MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -- Ini kisah nyata uang panai' (mahar nikah) dari komandan polisi resort kota besar Makassar, Kombes Pol Mokhamad Ngajib (52).
Kisahnya, 27 tahun silam. Jauh sebelum heboh drama komedi Uang Panai 2 yang dijadwalkan tayang, pekan kedua Agustus 2024 ini.
"Saya ini korban uang panai' loh Mas," ujar perwira polisi kelahiran 1972 ini kepada jurnalis di sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota, kawasan Toddopuli, Panakkukang, Makassar, akhir pekan ini.
Dua setengah dekade lalu, kata pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah ini, drama romantisme uang panai' itu bikin nyesak.
Kini, saat kisah di Ujungpandang itu dikenang, justru bikin ngakak.
Baca juga: Sambut Pilwali Makassar, Kapolrestabes Ingatkan Budaya Si Pakatau, Si Pakalebbi, Si Pakainge
Kala itu, dia jatuh hati ke gadis Bugis-Makassar. Tak bertepuk sebelah tangan, cinta Ngajib disambut suka cita si wanita.
"Saat itu masih anak kos. Baru setahun lepas dari Akpol, 1996 dan saya ditugaskan jadi panit (perwira unit) reserse Polwiltabes (Makassar)," ujar alumnus Akpol Semarang 1995 itu.
Berkenalan dan dekat lebih setahun, Ngajib pun berencana melanjutkan tahap pacaran itu ke level serius, lamaran.
Si gadis bahagia. Ibu calon mertuanya tak kalah gembira. Orangtua dan kerabat Ngajib, di Purbalingga, pun bersuka cita.
Waktu, tempat dan prosesi lamaran bersendi Islam dan adat Bugis-Makassar juga disepakati.
Kendala mulai muncul. Sesi pembicaraan lamaran pun sampai ke tahap uang panai'; besaran uang belanja atau ongkos pesta.
"Ibu pacar saya sudah setuju. Besaran uang panai' hanya formalitas," kenang Ngajib.
Sayang, cinta dan uang panai formalitas itu kandas di sikap calon mertua lelaki.
"Bapaknya tak setuju. Uang panai' itu yang harus dibayar saat seserahan (mappettuada)."
Bagi Ngajib dan kultur Jawa, uang panai khas selatan Sulawesi itu, termasuk wah, dan mengejutkan. "Untuk ukuran kami di Jawa itu buwessaaaarr sekali," ujarnya dengan mimik serius.
Berapa sih? "Rahasiah lah.," ujar Ngajib tertawa.
Dan, tahapan cinta perwira Jawa dengan gadis Bugis itu pun kandas.
Lantas, siapa gerangan si gadis itu?
"Hahhaaa, mau tahu aja. Rahasialah, tak etis." ujar mantan Kapolrestabes Palembang itu, tertawa.
Seorang jurnalis kembali mengorek, "ngekosnya dulu di Makassar mana komandan?"
"Ahh, wartawan memang pandai bertanya," Ngajib kembali ngeles.
Bagi sebagian jurnalis, suasana kisah uang panai' di teras sekretariat AJI itu, kelakar belaka.
Namun, sebagian lain ingin menjadikannya in side persona story.
Ngajib yang sudah bergegas ke mobil dinas Innova DD 1995 ZZP, kembali ngakak saat jurnalis lain, memancing dengan pertanyaan lain.
"Ini kisah sejati, bahwa di balik perwira sukses ada penyesalan barisan mantan."
Ngajib menyebut, negasi uang panai itu adalah konfirmasi bahwa jodoh itu di tangan Tuhan.
Manusia, berencana belaka. Penentu dan hasil akhir tetap jadi misteri qadarullah.
Andailah ayah pacar Ngajib di Makassar, sepakat dengan uang panai' formalitas, Noni Harsanelda (50), tak akan jadi istrinya.
Lima belas bulan sudah Ngajib mengemban amanah Kepala Kepolisian Resort Kota Besar ke-45 Makassar.
Dia menggantikan, leitching-nya, Kombes Pol Budi Haryanto, April 2023 lalu.
Karier perwira muda polisinya dimulai sebagai Pamapta Polwiltabes Ujung Pandang (1996-1997).
Setahun berselang, Mokhammad Ngajib mendapatkan promosi jabatan sebagai Kanitres Intel Polsekta Panakkukang (1997-1998).
Lalu dimutasi lagi menjadi Kanit VC Serse Polwiltabes Ujung Pandang (1998-1999).
"Saya ingat betul, saat itu banyak belajar dari Puang Ocha (Kolonel Polisi M Yusuf Manggabarani, saat itu menjabat Kapolwiltabes Ujungpandang, pascakerusuhan SARA 1997)."
Setelah itu, Mokhammad Ngajib pun kembali ke AKPOl sebagai Dantontar 3/1 (1999-2000).
Sebelum acara silaturahim dengan pengurus dan jurnalis AJI, seorang jurnalis berkelakar.
"Cocoklah, pak kapolrestabes datang ke sekret AJI malam-malam. Sebab, bintang itu tak jatuh di siang hari."