Unhas

Cara Hasanuddin Contact Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023

Penulis: Rudi Salam
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia oleh Hasanuddin Contact di Hotel Golden Tulip Makassar, Sabtu (3/6/2023). Konferensi pers ini membahas tentang tingginya angka perokok di Makassar.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -  Hasanuddin Center for Tobacco Control and NCD Prevention (Hasanuddin Contact), lembaga di bawah naungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar webinar, Sabtu (3/6/2023).

Acara yang dipusatkan di Hotel Golden Tulip Makassar mengangkat tema Good Food for a Good Life.

Webinar ini dilaksanakan untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023.

Diketahui, Hari Tanpa Tembaku Sedunia diperingari setiap 31 Mei 2023.

Tahun ini, Hari Tanpa Tembakau Sedunia mengusung tema We Need Food, Not Tobacco.

Direktur Hasanuddin Contact, Prof Alimin Maidin, memaparkan perokok anak di Indonesia cukup banyak.

Kondisi ini akan berdampak buruk pada kondisi negara, utamanya saat bonus demografi.

“Kita harapkan nanti di bonus demografi bisa-bisa menjadi beban negara, karena rokok akan merusak sendi-sendi kehidupan dengan merusak kecerdasan anak-anak,” katanya.

Prof Alimin juga menyoroti iklan rokok yang terbesar luas di berbagai daerah, termasuk di Makassar.

“Banyak iklan rokok, terutama di Makassar. Ada banyak peraturan tentang itu, tapi tidak ada dipeduli, dilanggar semua aturannya,” jelasnya.

Webinar ini menghadirkan narasumber dari SDGs Unhas Sudirman Nasir, Ahli Gizi & Entrepreneur Esti Nurwanti, MTCC Magelang Rochiyati Murniningsih, dan Peserta Ruang Bicara HC Robert Tangdilian.

Baca juga: Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Kaswadi Razak Larang Warga Soppeng Merokok

Baca juga: Perisai KMFIB Unhas Sukses Gelar PILOT 2023

Sudirman Nasir menjelaskan perilaku merokok memiliki dua masalah besar yang dapat menghambat capaian target SDG's di Indonesia.

“Secara struktural dalam hal kebijakan dan harga rokok yang murah dan kedua adalah secara kultural yaitu dalam hal persepsi tentang produk rokok itu sendiri.

“Oleh karena itu upaya di kedua faktor tersebut perlu diupayakan pada semua tingkat populasi,” jelas Sudirman.

Sementara itu, Esti Nurwanti mengatakan bahwa masalah pemenuhan gizi di Indonesia karena gaya hidup.

Juga kesadaran akan gizi seimbang dapat diperparah dengan kebiasaan merokok.

“Karena pengaruh rokok terhadap kejadian stunting,” ujarnya.(*)

Berita Terkini