TRIBUN-TIMUR.COM – Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) yang merupakan organisasi nirlaba bagian dari Grup GoTo bersama changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) meluncurkan proyek Makassar Je’ne Tallasa dengan mengusung tema “Mariki’ Wujudkan Masyarakat Sehat dengan Air Bersih”.
Demi mencapai tujuan tersebut, proyek gotong royong ini menerapkan teknologi inovatif yang mengolah air hujan menjadi air minum dipadu dengan edukasi yang membangun kemandirian masyarakat Tallo.
Sebagai informasi, Kecamatan Tallo merupakan satu dari lima kecamatan yang mengalami krisis air bersih di Makassar pada 2021. Para changemakers dari Celebes Green Project, Terra Water, dan Kopernik mengidentifikasi kerugian warga Tallo yang diakibatkan krisis ini.
Demi air gratis, waktu harus rela terbuang dan kesehatan pun dipertaruhkan. Warga perlu menempuh jarak hingga satu kilometer untuk menuju sumber air komunal dan mengantre selama 2-3 jam untuk mendapatkan air yang tidak layak.
Sedangkan untuk mendapatkan air bersih, warga diharuskan membeli air dari depot dan merogoh kocek yang tidak sedikit, yakni sebesar Rp 300.000 per bulan.
Chairperson YABB Monica Oudang mengatakan, permasalahan krisis air bersih di Tallo begitu mengganggu perekonomian, kesehatan, dan kehidupan sosial masyarakat, sehingga dibutuhkan solusi yang tepat.
“Sejalan dengan komitmen CCE untuk mewujudkan solusi yang sistematik dalam menangani permasalahan air di Indonesia, YABB dan changemakers hadir untuk mewujudkan akses air bersih melalui kolaborasi, teknologi, dan edukasi,” ujar Monica dalam keterangan pers yang diterima tribun-timur.com, Kamis (1/12/2022).
Menanggapi permasalahan tersebut, Wali Kota (Walkot) Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mengapresiasi sumbangsih serta solusi berbasis ekosistem untuk mengubah air hujan jadi berkah yang dilakukan oleh YABB dan changemakers.
“Air sebagai penentu derajat kesehatan, tapi juga menjadi permasalahan dunia termasuk di Tallo. Apalagi dipengaruhi oleh cuaca yang ekstrim. Di musim kemarau, Tallo mengalami kekeringan dan masyarakat harus mengantri air lebih lama dan membeli dengan harga lebih mahal.
“Sedangkan ketika musim hujan, air hujan, dan luapan muara sungai menjadi mubazir karena hanya membanjiri sebagian area Tallo tanpa dimanfaatkan,” ujar Ramdhan.
Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Kota Makassar Beni Iskandar mengatakan, penyebab dari permasalahan air bersih adalah jaringan perpipaan yang tidak merata, sehingga pelayanan di Tallo kurang maksimal serta pasoka air tanah yang tidak stabil dan berkualitas buruk.
“Saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar melalui Perumda Air Minum Kota Makassar masih terus memperbanyak program air bersih gratis dengan menyediakan armada tangki air bersih sebagai solusi jangka pendek di beberapa area prioritas. Kami pun berterima kasih atas kolaborasi di proyek ini yang bersatu mendukung pemerintah,” ujar Beni.
Untuk mengatasi permasalahan air di Kecamatan Tallo, Perwakilan Changemaker Makassar Je’ne Tallasa Indah Febriany mengatakan, YABB dan para changemakers menghadirkan tiga solusi utama yang memadukan teknologi dengan edukasi agar menghasilkan dampak nyata yang berkelanjutan.
“Kami berkolaborasi dengan Tametotto untuk menerapkan teknologi pemanenan air hujan (PAH) bawah tanah dengan kapasitas besar, yaitu 160.500 liter. Alhasil, saat teknologi ini bekerja dengan kapasitas penuh, pasokan air bersih diestimasi bisa mencukupi 100 keluarga per hari,” ujar Indah.
Teknologi yang dibangun di area sekitar Kompleks Makam Raja-raja Tallo, lanjut Indah, dinilai mampu mengurangi genangan air akibat curah hujan tinggi maupun luapan muara sungai di daerah padat penduduk dengan resapan air yang minim.
“Dengan jarak hanya 100 meter dari pemukiman, sumber air ini juga mampu menghemat waktu para perempuan dan anak-anak yang mengambil air setiap hari. Hal ini bisa memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan produktif, seperti aktivitas ekonomi dan pendidikan,” jelas Indah.
Selanjutnya, Indah menambahkan, solusi kedua yang akan dilakukan adalah dengan pembangunan teknologi filtrasi air menggunakan pot keramik lokal Terra Water.
“Teknologi penyaringan air ini akan membantu 100 rumah tangga dan 37 sekolah dalam mengurangi risiko terjangkit penyakit yang disebabkan oleh air minum tidak layak konsumsi, seperti diare dan tifus,” ucap Indah.
Bersama dengan changemakers, kata Indah, infrastruktur teknologi tidak bisa berdiri sendiri. Maka dari itu, solusi ketiga yang dijalankan adalah edukasi dan kampanye tentang air, sanitasi, dan kebersihan, serta pemeliharaan sistem pengolahan air bersih.
“Edukasi ini menyasar tokoh masyarakat, keluarga, dan sekolah di wilayah tersebut. Kami berharap edukasi ini akan meningkatkan pemahaman serta mengubah perilaku masyarakat mengenai pentingnya menggunakan air bersih dan konsumsi air minum aman dan bagaimana bertanggung jawab dalam menjaga kualitas air,” kata Indah.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Rekayasa Sumber Daya Air Universitas Hasanuddin Rita Tahir Lopa mengatakan, proyek pengelolaan sumber daya air ini diharapkan mampu mengurai isu kekeringan, banjir, dan kualitas air yang kompleks dan mendesak.
“Kecamatan berpenghuni 148.228 jiwa ini dilalui Sungai Tallo yang merupakan salah satu sumber pasokan air Kota Makassar. Namun, kecamatan ini memiliki kelurahan dengan potensi kekeringan terbanyak di Makassar, terutama saat kemarau. Hal ini jelas memperlihatkan adanya kebutuhan akan solusi yang tepat,” ujar Rita.
Dengan dukungan dari Pemkot Makassar, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi Selatan (Sulsel), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, Universitas Hasanuddin, serta komunitas lokal, YABB berharap proyek ini bisa meningkatkan perekonomian, kesehatan, dan kehidupan sosial masyarakat Tallo.
“Kami juga ingin mengembangkan potensi Tallo untuk menjadi desa wisata, khususnya kawasan tepi laut dan cagar budaya Kompleks Makam Raja-raja Tallo,” kata Monica.