TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muh Irfan menyampaikan dakwaan yang ditujukan ke politisi Partai Demokrat Syarifuddin Daeng Punna alias Sadap.
Sadap yang merupakan Caleg DPR RI Dapil Sulsel I diduga melakukan pelanggaran serius terkait kampanye politiknya.
Hal itu buntut membagi-bagikan tumpukan uang kepada masyarakat di Pantai Losari Makassar.
Dalam dakwaannya, Muh Irfan mengungkapkan bahwa Sadap diduga membagi-bagikan uang kepada masyarakat dengan jumlah sebesar Rp 50 ribu per orang.
Tidak hanya itu, Sadap juga diduga melakukan aksi kampanye yang melanggar aturan dengan mengajak masyarakat berfoto.
Lalu mengambil video bersama sambil memerintahkan untuk menyerukan agar dia dipilih dalam pencalegan pemilu.
Sadap sendiri diketahui Caleg DPR RI yang menempati nomor urut 4 di Partai Demokrat.
Pengakuan JPU, Sadap memerintahkan pengunjung untuk menyebutkan 'Appaka Baji'.
Appaka baji merupakan tagline dalam pencalegan Sadap.
"Dengan memperlihatkan angka 4 menggunakan jari. Ini merupakan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan undang-undang pemilu," kata Muh Irfan di hadapan hakim sidang.
Undang-undang Pemilu yang dimaksud tertuang pada pasal 280 ayat (1) huruf (j) UU 7/2017.
Sehingga, menurutnya perbuatan yang dilakukan Sadap merupakan pelanggaran yang serius terhadap aturan pemilihan umum.
Oleh karena itu, Sadap didakwa dengan pasal 523 ayat 1 juncto pasal 280 ayat 1 huruf j UU RI Nomor 7/2017 tentang pemilihan umum.
Kemudian, dakwaan subsider sebagaimana diatur dalam pasal 521 ayat (1).
Sidang perdana kasus dugaan money politik yang menyeret nama politisi Partai Demokrat Sulawesi Selatan, Syarifuddin Daeng Punna atau yang akrab disapa Sadap, menghadirkan tiga saksi.
Dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Bagir Manan Pengadilan Negeri Makassar pada Senin (25/3/2024), ketiga saksi memberikan kesaksian yang menguatkan dakwaan atas kasus politik uang.
Dua saksi yang dihadirkan langsung, yakni Burhan dan Yanti alias Mace.
Burhan merupakan saksi pelapor yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perak.
"Saya dari LSM Perak, kebetulan kami pemantau pemilu. Lembaga kami sudah bersertifikasi di Bawaslu," kata Burhan di hadapan tiga hakim sidang.
Dia melanjutkan, mereka melapor lantaran bagi-bagi uang yang diduga melanggar aturan Pemilu 2024.
Meskipun dia tidak hadir di lokasi kejadian, namun dia cukup meyakini atas laporannya.
Dengan mendapatkan bukti video saat Sadap membagikan uang utuh kepada pengunjung Pantai Losari Makassar.
Video itu pun diperlihatkan dalam sidang, termasuk para hakim melihatnya.
Sementara Yanti alias Mace sebagai penerima uang dalam dugaan praktik money politik yang dilakukan oleh Sadap.
Di hadapan hakim, Mace menerangkan bahwa tidak ada unsur politik uang yang ditujukan ke Sadap.
"Saya ada dilokasi dan diberi uang Rp50 ribu. Namun tidak ada pernyataan ajakan pilih Pak Sadap sebagai Caleg," katanya.
Adapun saksi lainnya yang bernama Sunarti memberikan kesaksian secara daring.
Meskipun tidak hadir di ruang sidang secara fisik, kesaksian Sunarti tetap menjadi bagian penting dalam memperkuat bukti-bukti dalam kasus tersebut.
Sidang perdana ini dipimpin oleh Ketua Hakim Majelis Hakim Angeliky Handajani.
Bantahan Syarifuddin Daeng Punna alias Sadap
Caleg DPR RI dari Partai Demokrat, Syarifuddin Daeng Punna aliad Sadap menjalani sidang pertama terkait dugaan money politik dalam Pemilu 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (25/3/2024).
Dengan didampingi sang istri, Syarifuddin tiba di PN Makassar sebelum pukul 09.00 Wita untuk menghadapi tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Berdasarkan Sistem Informasi Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Makassar, sidang tuntutan digelar pada pukul 09.00 Wita.
Namun rupanya sidang baru dimulai sekitar pukul 13.44 Wita.
Pantauan Tribun-Timur, ketika masuk ke ruang sidang, Sadap tampak tenang meskipun dihadapkan pada tuduhan serius yang melibatkan integritas demokrasi.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Angeliky Handajani Day dan didampingi dua hakim anggota.
Adapun Sadap dalam sidang pertamanya didampingi oleh tujuh penasehat hukum.
Di sisi lain, dua orang penuntut umum juga hadir untuk menyampaikan dakwaan terkait kasus dugaan money politik ini.
Selama sidang berlangsung, pihak pelapor dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Perak memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran yang dilaporkan.
Usai memberikan keterangan sebagai terdakwa, Sadap menganggap bahwa yang dilaporkan kepadanya adalah hal yang keliru.
Sebab, tidak adanya bukti konkret soal ajakan kepada masyarakat untuk memilihnya.
"Ada yang tidak benar karena mereka tidak melihat langsung. Tetapi namanya juga pelapor wajar-wajar saja," katanya.
Terkait dengan pernyataan dari dua saksi, Sadap mengaku sudah benar.
"Apa yang disampaikan saksi sudah benar karena memang saya tidak pernah keluarkan pernyataan mengajak untuk memilih saya," tambahnya.
Namun demikian, dalam memberikan keterangan di hadapan hakim, Sadap mengakui telah membagikan uang.
"Tetapi ini bukan money politics, saya cuma sedekah dan ini rutin saya lakukan," terangnya.
Sebelumnya diberitakan, Calon legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Demokrat, Syarifudin Daeng Punna ditetapkan tersangka oleh penyidik Satreskrim Polrestabes Makassar.
Caleg dari partai Demokrat itu ditetapkan tersangka setelah video aksi bagi-bagi duitnya di Pantai Losari, sebelum pencoblosan pada Februari lalu, viral di media sosial.
"Saat ini statusnya sudah tersangka, nanti hari Rabu mungkin kita lakukan tahap 1 lalu kita kirim berkas ke kejaksaan," kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Devi Sudjana saat ditemui wartawan, Minggu (10/3/2024) siang.
Penetapan tersangka itu, lanjut Devi berdasarkan dua alat bukti yang dianggap telah mencukupi.
"Inikan ada laporan juga. Laporan dari masyarakat, kemudian juga temuan Bawaslu sendiri, kemudian limpahan juga dari Bawaslu Provinsi, kemudian ada lima dari Bawaslu Pusat," ujar Devi.
"Jadi, ini sebenarnya ada empat pelapor untuk perkara ini. Jadi TKP-nya di Pantai Losari," sambungnya.
Adapun barang bukti yang menguatkan penyidik menetapkan Sadap (sapaan Syarifudin Daeng Punna) ada rekaman video.
"Barang buktinya itu berupa potongan video, uang dan saksi-saksi yang ada di TKP," ungkapnya.
Dalam kasus, itu kata Devi, pihaknya menerapkan Pasal 458 Undang-undang Pemilu.
"Saksi kita ada enam orang di TKP, kemudian ada ahli pidana dan ahli pidana pemilu," bebernya.