Opini Tribun Timur

Jika Seorang Dokter Diberhentikan, Apa yang Harus Dilakukan?

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr dr Ampera Matippanna MH, Bidang pengembangan dan Inovasi Kediklatan Badan Pengembangan SDM Provinsi Sulawasi Selatan

Oleh: Dr dr Ampera Matippanna MH

Bidang pengembangan dan Inovasi Kediklatan Badan Pengembangan SDM Provinsi Sulawasi Selatan

Setiap organisasi profesi memiliki aturan main tersendiri dalam hal pembinaan dan pengembangan karier anggota profesinya.

Hal tersebut biasa diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi profesi tersebut yang memuat hak dan kewajiban para anggota profesi dan termasuk sanksi atau hukuman bagi para anggota yang lalai memenuhi kewajibannya.

Sanksi itu sendiri pada dasarnya adalah adalah suatu tindakan paksa terhadap seseorang agar dapat menepati kewajiban-kewajiban terkait dengan kode etik profesi atau kewajiban hukum menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pada prinsipnya terdapat dua hal pokok dalam penjatuhan sanksi terhadap anggota organisasi profesi.

Yaitu untuk memberikan efek jera terhadap orang yang melanggar agar tidak mengulangi lagi perbuatannya yang tidak sejalan dengan aturan-aturan organisasi.

Untuk menjadi pembelajaran bagi anggota lainnya agar tidak melakukan hal yang sama karena aka nada sanksi yang siap menanti untuk setiap perbuatan yang melanggar ketentuan atau peraturan organisasi atau perbuatan melanggar hukum lainnya.

Agar seorang anggota profesi dapat dengan bebas mengembangkan profesinya maka tidak ada pilihan lain selain patuh dan taat terhadap kode etik profesi yang merupakan kristalisasi nilai-nilai etik dan moral yang tinggi , yang menjadi pedoman dalam bersikap dan bertindak secara profesional.

Dengan demikian kode etik profesi dianggap sebagai kompas yang menunjukkan arah yang benar bagi para anggota profesi tersebut dalam bertindak dan berperilaku.

Kode etik profesi membuat ketentuan-ketentuan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pelaksanaan kode etik profesi sesungguh bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas moral para anggota organisasi profesi.

Mempertahankan dan meningkatkan kualitas kompetensi profesional anggota profesi , mempertahan dan melindungi kesejahteraan anggota profesi.

Demikian halnya dengan profesi dokter wajib patuh terhadap kode etik kedokteran yang berlaku sebagai pedoman berperilaku dalam menjalankan praktek kedokteran yang luhur dengan cara-cara yang bermartabat.

Dengan mengedepankan aspek kemanusiaan sebagai fokus pengabdian dan pengembangan profesi baik terhadap pasien, teman sejawat dan termasuk diri sendiri.

Hal tersebut sesuai dengan lafal sumpah dokter yang diikrarkan dengan mengatas namakan Tuhan Yang Maha Esa dan bukan kepada manusia atau kepada penguasa.

Sakralitas dari sumpah dokter menjadikan seorang dokter seolah-olah menjadi manusia yang sempurna dalam pelaksanaan tugas profesinya. Betapa tidak, dalam sumpahnya seorang dokter mengucapkan ikrar.

Antara lain: Demi Allah saya bersumpah, bahwa : Saya akan membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan; Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.

Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran; saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.

Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.

Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya dan Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.

Pada pelanggaran kode etik profesi sanksi terberat bagi anggota profesi adalah pemberhentian secara permanen dalam keanggotaan organisasi.

Tentunya atas dasar pelanggaran berat terhadap kode etik organisasi dan atau sanksi hukum atas pelanggaran etik yang berkaitan dengan pelanggaran hukum baik hukum administrasi, perdata ataupun pidana.

Pada umumnya penjatuhan sanksi pemberhentian dalam keanggotaan melalui siding etik pelanggaran profesi menurut tatacara yang diatur oleh masing-masing organisasi profesi.

Beberapa prinsip peradilan yang berlaku dilapangan hukum yaitu antara lain: tidak membeda-bedakan orang ( asas equality before the law), tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (asas persumtion of innocent).

Kesalahan sipelaku harus berdasarkan bukti yang sah dan berdasarkan atas keyakinan hakim.

Pejabat kehakiman dalam memutus bersalah dan menjatuhkan sanksi harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut serta pasal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Dalam memutus suatu perkara pejabat kehakiman wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Peradilan pada umumnya memberikan upaya hukum banding terhadap suatu putusan bagi para pencari keadilan kecuali dinyatakan lain menurut ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah putusan pemberhentian keanggotaan dalam suatu organisasi profesi yang nota bene adalah peradilan internal organisasi?.

Atau apakah apakah putusan pemberhentian keanggotaan dalam suatu organisasi tidak dapat dibawah keranah hukum?.

Jika kita memperhatikan dalam rumusan Undang-Undang Keormasan , maka organisasi profesi merupakan suatu bentuk organisasi keormasan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) yang meny.

Selanjutnya pada Pasal 57 Undang-Undang Keormasan tersebut menyebutkan dalam hal terjadinya sengketa keormasan.

Menyebutkan bahwa organisasi berwenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut berdasarkan mekanisme yang diatur dalam AD/ART organisasi yang bersangkutan dan apabila tidak penyelesaian tersebut tidak dapat tercapai, maka pemerintah dapat memfasiltasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa.

Selanjutnya jika upaya mediasi yang yang dilakukan oleh pemerintah tidak berhasil, maka menurut ketentuan pasal 58 dari undang-undang keormasan penyelesaian sengketa dapat melalui jalur hukum pada pengadilan negeri.

Dengan demikian maka pemberhentian permanen sesorang dalam keanggotaan oragnisasi profesi, termasuk juga bagi keanggotaan seorang dokter jika dipandang dari sudut Undang-Undang Keormasan.

Tidak menutup kemungkinan adanya upaya hukum eksternal (hukum nasional) bagi pihak yang merasa kepentingannya atau hak-hak asasinya dirugikan oleh suatu putusan peradilan organisasi yang sangat menyimpang jauh dari rasa keadilan anggota profesi tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, jika itu menyangkut pemberhentian keanggotaan seorang dokter dalam organisasi profesinya, maka sudah pada tempatnya.

Jika pemerintah (Kementrian Kesehatan dan Konsil Kedokteran) melakukan upaya-upaya mediasi agar sengketa organisasi tidak berkepanjangan yang dapat berimbas pada pengkotak-kotakan anggota organisasi yang dapat berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.

Sebab jika persoalan tersebut masuk ranah hukum nasional, maka mekanisme penyelesaian masalah tentu akan menjadi rumit. Bukankah dalam sumpah dokter telah diikrarkan bahwa menjadikan teman sejawat sebagai saudara kandung ?

Maka sebagai sesama saudara kandung, pilihan terbaik adalah melakukan rembuk bersama tanpa saling mempermalukan satu dengan yang lainnya.
Makassar 11 April 2022

Berita Terkini