TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Perbincangan hangat jelang Pemilihan Presiden 2024 terus bergulir.
Termasuk dari meja Forum Dosen di Redaksi Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Rabu (27/12/2023).
Akademisi Syaiful Kasim mencurahkan pandangannya menatap pilpres 2024.
Syaiful menilik semangat perubahan yang terus digaungkan.
Hal ini menarik perhatian Syaiful untuk diperbincangkan.
Terkait seberapa jauh semangat perubahan bisa bertahan.
Apabila, sosok di balik terma Perubahan tersebut kalah dalam kontestasi politik.
Baca juga: Andi Suruji: 2 Faktor Bisa Benahi Ekonomi Indonesia ke Depan
"Sekarang saja, kalau bicara 2024 apakah bipolar antara perubahan atau tidak perubahan? Karena satu melanjutkan, satunya menyesuaikan," jelas Syaiful Kasim
"Pertanyaannya apakah semangat perubahan ketika kalah berimpact berapa persen ke kekuatan politik di indonesia," lanjutnya.
Menurutnya, demokrasi berjalan jika ada keseimbang.
Artinya, semangat perubahan tersebut mampu bertahan menjadi kekuatan politik diluar pemerintahan.
"Masih adakah kekuatan politik ketika (pihak) kalah memiliki semangat yang sama terkomodir kekuatan politik. Itu yang mengawal demokrasi, ekonomi dan proses berbangsa kita," katanya.
Kekhawatiran muncul dibenak Syaiful Kasim.
Baca juga: Kegelisahan Prof Heri Tahir Soal Hukum di Indonesia: Korupsi Menjamur, Hak Sipil Tak Terlindungi
Ia teringat tulisan Ibnu Khaldun soal runtuhnya peradaban pada usia 100 tahun.
Terlebih, Indonesia sudah hampir memasuki generasi ke empat.
"Ternyata jawaban singkat ibnu khaldu! penyebab runtunya peradaban generasi keempat karena meninggalkan krakter generasi awal. Apakah tipologi 'anak haram konstitusi' bukan merupakan etika yang tidak hadir di generasi pertama?," jelasnya.
Hal ini pun menjadi refleksi Syaiful Kasim mengawal kontestasi politik 2024 yang semakin dekat. (*)