TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Jokowi atau Joko Widodo sedang tersangkut kasus hukum karena jabatannya.
Dia digugat seorang warga asal Kota Padang, Sumatera Barat bernama Hardjanto Tutik.
Tak hanya Presiden Jokowi seorang diri, turut digugat terkait kasus ini adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan DPR RI, lembaga legislatif yang dipimpin Puan Maharani.
Gugatan tersebut sebenarnya dilayangkan pada akhir Januari 2022 lalu melalui Pengadilan Negeri Padang di Padang.
Hardjanto Tutik menggugat Jokowi, Sri Mulyani, dan DPR terkait utang Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1950.
Siapa sosok Hardjanto Tutik yang berani gugat "R1", ayah Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, dengan menteri dan lembaga tinggi negara?
Hardjanto merupakan anak kandung dari Lim Tjiang Poan.
Orangtuanya merupakan pengusaha rempah yang meminjamkan uang kepada Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950 lalu.
Baca juga: Siapa Sosok Warga yang Berani Gugat Bobby Nasution Menantu Presiden Jokowi? Gegara Tabung Oksigen
Sebelum masuk ke dalam sidang gugatan, Pengadilan Negeri Padang sudah memfasilitasi mediasi kedua pihak.
Mediasi yang difasilitasi hakim Reza Himawan Pratama itu tidak menemui kesepakatan antara penggugat dengan tergugat.
Kasus ini pun sedang bergulir di pengadilan.
Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat mulai menyidangkan kasus gugatan utang ini, 2 pekan lalu.
Sidang perdana itu dipimpin majelis hakim Ferry Hardiansyah (hakim ketua), Yose Ana Rosalinda (anggota) dan Egi Nofita, Kamis (24/2/2022) di Pengadilan Negeri Padang dengan agenda pembacaan gugatan.
Kuasa hukum penggugat Amiziduhu Mendrofa mengatakan, orangtua kliennya, Lim Tjiang Poan telah meminjamkan uang sebesar Rp 80.300 pada negara pada tahun 1950.
Saat itu, negara dalam keadaan krisis dan mengeluarkan kebijakan Undang-undang Darurat RI Nomor 13 tahun 1950 tentang Pinjaman Darurat, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950 dan ditandatangani Presiden RI Soekarno.
Jika ditotalkan utang ditambah bunga maka didapat utang yang harus dibayarkan negara sebanyak 63,913 kilogram emas murni atau sekitar Rp 60 miliar.
Mendrofa menyebutkan dalam gugatannya alasan tergugat tidak mau mengembalikan utang karena sudah kedaluwarsa tidak sesuai dengan asas fiksi hukum yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Untuk itu Mendrofa meminta majelis hakim menghukum tergugat 1 (Presiden RI) dan tergugat 2 (Menteri Keuangan) membayar pinjaman pokok dan bunga yang dikonversikan dalam emas murni menjadi 63,913 kilogram.
Terkait dengan gugatan tersebut, pihak kuasa hukum Presiden Jokowi menyebutkan tindakan Hardjanto Tutik menarik Presiden Jokowi sebagai pihak tergugat merupakan hal yang keliru.
Presiden sebagai kepala pemerintahan telah mendelegasikan kewenangannya kepada Menteri untuk melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang masing-masing.
"Sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan," kata kuasa hukum presiden, Khaidir dalam jawaban tertulisnya di sidang Pengadilan Negeri Padang, Rabu (9/3/2022).
Khaidir menyebutkan dalam Pasal 7 UU Nomor 39 Tahun 2008 itu disebutkan kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Khaidir juga menyebut PN Padang tidak berwenang mengadili perkara yang dimohonkan penggugat karena yang dimohonkan adalah menyangkut tindakan administrasi negara.
Sementara kuasa hukum Menteri Keuangan, Ayu Fitriana dalam jawabannya mengatakan eksepsi gugatan kabur karena penggugat tidak menguraikan bentuk, jenis atau dengan cara bagaimana tergugat Menteri Keuangan disangkakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Ayu menyebutkan Keputusan Menteri Keuangan 466a/1978 tidak bertentangan dengan asas fiksi hukum.
"KMK ditetapkan pada 28 November 1978 sedangkan UU 12/2011 yang jadi acuan penggugat ditetapkan pada 12 Agustus 2011 sehingga bagaimana mungkin suatu kebijakan pemerintah yang diambil pada tahun 1978 mendasarkan pada regulasi yang pada saat itu belum ada," kata Ayu.
Ketua Majelis Hakim Ferry Hardiansyah mengatakan sidang akan dilanjutkan pada Rabu (23/3/2022) mendatang dengan agenda jawaban dari penggugat.
Awal mula kasus
Bagaimana sebenarnya kasus ini bermula?
Pada 1950, Hardjanto yang merupakan seorang pengusaha itu memberikan pinjaman Rp 80.300 kepada pemerintah.
Bukti penerimaan uang pinjaman tersebut ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Keuangan tahun 1950.
Bunga yang diberikan kala itu adalah 3 persen per tahun seperti peraturan UU yang ada.
Pada bukti surat pinjaman, ada tiga lembar yang diterima oleh Hardjanto Tutik, yakni dengan nomor X 7155505 X 715514 dengan jumlah pinjaman sebesar Rp 30.000 serta fotokopi.
Nilai satu lembar adalah sebesar Rp 10.000. Bukti surat pinjaman pemerintah tahun 1950 dengan satu lembar sebesar Rp 1.000 dan pinjaman Pemerintah RI berjumlah 36 lembar.
Bunga pinjaman 3 persen per satu tahun dari pokok pinjaman Rp 80.300 adalah Rp 2.409.
Jika dikonversikan pada emas murni, bunga pinjaman pokok tersebut sama dengan emas seberat 0,603 kg per satu tahun. Pinjaman Pemerintah Indonesia terhitung dari tanggal 1 April 1950 sampai 2021 sudah mencapai 71 tahun.
Jika bunga dikonversikan dengan emas 0,633 kg adalah 42,813 kg emas murni.
"Jika diuangkan sekarang mencapai Rp 60 miliar," kata Mendrofa.(*)