TRIBUN-TIMUR.COM - Pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, sejumlah elite PDIP hingga Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, kompak kritik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi 'diserang' gara-gara gencar bagi-bagi bantuan sosial (bansos) menjelang Pemilu 2024.
Menteri Sosial Tri Rismaharini tak dilibatkan dalam penyaluran bansos tersebut.
Jokowi gencar bagi bansos saat putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping, Prabowo Subianto.
Tak pelak, aksi Jokowi mengundang kritik dari sejumlah pihak.
Mulai dari pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, sejumlah elite PDIP, hingga Banggar Anggaran (Banggar) DPR RI.
Pembagian bansos tersebut ramai dikaitkan dengan pernyataan Jokowi tentang presiden boleh memihak dan kampanye di Pemilu 2024.
Anies-Muhaimin Minta Presiden Adil
Paslon nomor urut 1, Anies-Muhaimin turut berkomentar tentang aksi Jokowi menyalurkan bansos jelang bergulirnya Pemilu 2024.
Anies mengatakan, bansos seharusnya dibagikan sesuai jadwal, bukan disesuaikan dengan kalender politik.
Ditemui saat kampanye di Tegal, Jawa Tengah, Anies menyayangkan bansos yang digunakan sebagai alat kampanye.
"Kapan rakyat membutuhkan, di situ diberikan bansos. Ada jadwalnya. Jadwalnya sesuai kebutuhan rakyat bukan sesuai kebutuhan politik yang mau memberi," ujar Anies, dikutip dari Wartakotalive.com, Selasa (30/1/2024).
Kendati demikian, Anies yakin pilihan masyarakat tidak akan dipengaruhi oleh bansos.
Ia menyebut, masyarakat Indonesia akan tetap memilih sosok pemimpin yang membawa gagasan perubahan.
Pernyataan senada turut diungkap Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
"Kita harap presiden fair (adil), presiden benar-benar menggunakan bansos sebagai negarawan, bukan sebagai politisi. Kualat, Pak," ujar Cak Imin saat ditemui di Lapangan Pendawa Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Selasa.
PDIP Beri Kritik
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto juga melayangkan kritik kepada Jokowi.
Hasto merasa janggal karena Jokowi membagikan bansos tanpa melibatkan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
"Ibu Risma tidak diajak, termasuk di dalam kebijakan raskin sehingga beras untuk rakyat miskin yang dari Bulog kemudian muncul gambar pasangan 02 Prabowo-Gibran," kata Hasto di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2024).
Hasto menduga, Risma tidak dilibatkan karena merupakan menteri dari PDIP.
Karena itu, ia menyebut Jokowi telah melakukan penyalahgunaan serius demi ambisi politik.
"Ini penyalahgunaan politik bansos yang sangat serius, justru ini mencederai rakyat. Ini tidak sesuai dengan tata pemerintahan negara yang baik," kata Hasto.
Senada dengan Hasto, Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudyatmo turut menyayangkan aksi Jokowi gencar membagikan bansos jelang Pemilu 2024.
Hasto menyebut bansos bukanlah bantuan dari pejabat, melainkan dari negara.
“Rakyat itu diberi bansos pasti diterima namun di bilik siapa tahu. Ndak apa-apa,” ungkap Rudy, ditemui di Taman Sunan Jogo Kali, Selasa.
Mantan wali kota Solo itu lantas melayangkan sindiran untuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang ikut serta dalam kontestasi Pilpres 2024.
Ia menyebut, Gibran kini seolah melawan partai yang membesarkannya.
Sebagai informasi, Jokowi dan Gibran memulai karier politik dengan diusung oleh PDIP.
“Saya hanya menyampaikan mengingatkan. Merasa sudah punya rumah sendiri keluar dari rumah dan rumahnya mau diobrak-obrak bukan sifat manusia,” tandasnya.
Ketua Banggar DPR RI Heran pada Jokowi
Sementara itu, Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah mengaku khawatir bansos disalahgunakan menjadi alat politik.
Terlebih saat ini, Jokowi tidak melibatkan Kementerian Sosial (Kemensos) dalam pembagian bansos.
Ia cukup menyesalkan kementerian dan lembaga lain yang mengambil alih tugas Kemensos untuk membagikan bansos ke masyarakat.
Sementara, Kemensos sebagai ujung tombak penyaluran bansos yang memiliki data 18,8 juta penerima bansos tidak dilibatkan.
"Kalau kemudian lembaga-lembaga selain Kemensos itu menyebarkan bansos, apa dasar datanya? Sehingga publik patut curiga hal ini jadi alat politik, bukan alat menanggulangi kebijakan kemiskinan," ungkapnya. (*)