Setelah itu, ia menjadi General Manager pabrik PT Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur, pada tahun 1976.
Usai setahun berkarir, dia memberanikan diri membuka usaha sendiri.
Mulanya, ia membeli CV Pacific Lumber Coy yang diganti namanya menjadi PT Barito Pacific Timber.
Seiring berjalannya waktu, bisnisnya lancar hingga perusahaan itu berganti nama menjadi Barito Pacific.
Barito menguasai 70 persen perusahaan petrokimia Chandra Asri pada tahun 2007.
Dua tahun berselang tepatnya pada tahun 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia yang merupakan produsen petrokimia terintegrasi di Indonesia. Pada Juli 2021, Thaioil kemudian mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri.
Untuk memperbesar lini bisnisnya di bidang petrokimia, Prajogo Pangestu telah membeli 33,33 persen saham Star Energy dari BCPG Thailand dengan nilai 440 juta dollar AS atau Rp 6,2 triliun, sebuah perusahaan yang diincarnya sejak tahun 2009.
Akuisisi itu dilakukan melalui perusahaan di bawah kendalinya, Green Era.
Perusahaan swasta Singapura tersebut tercatat memiliki 3 proyek panas bumi di Indonesia.
Tiga proyeknya, yakni PLTP Wayang Windu, PLTP Salak, dan PLTP Darajat, yang ketiganya berada di Provinsi Jawa Barat.
Pada 2019 lalu, perusahaan berencana menginvestasikan 2,5 miliar dollar AS untuk meningkatkan kapasitasnya menjadi 1.200 MW pada 2028.
Proyek-proyek Star Energy sendiri memiliki total kapasitas kotor sebesar 875 MW.
Dengan akuisisi, Prajogo Pangestu telah memiliki 66,6 persen saham Star Energy yang berkantor pusat di Jakarta melalui perusahaannya, Barito Pacific.
"Akuisisi ini merupakan tonggak utama untuk secara efektif meluncurkan rencana pertumbuhan dan era investasi hijau yang menarik," kata Direktur Pelaksana Green Era, Nancy Pangestu.
Prospek usaha dari lini bisnis Prajogo terlihat sangat cerah.