Bincang Kota

DP3A Makassar Catat 332 Anak Alami Kekerasan Selama 2022

Penulis: Siti Aminah
Editor: Saldy Irawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar, Sulfiani Karim saat menjadi narasumber dalam program Bincang Kota Tribun Timur. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar mencatat 332 anak di Makassar alami kasus kekerasan selama 2022.

Hal tersebut diungkap oleh Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar, Sulfiani Karim saat menjadi narasumber dalam program Bincang Kota Tribun Timur. 

Bincang Kota kali ini mengangkat tema 'Jagai Anakta' Waspada Kejahatan'.

Program ini ditayangkan lewat YouTube dan Facebook Tribun Timur, Kamis (12/1/2023) pukul 11.00 WITA.

Sulfiani menjelaskan, berbagai macam kekerasan terjadi pada anak periode Januari hingga Desember 2022.

Mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, hingga eksploitasi.

"Ini cukup besar, kalau kekerasan terhadap orang dewasa hanya skitar 80," ungkapnya.

Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa anak selalu saja menjadi korban kekerasan, padahal anak harusnya dilindungi.

Ia menduga, salah satu sebabnya karena pola asuh orang tua terhadap anak yang salah.

Penyebab tingginnya kasus kekerasan terhadap anak biasanya didasari dari tidak terpenuhinya hak anak.

Pernikahan dini juga menjadi salah satu bentuk kekerasan terhadap anak.

Ada banyak orang tua yang memaksakan kehendak untuk menikahkan anaknya karena ingin cepat lepas tanggung jawab.

Padahal anak belum siap untuk menjalani fase pernikahan.

Pernikahan dini juga dipicu karena pergaulan bebas.

"Banyak kejadian pernikahan dini, anak gendong anak, jadi masih anak-anak sudah menikah. Ini faktornya pergaulan bebas, keinginan orang tua yang ingin menikahkan anaknya karena orang tua  ingin melepas tanggung jawab," ulasnya.

Kenapa sampai terjadi anak salah didik sampai perceraian karena mereka masih muda, belum siap secara mental untuk jadi orang tua.

"Mereka masih mau bermain, dari segi organ reproduksi juga belum matang, sehingga anak yang menikah muda biasanya mudah bercerai juga," pungkasnya. (*)

Berita Terkini