Nasib Apes Sudarsono Camat Baito saat Bantu Guru Supriyani, Dicopot Setelah Mobil Dirusak

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Camat Baito (kanan) dicopot buntut kasus guru Supriyani (kiri), dianggap tak netral sampai mobilnya ditembak, Bupati: mungkin hanya diketapel!

TRIBUN-TIMUR.COM - Camat Baito dicopot Bupati Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara.

Pencopotan Sudarsono Mangidi dari jabatannya buntut kasus guru Supriyani.

Ada dua masalah yang melanda Sudarsono.

Selain dianggap tidak netral menyelesaikan kasus guru Supriyani, Bupati Konsel, Surunuddin Dangga juga menyebut camat Baito tidak pernah melapor langsung. 

Sudarsono Mangidi merupakan orang yang dipercaya oleh pengacara guru Supriyani untuk memberi perlindungan.

Diketahui, setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan dan Anak Kota Kendari, Supriyani yang dituduh menganiaya muridnya anak polisi, kemudian diminta tinggal di rumah Camat Baito.

Diduga gara-gara kasus ini, Camat Baito ikut menerima teror saat mobil dinasnya ditembak orang tidak dikenal pada Senin (28/10/2024).

Setelah kejadian itu, Bupati Konsel, Surunuddin mencopot Sudarsono dari jabatannya dan diganti dengan pejabat dari Eselon II.

Alasan Sudarosono diganti, pertama karena tidak melaporkan perkembangan kasus guru Supriyani.

Selain itu, agar penyelesaian masalah antara Supriyani dan pihak keluarga yang diduga korban anak, Aipda WH, dapat terselesaikan.

“Ini kan dua-duanya warga desa di sana (Baito). Siapapun itu harus damai. Sehingga untuk Camat Baito saya tarik (nonaktifkan) dulu,” kata Surunuddin, pada Selasa (29/10/2024) melansir dari Tribunsultra.com.

“Saya tugaskan dari Eselon II untuk membantu menyelesaikan,” lanjutnya usai menggelar rapat di Aula Rapat Rumah Jabatan atau Rujab Bupati Konawe Selatan.

Surunuddin menjelaskan, pencopotan Camat Baito juga karena penanganan kasus yang terjadi Kecamatan Baito tidak pernah dilaporkan oleh Sudarsono kepada pimpinan. 

“Camat tidak pernah menyampaikan atau menginformasikan. Sudah viral dimana-mana saya hanya mendengar dari informasi. Jadi kita tarik, kita tugaskan eselon II untuk menyelesaikan,” ujar Surunuddin.

Surunuddin menyebut proses hukum akan tetap berjalan antara kedua belah pihak sesama warga Desa Baito harus tetap aman. 

“Langkah ini saya ambil, bukan berarti camat tidak mampu, tapi agar lebih mumpuni persoalan ini diselesaikan. Apalagi Pak Kasat Pol PP kan mantan camat juga,” kata Surunuddin.

Surunuddin juga mengatakan pihaknya mengganti Camat Baito akibat melaporkan dirinya sedang diteror akibat melindungi guru honorer Supriyani.

“Kedua yang bersangkutan (camat) merasa diteror, sudah tidak nyaman" ungkapnya. 

"Melapor kepada saya mobilnya ditembak, padahal mungkin hanya diketapel. Jadi semua ini pemda (pemerintah daerah) ambil alih agar kondisi daerah stabil,” jelas Surunuddin.

Surunuddin menambahkan, penyelesaian persoalan antara Guru Supriyani dan keluarga Aipda WH juga sulit akan tercapai jika ada salah satu pihak yang tidak netral dan terkesan pro kepada salah satu pihak. 

“Ini kan masyarakat Baito mereka. Jadi kita perlakukan sama. Sebenarnya mudah saja menyelesaikan ini karena istri Aipda WH kan ASN. Bu Guru Supriyani kan pegawai kita juga,” ujarnya.

Surunuddin mengatakan posisi pemda dalam menyikapi persoalan kedua belah pihak berada di tengah-tengah. 

Sebab, keduanya merupakan masyarakat Kecamatan Baito dan berdomisili di desa yang sama yakni Desa Wonua Raya. 

Surunuddin berharap kondisi Konawe Selatan (Konsel) hari ini agar jangan dikembangkan terlalu jauh. 

“Langkah kita mengundang kepala desa dan ASN bukan soal suka dan tidak suka, tetapi demi menjaga kondusifitas wilayah,” katanya.

Surunuddin juga mengimbau biarlah proses hukum berjalan, tidak usah disikapi berlebihan. 

“Mari menjaga kamtibmas kita, tidak usah saling salah menyalahkan, apalagi menjelang Pemilukada kan gampang baku tuduh menuduh. Jaga persatuan dan kesatuan,” jelasnya.

“Saya berharap ini dipahami, langkah ini saya ambil demi kondusifitas dan kestabilan di tengah masyarakat,” lanjutnya.

Sudarsono Mangidi dikonfirmasi TribunnewsSultra.com melalui panggilan WhatsApp Messenger sejauh ini belum merespon.

Ivan Ardiansyah yang dikonfirmasi terpisah membenarkan dirinya ditunjuk sebagai Camat Baito untuk sementara waktu.

Sejauh ini, Supriyani telah menjalani persidangan awal dengan agenda pendakwaan atas tuduhan penganiayaan murid SD kelas 1, dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (24/10/2024) pekan lalu.

Sidang Ketiga

Guru Supriyani menjalani sidang ketiga di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (29/10/2024).

Sidang dimulai pukul 09.40 WTA beragendakan pembacaan putusan sela oleh majelis hakim. 

Majelis Hakim memutuskan sidang kasus guru honorer Supriyani yang dituduh menganiaya anak polisi dilanjutkan.

Ketua Majelis Hakim, Stevie Rosano dan Hakim Anggota Vivy Fatmawati Ali dan Sigit Jati Kusumo dalam putusan selanya menolak eksepsi dari kuasa hukum Supriyani.

“Menyatakan keberatan penasehat hukum tidak dapat diterima dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 104/Pidsus/2024/PNAndoolo atas nama terdakwa Supriyani S.Pd binti Sudiharjo, menangguhkan perkara sampai putusan akhir,” kata Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano dalam putusannya.

Usai pembacaan putusan sela tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung menghadirkan 8 saksi dalam persidangan tersebut.

Dari 8 saksi dihadirkan, 3 di antaranya anak-anak atau masih di bawah umur sehingga, sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo berlangsung tertutup.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan mengatakan 3 saksi anak yang telah diperiksa tidak bisa dijadikan sebagai saksi karena tidak memenuhi syarat dan keterangan saksi tidak disumpah. 

Sehingga pernyataan saksi anak tersebut hanya dijadikan petunjuk untuk melihat fakta yang sebenarnya.

Dari beberapa anak yang diperiksa, Andri menemukan fakta banyak keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak sesuai yang disampaikan saat persidangan hari ini.

Seperti masalah waktu pemukulan, dimana di BAP mengatakan anak polisi tersebut dianiaya pukul 10.00 WITA.

Sedangkan di persidangan ketiga ini disampaikan penganiayaan berlangsung pukul 08.30 WITA.

Sementara saksi anak lainnya atau saksi terakhir mengatakan tidak tahu, padahal saat di kantor polisi mereka bersama-sama mengatakan pukul 10.00 WITA.

“Yang menarik tadi juga masalah pukulan, tadi terungkap fakta katanya anak oknum polisi dipukul dalam posisi berdiri"  kata Andri usai persidangan.

"Di depannya ada meja, dan di belakangnya ada kursi. Kursi itu setinggi bahu kalau dia duduk. Kalau dia berdiri, kursi itu tentu menutupi pahanya” lanjut Andri.

“Kalau kita lihat bekas luka, itu lukanya sejajar di paha, makanya itu yang aneh kalau kita lihat. Bagaimana caranya dia dipukul sejajar paha, padahal di belakang ada penghalang sandaran kursi,” jelas Andri.

Andri menyampaikan, keterangan saksi anak terkait cara memukul juga berbeda-beda.

Seperti ada yang mengatakan dipukul dari atas dan yang lainnya mengatakan dipukul dari atas tetapi pelan.

Kemudian, ada pula yang mengatakan anak polisi itu dipukul dengan gagang sapu bagian tengah, sedang yang lainnya mengatakan dengan ujung sapu.

“Jadi banyak keterangan yang tidak sesuai, makanya sejak dari awal keterangan anak ini sebagai dasar kepolisian dan jaksa untuk menetapkan tersangka, diragukan,” papar Andri.

“Apalagi keterangan anak ini saat di BAP banyak yang copy paste. Maksudnya sama semua,” jelasnya.

Sementara itu, ayah korban, Aipda HW saat ditemui Tribunnewssultra.com, enggan berkomentar usai persidangan

“Serahkan ke PH (Penasihat Hukum)," kata Aipda dengan mengenakan kemeja cokelat.

Guru Supriyani sebelumnya telah menjalani sidang perdana agenda pembacaan dakwaan dengan tuduhan penganiayaan anak SD kelas 1 yang juga anak polisi, pada Kamis (24/10/2024).

Kemudian sidang kedua agenda pembacaan eksepsi pada Senin (28/10/2024) kemarin.

Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com

Berita Terkini