Peran dan Identitas 2 Tersangka Baru Korupsi Tambang Pasir Laut Takalar yang Dijebloskan ke Penjara

Penulis: Muslimin Emba
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto dua tersangka baru korupsi tambang pasir laut Takalar, SYS dan AN saat dirilis Kejati Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (20/7/2023) malam.  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali menetapkan dua orang tersangka baru kasus korupsi tambang pasir laut Kabupaten Takalar.

Hingga kini, sudah ada lima total tersangka yang dijebloskan Kejati Sulsel ke Lapas Makassar dalam kasus tersebut. 

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), Kejati Sulsel, Yudi Triadi mengatakan, dua tersangka baru itu adalah mantan Direktur PT Banteng Laut Indonesia tahun 2020 berinisial AN (29).

Lalu kedua atau tersangka kelima adalah Mantan Direktur PT Alefu Karya Sejahtera sejak tahun 2020, berinisial SYS (50).

Kedua tersangka resmi mengenakan rompi warna merah jambu bertuliskan tahanan Kejati Sulsel setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

Keduanya yang berstatus tersangka pun digiring ke dalam mobil tahanan Kejari Makassar lalu dibawa ke Lapas Makassar.

"Hari ini kami telah menaikkan status dua orang saksi menjadi tersangka," kata Yudi Triadi saat merilis pengungkapan kasus itu di kantornya, Kamis (20/7/2023) malam.

Ia mengatakan, saat ini kedua tersangka langsung menjalani penahanan setelah diperiksa kesehatan oleh Tim Medis dari Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Baca juga: Diperiksa Kejati Dugaan Korupsi Tambang Pasir, Intip Kekayaan Syamsari Kitta Eks Bupati Takalar

"Setelah kita tetapkan sebagai tersangka dan dilakukan pemeriksaan kesehatan dan keduanya tidak terkena covid19 maka keduanya dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Lapas kelas 1A Makassar," ujarnya.

SYS dan AN ditetapkan tersangka kata dia karena dianggap turut serta atau bersama-sama dengan tiga tersangka lain yang kini berstatus terdakwa GM, JH, dan HB.

Modusnya, lanjut Yudi, kedua tersangka telah diberikan nilai pasar atau harga dasar pasir laut oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar (Terdakwa GM).

Hal itu, lanjut Yudi, sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan Kepala BPKD Kabupaten Takalar menggunakan nilai pasar atau harga dasar pasir laut sebesar Rp 7.500,-/M3 (tujuh ribu lima ratus rupiah per meter kubik).

Nilainya kata dia, bertentangan dan tidak sesuai dengan nilai pasar ayau harga dasar pasir laut.

Sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 1417/VI/TAHUN 2020 tanggal 05 Juni 2020 tentang Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Dan juga Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 09 a tahun 2017.

Pada tanggal 16 Mei 2017 tetang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, serta dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor 27 tahun 2020 tanggal 25 September 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, yang dalam peraturan-peraturan tersebut, nilai pasar / harga dasar laut telah ditetapkan sebesar Rp. 10.000,/M3 (sepuluh ribu rupiah per meter kubik). 

Penurunan nilai pasar pasir laut dalam SKPD yang diterbitkan oleh Terdakwa GM tidak terlepas dari peran dan kerja sama yang dilakukan oleh Mantan Kabid Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Takalar tahun 2020 yakni Terdakwa JM pada PT. Alefu Karya Makmur, dan Terdakwa HB pada PT. Banteng Luat Indoensia. 

Tersangka SYS dan AN masing- masing mewakili PT Alefu Karya Makmur dan PT Banteng Laut Indonesia telah turut serta dalam upaya penurunan nilai pasar pasir laut yang dilakukan oleh terdakwa GM dengan cara mengajukan surat permohonan keringanan pajak kepada Bupati Kabupaten Takalar.

Seolah-olah meminta agar dilakukan penurunan atau pemberian keringanan nilai pajak pasir laut.

"Namun isi dari surat tersebut ternyata meminta agar dilakukan penurunan nilai pasar pasir laut sebesar Rp 7.500,-/M2 (tujuh ribu lima ratus rupiah per meter kubik)," bebernya.

Dirinya menyebutkan sehingga dengan adanya penurunan harga nilai pasar pasir tersebut mengakibatksn kerugian keuangan negara Pemerintah Kabupaten Takalar sebesar Rp 7 miliar lebih. 

"Kerugian negara yang diperoleh berdasar hasil perhitungan kerugian sebesar Rp7 miliar lebih," sebutnya.


Lebih lanjut, Yudi mengatakan, dalam kasus ini tidak menutup kemungkinan tersangka tersebut akan terus bertambah setelah melihat nantinya hasil fakta persidangan nantinya. 

"Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya, tim akan terus bekerja kita menunggu saja," paparnya. 

Adapun kedua tersangka dijerat pasal Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.(*)



Berita Terkini