TRIBUN-TIMUR.COM - Bos MNC Group Group Hary Tanoesoedibjo tak terima dengan upaya pemerintah mematikan TV analog pada 3 November 2022.
Dirinya yang memiliki siaran TV RCTI, MNCTV, INews, GTV akan membawa hal tersebut ke jalur hukum.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD yang memutuskan Izin Siaran Radio (ISR) seluruh siaran di bawah MNC Group lantaran dianggap tidak mematuhi aturan.
Meski begitu, MNC Group tetap mematikan siaran TV analog di Jabodetabek pada 3 November pukul 00:00 WIB.
Tak hanya MNC Group, pemerintah juga mencabut TV One dan Cahaya TV karena dianggap melanggar.
Dilansir dari akun Instagram @hary.tanoesoedibjo, menurut Hary Tanoesoedibjo meski tetap taat hukum.
Ia meminta kepastian hukum dan kepentingan masyarakat luas, dengan mengajukan tuntutan secara perdata dan/atau pidana sesuai hukum yang berlaku.
Menurut Hary, kebijakan pemerintah mematikan siaran TV analog tidak adil.
Hal ini dikarenakan kebijakannya tak serentak, lantaran di luar Jabodetabek masih diperkenankan mengudara.
MNC Group menyadari, tindakan mematikan siaran dengan sistem Analog ini sangat merugikan masyarakat Jabodetabek.
Diperkirakan 60 persen masyarakat di Jabodetabek tidak bisa lagi menikmati tayangan televisi secara analog di wilayah Jabodetabek.
Kecuali dengan membeli Set Top Box atau mengganti televisi digital atau berlangganan tv parabola.
Tetapi sekali lagi dikarenakan adanya permintaan dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Bapak Mahfud MD, maka kami akan tunduk dan taat.
Alasan Ganti ke TV Digital
Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa masyarakat didorong untk beralih ke TV Digital.
1. Video dan audio lebih berkualitas
Seperti disebutkan sebelumnya, video dan audio TV Digital lebih baik dibanding TV Analog.
Di TV Digital, masyarakat tidak akan menemui gangguan sebagaimana ketika menonton siaran TV Analog, seperti gambar berbayang atau layar "menyemut".
2. Gratis
Sama seperti siaran TV analog, siaran TV digital juga bisa didapatkan atau ditonton secara gratis oleh masyarakat.
Dengan kata lain, masyarakat tetap dapat menonton tayangan TV seperti sebelum beralih ke TV digital tanpa biaya khusus.
Sebab, menurut Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika, Geryantika Kurnia, migrasi TV analog ke TV digital sama-sama menggunakan pemancar sinyal yang Free to Air (FTA).
Yang membedakan adalah kualitas gambar siaran digital yang lebih jernih serta jumlah channel yang lebih banyak.
3. Jumlah channel lebih banyak
TV Digital menawarkan program siaran yang lebih banyak dan berkualitas.
Masyarakat bisa mendapatkan hingga puluhan channel di TV Digital.
Menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo, Usman Kansong, setiap frekuensi bisa memuat 6-12 siaran TV digital.
Menurut Usman, dengan banyaknya pilihan lembaga penyiaran, kemungkinan program yang ditawarkan juga lebih berkualitas.
4. Tidak perlu beli TV baru
Masyarakat tidak perlu membeli televisi baru untuk menikmati siaran TV Digital.
Televisi lama yang digunakan untuk menikmati siaran TV Analog, masih bisa digunakan dengan tambahan perangkat set top box (STB).
STB adalah dekoder yang mampu menangkap sinyal TV digital agar bisa tampil di TV analog.
Beberapa smart TV yang beredar memang secara langsung mendukung siaran TV digital tanpa alat tambahan.
Namun, masih ada smart TV yang belum mendukung siaran digital.
Dengan demikian, masyarakat perlu memeriksa dukungan tersebut.
Untuk memeriksa apakah smart TV Anda masih analog atau sudah digital, simak cara dalam tautan ini.
Kemenkominfo sendiri sudah menyediakan bantuan STB gratis untuk masyarakat miskin.
Sementara itu masyarakat non-miskin dapat melakukan pembelian STB secara mandiri.
Bagi masyarakat yang masuk kategori Rumah Tangga Miskin tapi belum mendapat STB, bisa mengecek di tautan berikut untuk pengajuan mandiri.
5. Internet Indonesia berpotensi lebih cepat
Siaran TV Analog selama ini menggunakan frekuensi 700 MHz.
Apabila siaran TV Analog dipadamkan sepenuhnya, frekuensi itu bisa dialihfungsikan untuk menggelar jaringan 5G.
Walhasil, internet di Indonesia berpeluang lebih cepat ke depannya.
Menurut Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi, penggunaan frekuensi 700 MHz untuk menggelar layanan 5G di Indonesia ini bukan tanpa alasan.
"Sebab, pita frekuensi 700 MHz ini memiliki karakteristik yang dibutuhkan untuk pemerataan internet di area rural (desa) atau remote area karena jangkauannya yang relatif luas," kata Dedy.
Selain itu, jangkauan pita frekuensi 700 MHz juga dinilai cocok untuk memperbaiki kualitas sinyal indoor (di dalam gedung) di daerah perkotaan yang memiliki banyak gedung bertingkat.
Pita frekuensi 700 MHz memang menjadi salah satu dari tiga layer spektrum yang disiapkan pemerintah untuk menggelar 5G di Indonesia.