TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ekonom Prof Marsuki DEA menilai rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merancang peraturan baru terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) menarik.
Seperti diketahui, nantinya masyarakat Indonesia dapat mengajukan pinjaman online (pinjol) hingga Rp10 miliar.
Batas pinjol ini meningkat dari batas sebelumnya yang hanya Rp2 miliar.
“Wah menarik rencana aturan tersebut di tengah maraknya kasus pinjol yang banyak menyulitkan masyarakat di berbagai level, terutama kelas menengah ke bawah,” kata Prof Marsuki, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Sabtu (13/7/2024).
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Hasanuddin (Unhas) ini mengatakan ada dasar yang menjadi alasan OJK melakukan kebijakan untuk menaikkan batas pinjol.
Baca juga: Warga Boleh Utang Pinjol hingga Rp10 M, Apa Dampaknya?
Bisa berdasarkan karena potensi pinjol tersebut masih menjanjikan sebagai media untuk meningkatkan sumber pembiayaan beberapa kegiatan produktif sektor ekonomi tertentu yang dianggap potensial didorong.
Sebagai akibat, lanjut Prof Marsuki, berkurangnya permintaan kredit ke sektor perbankan formal dari sektor pelaku ekonomi tertentu yang kesulitan akses pada kredit perbankan.
“Terutama kebijakan tersebut akan dilengkapi dengan syarat-syarat yang dapat melindungi para nasabahnya yang lebih baik dan ketat,” jelasnya.
Prof Marsuki juga menilai OJK sudah akan memitigasi berbagai risiko yang akan terjadi berdasarkan pengalaman yang terjadi selama ini.
Sehingga jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka kebijakan tersebut akan berdampak positif.
Utamanya pada kemudahan ketersediaan likuiditas sumber pembiayaan bagi sektor produktif.
Termasuk dapat meningkatkan daya beli kelas mengah yang sedang lesu, sehingga pengeluaran konsumsi mereka meningkat.
Nantinya akan berdampak meningkatnya kegiatan prduksi pelaku usaha di berbagai level di sektor konsumai dan sektor riel.
“Hanya, bisa berdampak pada kemungkinan terjadinya kenaikan harga atau inflasi jika tidak dapat dikendalikan,” katanya.
“Jadi sepertinya, kebijakan ini bisa bersifat sementara untuk menguji coba pasar pinjol, apakah pinjol sebagai kebijakan yang harus dikendalikan secara ketat atau bisa dijadikan instrumen kebijakan yang baik untuk mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi dan bisnis yang produktif,” tambahnya.(*)