Oleh: M Qasim Mathar
Cendekiawan Muslim/Pendiri Pesantren Matahari di Mangempang Maros
TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa pemimpin berasal dari kelompok-kelompok berbeda bersepakat untuk mengikatkan diri menjadi satu himpunan besar dan kuat.
Orang-orang yang menjadi anggota di kelompok-kelompok berbeda itu merasa berbangga karena pemimpin-pemimpin mereka telah bersatu dalam satu himpunan besar dan kuat.
Anggota dari kelompok-kelompok itu sudah lama bekerja dan mengabdi di dalam kelompok masing-masing.
Ada terselip harapan dari mereka bahwa jika kelak ada peluang baik yang tersedia, tentu merekalah yang akan diutamakan untuk mengisi peluang yang baik itu.
Alasannya sederhana, mereka sudah lama mengabdi bagi kepentingan kelompok; bahkan sebelum pemimpin mereka bersatu dalam satu himpunan.
Harapan itu mulai terganggu ketika ada orang baru diizinkan masuk ke dalam kelompok dan tak lama kemudian orang baru itu mendapatkan peluang yang baik mewakili kelompok.
Ada rasa tidak nyaman bagi anggota lama melihat keadaan itu. Namun, mereka tidak kuasa menolak karena pemimpin mereka sangat kuasa.
Mereka yang sangat dekat sekali pun kepada pemimpin tidak punya kuasa untuk berkata tidak setuju dengan keputusan sang pemimpin.
Agaknya, berpindah-pindah dari satu kelompok ke kelompok yang lain, dan yang mungkin berbeda, sudah menjadi perangai banyak orang.
Tujuannya terungkap, ketika yang pindah itu ternyata di kelompok yang baru ia memakai peluang yang baik, peluang itu tak diperolehnya sekiranya ia masih di kelompok asalnya, sebelumnya.
Perangai yang demikian sedikit atau banyak tentu mengganggu anggota yang sudah lama bekerja dan mengabdi di kelompok itu.
Sebagai kelompok-kelompok yang sudah bersepakat bersatu dalam satu himpunan, adalah amat wajar bila ada langkah penting dan strategis yang mau diambil, sebaiknya memberi tahu yang lain dalam himpunan itu.
Karena itu, jika ada pemimpin dalam himpunan itu mengambil langkah penting dan strategis tanpa setahu yang lain, itu boleh disebut curang.
Jika karena itu, anggota lain dalam satu himpunan itu menjadi sangat terganggu, lalu merasa ada yang "menggunting dalam lipatan", maka itu wajar saja.
Tapi efeknya adalah terjadi keguncangan pada himpunan tersebut.
Langkah penting dan strategis yang diambil secara sepihak, tidak hanya membuat himpunan itu retak atau pecah, tapi keretakan dan perpecahannya telah menimbulkan kegaduhan juga di lingkungan luar himpunan itu.
Ada iklim saling menyerang. Timbul suasana tidak saling percaya. Aib satu pihak dibeberkan oleh pihak yang lain. Lingkungan diliputi oleh nafsu menyerang pihak lain. Aroma aib memenuhi udara kehidupan.
Suara kebenaran ditenggelamkan oleh gemuruh dan gema hoax di semua dinding kehidupan.
Para pemimpin yang tadinya bersetia kawan di satu himpunan, kini bagai makhluk liar yang siap saling menerkam. Rasa mengutuk dan kemarahan mustahil disembunyikan oleh perangai saling membongkar aib. Yang lebih banyak hoaxnya.
Bukan Tuhan yang mesti hadir ke tengah mereka. Tapi, merekalah, para pemimpin itu yang mesti menghadirkan diri mereka sebagai manusia.
Bukan makhluk lain. Bukan malaikat, bukan jin, bukan setan, bukan pula iblis.
Hanya para pemimpin itu yang bisa memutar kekacauan ini kembali kepada satu himpunan yang damai, jujur dan sejahtera.
Saling menahan diri dan saling menutup aib. "Kamulah wahai manusia dan pemimpinnya yang harus melakukan itu semua. Bukan Tuhan!"BUKAN TUHAN!
Beberapa pemimpin yang berasal dari kelompok-kelompok yang berbeda bersepakat untuk mengikatkan diri menjadi satu himpunan yang besar dan kuat.
Orang-orang yang menjadi anggota di kelompok-kelompok yang berbeda itu merasa berbangga karena pemimpin-pemimpin mereka telah bersatu dalam satu himpunan yang besar dan kuat.
Anggota dari kelompok-kelompok itu sudah lama bekerja dan mengabdi di dalam kelompok masing-masing.
Ada terselip harapan dari mereka bahwa jika kelak ada peluang baik yang tersedia, tentu merekalah yang akan diutamakan untuk mengisi peluang yang baik itu.
Alasannya sederhana, mereka sudah lama mengabdi bagi kepentingan kelompok; bahkan sebelum pemimpin mereka bersatu dalam satu himpunan.
Harapan itu mulai terganggu ketika ada orang baru diizinkan masuk ke dalam kelompok dan tak lama kemudian orang baru itu mendapatkan peluang yang baik mewakili kelompok.
Ada rasa tidak nyaman bagi anggota lama melihat keadaan itu. Namun, mereka tidak kuasa menolak karena pemimpin mereka sangat kuasa.
Mereka yang sangat dekat sekali pun kepada pemimpin tidak punya kuasa untuk berkata tidak setuju dengan keputusan sang pemimpin.
Agaknya, berpindah-pindah dari satu kelompok ke kelompok yang lain, dan yang mungkin berbeda, sudah menjadi perangai banyak orang.
Tujuannya terungkap, ketika yang pindah itu ternyata di kelompok yang baru ia memakai peluang yang baik, yang peluang itu tak diperolehnya sekiranya ia masih di kelompok asalnya, sebelumnya.
Perangai yang demikian sedikit atau banyak tentu mengganggu anggota yang sudah lama bekerja dan mengabdi di kelompok itu.
Sebagai kelompok-kelompok yang sudah bersepakat bersatu dalam satu himpunan, adalah amat wajar bila ada langkah penting dan strategis yang mau diambil, sebaiknya memberi tahu yang lain dalam himpunan itu.
Karena itu, jika ada pemimpin dalam himpunan itu mengambil langkah penting dan strategis tanpa setahu yang lain, itu boleh disebut curang.
Jika karena itu, anggota lain dalam satu himpunan itu menjadi sangat terganggu, lalu merasa ada yang "menggunting dalam lipatan", maka itu wajar saja.
Tapi efeknya adalah terjadi keguncangan pada himpunan tersebut.
Langkah penting dan strategis yang diambil secara sepihak, tidak hanya membuat himpunan itu retak atau pecah, tapi keretakan dan perpecahannya telah menimbulkan kegaduhan juga di lingkungan luar himpunan itu.
Ada iklim saling menyerang. Timbul suasana tidak saling percaya. Aib satu pihak dibeberkan oleh pihak yang lain. Lingkungan diliputi oleh nafsu menyerang pihak lain. Aroma aib memenuhi udara kehidupan.
Suara kebenaran ditenggelamkan oleh gemuruh dan gema hoax di semua dinding kehidupan.
Para pemimpin yang tadinya bersetia kawan di satu himpunan, kini bagai makhluk liar yang siap saling menerkam. Rasa mengutuk dan kemarahan mustahil disembunyikan oleh perangai saling membongkar aib. Yang lebih banyak hoaxnya.
Bukan Tuhan yang mesti hadir ke tengah mereka. Tapi, merekalah, para pemimpin itu yang mesti menghadirkan diri mereka sebagai manusia.
Bukan makhluk lain. Bukan malaikat, bukan jin, bukan setan, bukan pula iblis.
Hanya para pemimpin itu yang bisa memutar kekacauan ini kembali kepada satu himpunan yang damai, jujur dan sejahtera. Saling menahan diri dan saling menutup aib.
"Kamulah wahai manusia dan pemimpinnya yang harus melakukan itu semua. Bukan Tuhan!. (*)