Opini

Dosa Sekuler

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof M Qasim Mathar

Oleh: M Qasim Mathar
Cendekiawan Muslim

TRIBUN-TIMUR.COM - "Dosa adalah suatu istilah yang terutama digunakan dalam konteks agama untuk menjelaskan tindakan yang melanggar norma atau aturan yang telah ditetapkan Tuhan atau Wahyu Illahi".

Jadi, menurut pengertian ini, dosa lebih pada konteks agama.

Mungkin karena pengertian demikian, orang merasa bukan dosa jika yang dilanggar adalah norma dan aturan bukan agama.

Misalnya, melanggar norma dan aturan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tidak disebut sebagai dosa.

Al-Quran menyebut dosa dalam beberapa istilah, di antaranya ialah: "dzanbun", "khathi'ah", "itsmun", "junahun", dan "jurmun". Istilah-istilah ini dan yang sesinonim dengan itu, sama-sama memberi arti pelanggaran yang bersifat dosa.

"Dzanbun" maknanya adalah dosa dalam konteks melawan atau menentang Allah.

"Khathî’ah" digunakan untuk menyatakan dosa sebagai akibat dari suatu kesalahan yang dilakukan dengan sengaja atau karena lupa. Kata "itsmun" yang berarti dosa digunakan dalam Alquran dalam konteks yang beragam.

Salah satunya adalah perbuatan melawan Allah dan Rasul-Nya, menolak kebenaran dan kitab-kitab-Nya.

"Junâh" mengandung makna dosa ketika pilihan yang melanggar agama dipilih dari dua pilihan: baik atau buruk, manfaat atau mudarat, taat atau maksiat.

Adapun kata "jurmun" yang disinonimkan dengan kata "dzanbun", Al-Qur`an memakai kata itu untuk menggambarkan para pelaku dosa, bukan jenis-jenis dosa sebagaimana diungkapkan dalam kata "itsmun".

Kata "jurmun" digunakan untuk menjelaskan ancaman siksa yang diterima oleh pelaku dosa tersebut.

Bagi pengikut agama, apalagi yang memiliki kitab suci diyakini sebagai diwahyukan dari Tuhan, karena percaya, menjadikan agama (kitab sucinya) sebagai pedoman bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat.

Kepercayaan yang demikian memudahkan mereka untuk memandang bahwa pelanggaran terhadap norma dan aturan dibuat oleh manusia, sesungguhnya adalah juga dosa, seperti dosa yang dimaksud oleh agama, yang jika tidak termaafkan atau terampunkan berakibat pelakunya masuk ke neraka.

Ambil saja contoh, yakni kebiasaan menerobos lampu merah di jalan raya.

Yang gemar melanggar lampu merah mungkin merasa itu bukan dosa.

Maka, kegemaran melanggar itu akan terus dilakukan.

Sementara itu, ada juga orang yang tidak akan melanggar dengan menerobos lampu merah, meskipun kedisiplinan itu tidak berasal dari petunjuk agama, melainkan dari bimbingan akal sehat (rasionalitas).

Jika menjaga pikiran agar tetap sehat tidak bertentangan, bahkan sejalan dengan, atau diperintahkan oleh agama, maka sesungguhnya bersikap irrasional tidak salah kalau disebut sebagai dosa.

Sehingga, membuang sampah sembarangan, mubazzir seperti membiarkan listrik dan AC menyala tanpa dipakai, dan lain-lain, - yang bisa saja hal itu dianggap remeh - adalah contoh dosa yang tidak merupakan perintah langsung dari teks agama.

Maka, bangsa yang bersikap rasional ialah mengurangi berlangsungnya dosa-dosa di dalam kehidupan mereka.

Mungkin setelah direnungkan sedalam-dalamnya, kita akan berpendapat bahwa lawan kata-kata dosa yang dipakai oleh Alquran sebagai sudah disebut di awal tulisan ini, ternyata bisa diwujudkan bangsa yang menjaga rasionalitas, dalam sikap atau perbuatan yang sekuler: tidak melanggar norma dan aturan atas dasar pertimbangan rasional sekuler!?(*)

Berita Terkini