Oleh: M Qasim Mathar
Pendiri Pesantren Matahari di Moncongloe, Maros
TRIBUN-TIMUR.COM - Ma'had Al-Zaytun atau Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun sebuah Ponpes di desa Mekar Jaya, kecamatan Gantar, kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Pesantren ini usaha dari Yayasan Pesantren Indonesia (YPI), yang memulai pembangunannya pada 13 Agustus 1996.
Pembukaan awal pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 1999 dan peresmian secara umum dilakukan pada 27 Agustus 1999 oleh Presiden RI ke-3, Prof Ing BJ Habibie.
Pimpinan pesantren ini ialah Prof Dr (H.C.) Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang MP adalah alumni Pondok Pesantren Gontor".
Akhir-akhir ini Ma'had Al-Zaytun ramai diperbincangkan, gegara pada salat Idulfitri yang lalu, ikut salat di saf depan seorang perempuan.
Sebuah judul berita di medsos tertulis, “Tak Terbantahkan! Ketua MUI Beberkan 3 Fakta Kesesatan Ponpes Al Zaytun Indramayu, Masih Mau Mengelak?"
“Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis ungkap fakta Ponpes Al-Zaytun terindikasi menyimpang dan menganut ajaran sesat,” lanjut berita itu.
Berita lain menyebut bahwa Pimpinan Ponpes Al-Zaytun Panji Gumilang, tak terima dinasehati Ustaz Adi Hidayat. Panji bilang “Kamu 'Rijal', kami juga 'Rijal'. 'Kamu ulama, kami juga ulama', kira-kira begitu arti kata 'Rijal'.
Prof Sofyan Salam, gurubesar UNM menuturkan bahwa, putranya lulusan SMP dan SMA Al-Zaytun. Menantunya juga lulusan Al-Zaytun.
Keduanya berperilaku keagamaan normal-normal saja. Tidak ada yang aneh-aneh. Demikian pula dengan teman-temannya yang lain yang juga lulusan Al-Zaytun, tutur Prof. Sofyan.
"Kurikulum pendidikan di Al-Zaytun, sama saja dengan sekolah lainnya. Plus berbagai program pengayaan seperti keterampilan IT". "Berkali-kali saya ke Al-Zaytun, saat putra saya sekolah di sana, juga tidak menemukan hal-hal aneh", katanya lagi.
Dan, "bahwa Panji Gumilang, pemimpin Al-Zaytun, punya ide-ide keagamaan yang tidak lazim, itu hal lain...."
Biasanya kegaduhan semacam itu, terjadi sejak dahulu, menjelang penerimaan siswa/mahasiswa baru.
Prof Sofyan meneruskan: "Sebagai lembaga pendidikan, Al-Zaytun memang memiliki ide2 yg visioner. Kampusnya yang 1200 ha, terdisain dengan baik.
Tidak ada kabel listrik yang mengacaukan pemandangan. Semua ditanam.
Setiap kamar santri berpenghuni 7 orang dilengkapi dengan 3 kamar mandi agar santri tidak saling berebut terutama untuk mengejar salat subuh.
Pada asrama berlantai 5, justru anak yang bertubuh tidak kokoh ditempatkan di lantai 5 supaya setiap hari ia dapat bolak balik mendaki tangga. Tersedia hotel berbintang di dalam kampus dan masjidnya berlantai 5.
Saya hanya mau tahu. Setelah sekian lama tanpa berita, kini Pesantren Al-Zaytun Jabar muncul kembali dalam wacana publik. Ada apa sebenarnya, apa masalahnya?
Saya hanya tahu Zaytun adalah pesantren yang sudah mapan. Infrastrukturnya sangat oke. Proses pendidikannya berjalan lancar. Interaksi dengan lingkungannya juga baik. Jangan-jangan kecemburuanlah yg memicu munculnya wacana tentag Al-Zaytun?
Terima kasih, sahabatku, Prof Sofyan.
Ponakan saya, kini sudah dokter, adalah alumni Al-Zaytun. Saya juga tidak melihat sesuatu yang aneh pada keberislaman ponakan yang alumni Al-Zaytun itu.
Saya mengira, itu soal persaingan bisnis santri/siswa baru dan kecemburuan sosial ekonomi, lalu perbedaan paham/fikhi yang ditonjolkan.
Yang berbahaya jika lembaga keagamaan seperti MUI mau menyatuseragamkan tafsir dan corak fikhi umat Islam.
Yang mestinya ditumbuhkan ialah mendorong lembaga-lembaga umat yang sudah mapan untuk saling mendukung membangun peradaban bangsa di tengah perbedaan tafsir dan fikhi umat!
Ponpes Matahari Maros. (*)