Aspeti Desak Kementerian ESDM Berantas Tambang Ilegal Lewat WPR

Editor: Ari Maryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Rizal Zulkarnain bidang advokasi pertambangan Asosiasi Penambang Bumi Pertiwi (ASPETI)

TRIBUN-TIMUR.COM -- Asosiasi Penambang Bumi Pertiwi (ASPETI) menilai Kegiatan Pertambangan tanpa izin (PETI) yang marak di sejumlah daerah indonesia diduga akibat ada pembiaran serta minimnya pengawasan dari pihak berwenang.

Hal itu disampaikan menanggapi kejadian tambang ilegal memakai korban jiwa di Gorontalo.

Di sisi lain, perizinan tambang rakyat saat ini masih sulit karena belum optimalnya komitmen dari pemerintah pusat dan daerah dalam menetapkan Kepment dan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yaitu izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

“Adanya pembiaran dari pihak berwenang, kurangnya pengawasan dan sosialiasi dari pihak-pihak yang berwajib tentang prosedur dan tata cara pengurusan perizinan tambang rakyat. penyebab meruaknya banyak kasus PETI di indonesia,” kata Muhammad Rizal Zulkarnain bidang advokasi pertambangan di Jakarta, Sabtu (13/7/2024).

Muhammad Rizal Zulkarnain mengatakan maraknya aktivitas PETI juga tidak terlepas dari melemahnya pendapatan masyarakat yang diakibatkan karena terjadinya krisis ekonomi yang terjadi secara menyeluruh dalam lapisan masyarakat.

Khususnya masyarakat kelas bawah.

Banyak warga yang mengantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal karena peluang untuk menyambung hidup masyarakat di Desa adalah didunia pertambangan.

Data kementerian ESDM terdapat sebanyak 2.741 lokasi tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia, berdasarkan data per agustus 2021.

Data ini harus menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah, tindakan serius bisa berupoa pembinaan, pengawasan atau tindakan extrim berupa penutupan aktivitas tambang mineral.

“secara normatif, pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengatur bahwa PETI merupakan kejahatan sehingga pelakunya dikenai pertanggung jawaban pidana selama 5 tahun penjara dan denda 100 miliar akan digencarkan sehingga akan memberikan efek jera terhadap pelaku PETI”. Ujarnya 

Rizal Mengungkapkan agar aktivitas Peti bisa diberantas, harus ada Upaya Pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WPR).

Dengan demikian, pertambangan bisa dilakukan pada area WPR, alih-alih melakukan kegiatan PETI.

Dalam kaitan itu Asosiasi Penambang Bumi Pertiwi mendesak Kementerian ESDM untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi dan penyiapan WPR serta memberikan kemudahan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR) terhadap pertambangan rakyat yang tidak berizin, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Aktivitas PETI bisa diberantas, harus ada Upaya hukum yang bersifat Multisektor disertai koordinasi antarinstansi terkait, selain itu juga diperlukan penegakan hukum yang kuat serta supervisi antara kementrian ESDM dan Lembaga agar pemberantasan praktik illegal ini bisa berhasil. Ujarnya

Menurut Rizal, perlu juga ada satgas penanggulangan PETI. Satgas ini tidak hanya bersifat penegakan hukum, tetapi melakukan pembinaan, fasilitasi, dan supervisi.

Yang tak kalah penting ucap rizal, adalah perlunya komitmen yang tinggi dari stakeholders terkait untuk mengatasi masalah PETI.

Pembentukan satgas penanggulangan PETI menjadi salah satu cara ada kerja terorganisasi, lintas sektor, dan komperhensif dalam mengatasi persoalan PETI.

Catatanya, kegiatan PETI yang Kembali disorot usai insiden tanah longsor yang melanda Kawasan tambang mineral/ emas tanpa izin di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo yang terjadi pada tanggal 7 Juli 2024 Pukul 09.00 WITA.

Berdasarkan data di posko induk Tim SAR gabungan pada pukul 14.00 WITA, jumlah korban meninggal dunia sebanyak 26 orang, korban yang masih dalam pencarian sebanyak 21 orang dan korban selamat 269 orang.

"Himbauan, kepada seluruh Masyarakat luas untuk lebih berhati-hati dalam melakukan serangkain aktivitas pertambangan yang bisa membahayakan keselamatan diri sendiri, serta kami mengajak kepada seluruh stakeholder, beserta Lembaga-lembaga terkait untuk Bersama-sama mengawasi seluruh aktivitas pertambangan yang tanpa menggunakan izin, atau Penambangan Tanpa Izin (PETI)," kata Rizal.

6 Hari Pencarian, Korban Meninggal Tambang Emas Ilegal Gorontalo Kini 26 Orang

Pencarian korban tambang emas ilegal di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, dilanjutkan pada Jumat 12 Juli 2024.

Proses pencarian korban jenazah sudah memasuki hari keenam.

Dihari keenam, sudah ada 26 korban meninggal yang ditemukan.

Meski demikian, ada tiga korban yang ditemukan pada Kamis 11 Juli 2024 kemarin belum teridentifikasi.

"Secara keseluruhan sudah ada 26 korban meninggal yang ditemukan. Karena ada ketambahan tiga orang," kata Kasie Ops KPP Gorontalo Ida Bagus Ngurah Asmara.

"Tapi ketiga jenazah yang ditemukan kemarin masih belum diketahui identitasnya," ungkapnya.

Ia mengatakan saat ini jenazah sudah dibawa ke RS Bhayangkara untuk proses identifikasi.

"Nanti dari Bhayangkara yang akan memberikan informasi lebih lanjut," tegasnya.

Ia pun memastikan sudah ada tim dari SAR, TNI, dan Polri yang kembali melanjutkan pencarian.

"Sudah ada tim yang berangkat tadi untuk melanjutkan pencarian," tegas dia.

Berita Terkini