2 Tahun Diresmikan Jokowi, Kejati Temukan Dugaan Tindak Pidana Proyek Bendungan Paselloreng Wajo

Penulis: Muslimin Emba
Editor: Ari Maryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat merilis capaian kinerja di kantornya, Jumat kemarin.

"28 Mei 2019 terbit Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian Nomor: SK.362/MENLHK/SETEN/PLA.0/5/2019 tentang perubahan kawasan Hutan menjadi bukan Hutan Kawasan Hutan seluas 91.337 Ha," terang Leonard.

"Perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 Ha dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 Ha di Provinsi Sulawesi Selatan," sambungnya.

Ia menyebutkan setelah dikeluarkan sebagai kawasan hutan dan mendengar bahwa dalam lokasi tersebut akan dibangun Bendungan Paselloreng, tiba-tiba ada oknum yang memerintahkan beberapa honorer di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) secara kolektif.

Sporadik itu sebanyak 246 bidang tanah, pada 15 April 2021.

Sporadik tersebut lalu diserahkan kepada masyarakat dan Kepala Desa Paselloreng dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani.

Sehingga dengan sporadik itu seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut, padahal diketahuinya bahwa tanah yang dimaksud adalah kawasan hutan.

"Sebanyak 246 bidang tanah kemudian dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian oleh satgas A dan Satgas B yang dibentuk dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum tersebut," bebernya. 

Dia mengatakan, berdasarkan foto citra satelit yang dikeluarkan pada Tahun 2015 oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), tampak bahwa eks kawasan hutan tersebut, pada Tahun 2015 masih merupakan kawasan hutan dan bukan merupakan tanah garapan sebagaimana klaim masyarakat.

"Dengan demikian lahan tersebut tidak termasuk dalam kategori sebagai lahan garapan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan," ungkapnya.

Setelah Satgas A dan Satgas B menyatakan 246 bidang tanah yang dimaksud telah memenuhi syarat untuk dilakukan pembayaran ganti kerugian, selanjutnya dituangkan dalam Daftar Nominatif Pengadaan Tanah Bendungan Paselloreng.

Lalu berikutnya diserahkan kepada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk dinilai baik harga tanahnya, tanaman, jenis serta jumlahnya. 

"Namun dalam pelaksanaannya KJPP yang ditunjuk hanya menilai harga tanah dan tidak melakukan verifikasi jenis dan jumlah tanaman tetapi hanya berdasarkan sampel," terangnya.

Berdasarkan hasil penilaian harga tanah dan tanaman tersebut, BBWS Pompengan kemudian meminta LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara) Kementerian Keuangan sebagai lembaga yang membiayai pengadaan tanah tersebut. 

LMAN melakukan pembayaran terhadap bidang tanah sebanyak 241 bidang tanah seLuas 70,958 Ha dengan total pembayaran sebesar Rp75.638.790.623.

"Karena 241 bidang tanah tersebut merupakan eks kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan atau tanah garapan, maka pembayaran 241 bidang tanah telah berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp75.638.790.623," tuturnya.

Halaman
123

Berita Terkini