti Rp210 miliar subsider empat tahun.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tidak sepakat dengan tuntutan uang pengganti yang diajukan jaksa.
Menurut hakim, di persidangan terungkap fakta bahwa terdakwa lain Harvey Moeis mengakui telah menerima seluruh uang pengamanan seolah-olah dana CSR senilai USD 30 juta atau Rp420 miliar yang ditampung Helena melalui PT QSE.
Menurut hakim, Helena tidak menikmati uang tersebut.
"Seluruh uang dari dana pengamanan seolah-olah dana CSR yang diterima Harvey Moeis dari para perusahaan smelter tersebut yang ditransfer ke rekening PT Quantum semuanya sudah diterima oleh saksi Harvey Moeis sehingga majelis hakim berpendapat bahwa Helena tidak menikmati uang pengamanan atau seolah-olah dana CSR tersebut," kata hakim.
Menurut hakim, Helena hanya menikmati keuntungan dari kurs atas penukaran valuta asing dari uang pengamanan tersebut dengan perhitungan Rp30 dikali USD 30 juta atau senilai Rp900 juta.
"Seluruhnya berjumlah Rp900 juta yang telah dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi terdakwa. Oleh karena itu, terhadap terdakwa Helena harus dibebani untuk membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta," kata hakim.
Harvey Moeis
Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis dengan pidana 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Seluruh aset Harvey yang terkait dengan perkara diputuskan hakim dirampas untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.
Suami dari artis Sandra Dewi ini dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan TPPU.
Hal itu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (23/12).
Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan plus uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.(*)