Setingkat dibawahnya ada Uwa/ Paman. Uwa adalah orang yang dipersiapkan menjadi Uwatta (Majjungjung Bunga).
Sementara itu Iye merupakan golongan menengah.
Berikutnya Tau biasa golongan iye. Tau biasa inilah yang melaksanakan Mappenre Nanre (membawa saji-sajian).
Secara struktur sosial dan kelembagaan mereka tidak mengenal “ATA” (budak atau lapisan terendah).
Sementara untuk kepercayaan, Komunitas Tolotang mempercayai Dewata Seuwae sebagai Tuhan Mereka ( Tuhan yang satu).
Lalu mempercayai Sawerigading sebagai nabi mereka dan La Panaungi sebagai penerusnya.
Tolotang juga mempercayai lontara sebagai kitab suci.
Baca juga: Unibos Jajaki Kerja Sama Bidang Kedokteran dan Pariwisata dengan Qingdao University Tiongkok
Selain itu, komunitas ini juga empercayai bahwa akan ada hari akhirat dan hari kiamat (Asolangen Lino).
Uwatta juga dipercayai sebagai turunan Lapanaungi yang suci dan penyambung lidah pada Dewata Seuwae.
Prof Rusdi juga meneliti model komunikasi kepemimpinan Uwatta yang diterapkan menggunakan simbol 5 jari tangan.
Ibu jari tangan disimbolkan sebagai Uwatta, jari telunjuk disimbolkan pemimpin Formal.
Jari tengah disimbolkan sebagai Tokoh Masyarakat (Toma), Tokoh Agama (Toga), Tokoh Pemuda (Topa/Arung).
Lalu Jari manis disimbolkan sebagai orang kaya.
Serta Jari kelingking disimbolkan sebagai masyarakat Komunitas Tolotang ataupun masyarakat umum.
Kesimpulan dengan teori hegel pun dihasilkan dari penelitian ini.