TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba-tiba minta maaf atas segala salah dan khilafnya selama menjabat.
PDIP pun meragukan ketulusan Jokowi meminta maaf.
Permintaan maaf Jokowi itu dinilai hanya sandiwara belaka.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Hanteru Sitorus.
Deddy menduga Jokowi hanya bersandiwara untuk mendapat simpati rakyat.
Deddy mengatakan, Jokowi kerap mengatakan hal yang bertentangan dengan perasaan, tindakan dan pikirannya.
"Jadi saya enggak tahu kali ini dia tulus atau tidak. Jangan-jangan dia sedang bersandiwara untuk mencari simpati, bukan tulus meminta maaf," ucap Dedy, Jumat (2/8/2024).
Deddy lantas mengatakan, Jokowi seharusnya mencabut semua aturan yang memberatkan rakyat.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan apabila Jokowi benar-benar tulus meminta maaf.
Deddy menilai, sejumlah lembaga telah mengalami kerusakan selama Jokowi menjabat dua periode sebagai presiden.
"Gunakan sisa waktu yang ada untuk memperbaiki kerusakan semua lembaga yang terkait demokrasi, penegakan hukum, HAM, lingkungan hidup, dan distribusi keadilan-kesejahteraan. Jangan omon-omon saja," ujarnya.
Selain itu, Deddy juga mendesak Jokowi membatalkan usulan perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Deddy turut menyinggung sejumlah pasal yang berpotensi merusak tatanan dalam revisi Undang-undang TNI dan Polri.
Hal itu, kata dia, perlu dilakukan karena rezim Jokowi telah merusak hukum dan demokrasi melampaui masa Orde Baru (orba).
"Kalau hal-hal itu dilakukan baru kita belajar percaya kalau beliau serius minta maaf pada rakyat. Jujur saja, 5 tahun rezim Jokowi itu daya rusaknya terhadap hukum dan demokrasi melampaui 32 tahun kekuasaan Orba," imbuh Deddy.