Dinsos Makassar

Dinsos Makassar Bongkar Pendapatan 'Pengemis Tajir', Raup Rp8 Juta Per Bulan dan Rutin Beli Emas

Penulis: Siti Aminah
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu anak jalanan jadi manusia silver perempatan jalan Veteren- Sungai Saddang

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Pengemis dan gelandangan masih terus menjamur di Kota Makassar. 

Beragam cara dilakukan kelompok pengemis dan gelandangan untuk mendapat perhatian dari pengguna jalan. 

Setelah badut boneka, kini menjamur manusia silver dari ragam kalangan, mulai dari anak-anak, pemuda, hingga lansia. 

Baru-baru ini, Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar menemukan beberapa orang mampu berkedok pengemis. 

Plt Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Andi Pangerang Nur Akbar mengatakan, banyak fakta-fakta unik ditemukan berdasarkan asesmen saat dilakukan penjaringan. 

Misalnya, manusia silver yang sering beraksi di Jl Sungai Saddang, pendapatannya mencapai Rp8 juta per bulan. 

Baca juga: Kronologi Perempuan Viral Mencak-mencak Mobilnya Digembok Petugas Dishub Makassar

Manusia silver tersebut merupakan wanita inisial H (26). 

"Mereka terus terang pendapatannya di jalanan besar, bahkan dari sebulan bisa dapat Rp8 juta per bulan walaupun mereka sistemnya berkelompok tapi nominalnya cukup besar," ucap Andi Pangerang Nur Akbar via telepon, Selasa (23/4/2024). 

Dinsos juga menemukan seorang wanita berkedok pengemis membawa sejumlah nota pembelanjaan emas di tasnya. 

Emas-emas yang dibelinya diakui hasil dari kegiatan mengemis.

Bahkan hampir setiap bulan pengemis itu membeli emas. 

"Berarti dari sisi kebutuhan dia sudah tercover kebutuhan sehari-hari nya baik permakanan maupun sandang. Artinya kebutuhan primer yang utama sudah tidak dipikirkan lagi," sebutnya. 

"Dia ke jalan hanya mencari penghasilan tambahan dan investasi di emas karena kami temukan nota-notanya, saya lihat tiap bulan ada nota pembelian emasnya. Walaupun beragam ada yang dia punya lima gram sampai di atas itu,"sambung mantan Camat Panakkukang ini. 

Temuan lainnya, seorang anak inisial S menjalankan peran sebagai badut jalanan. 

Ia mengakui penghasilan dari kegiatan itu mencapai Rp800 ribu per hari. 

Atas beberapa temuan di atas, Pangerang berharap masyarakat tidak asal memberi bantuan kepada anak jalanan gelandangan dan pengemis yang menjamur di jalanan. 

Tindakan memberi uang di jalanan justru membuat para pengemis semakin malas untuk mendapat pekerjaan dengan cara yang benar. 

"Ini menjadi fakta dan harus diberitahu masyarakat bahwa jangan kita terpengaruh dengan gimmick, penampilan, kemudian kita ubah dan memberi yang padahal kita tidak tahu kondisi rilnya," tegasnya. 

"Modus-modus seperti ini sudah menjadi kebiasaan bagi orang tertentu yang memanfaatkan kebaikan orang," tutupnya.

Sejarah manusia silver

Asal mula manusia silver berawal dari aksi sekelompok pemuda di Bandung tahun 2012 yang berinisiatif menggalang dana untuk peduli yatim piatu.

Supaya terlihat unik dan berbeda, mereka mengecat tubuh dengan cat warna silver demi mendapatkan perhatian dari orangorang sekitar.

Hampir setiap hari manusia silver tersebut terlihat di jalan-jalan protokol Kota Bandung seperti persimpangan Dago - Cikapayang, Kartika Sari Dago yang merupakan pusat jajanan ternama di Bandung yang terletak di Jl Ir H. Juanda, dan tempat lainnya.

Selain itu manusia perak sering dijumpai di persimpangan Martanegara serta persimpangan Buah Batu yang terletak dekat dengan markas besar mereka.

Kelompok masyarakat melabelkan mereka dengan nama komunitas Silver Peduli, hal ini karena menarik perhatian dari masyarakat.

Tidak sedikit pengamen dan anak jalanan lain yang mencoba mencari tahu bahan yang mudah digunakan untuk melumuri tubuh dengan cat perak tersebut.

Seiring berjalannya waktu, pandemi Covid-19 melanda dunia saat ini.

Perusahaan banyak yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerjanya, toko-toko ditutup, para supir angkutan kota (angkot) kehilangan penumpang, pengangguran meningkat, dan masih banyak kejadian lainnya.

Pandemi Covid-19 menjadi pemicu dari banyaknya manusia perak di jalanan, mengais rezeki di pinggir jalan atau lampu merah.

Walaupun toko-toko ditutup dengan pembatasan waktu tertentu, di jalanan tetap saja ramai akan kendaraan yang lewat.

Banyak juga yang awalnya berprofesi sebagai supir angkutan kota (Angkot), pengamen, pedagang kaki lima, beralih menjadi manusia perak.

Bahkan, seorang ibu rela membawa anaknya ikut serta dalam bekerja sebagai manusia silver.(*)

Berita Terkini