TRIBUN-TIMUR.COM - Sutera merupakan hasil kerajinan tenun yang menjadi kebanggaan suku Bugis, Sulawesi Selatan.
Budaya menenun kain sutera ini sudah ada sejak tahun 1400-an.
Wajar jika sutera menjadi kebanggan masyarakat Bugis.
Baca juga: Ternyata Filosofi Sutera Bugis Ada pada Warnanya Bukan Motif, Jingga Dipakai Janda
Baca juga: Industri Sutera di Wajo Terkendala Regenerasi dan Gempuran Kain Impor
Apalagi kain sutera ini sudah populer dan terkenal di luar negeri karena keindahan dan keunikannya.
Bicara soal sutera, beberapa waktu lalu, kain tenun Sengkang muncul dalam program acara TVRI Belajar dari Rumah.
Program yang dikhususkan untuk anak-anak jenjang SD kelas 4 sampai kelas 6 ini membahas seperti apa kain tenun berbahan sutera tersebut.
Lantas, bagaimana sejarah kain tenun sutera Sengkang?
Simak ulasan berikut seperti dikutip tribun-timur.com dari berbagai sumber.
Kain Tenun Sengkang merupakan salah satu warisan leluhur di Indonesia yang berasal dari suku Bugis, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Dinas Perindustrian Sulsel Bentuk Sentra IKM Tenun Sutera di Pinrang
Baca juga: Dari Ulat Jadi Kain yang Indah, Inilah Sutera Sengkang, Diminati Pasar Lokal hingga Mancanegara
Kain tenun sengkang berasal dari Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Desa Pakanna dikenal sebagai sentranya tenun sengkang.
Selain di Desa Pakanna, ada salah satu desa lagi yang memproduksi kain tenun Sengkang, yaitu di Dusun Empagae, Desa Assorajang.
Uniknya, hampir seluruh ibu rumah tangga di desa tersebut memproduksi kain tenun Sengkang yang sudah diwariskan secara turun-temurun oleh orang tua mereka.
Kain ini merupakan kain tenun yang dibuat dengan benang sutera, dan merupakan tradisi turun-temurun sejak ratusan tahun silam bagi masyarakat Wajo.
Menurut budayawan Sudirman Sabang dalam tayangan Belajar dari Rumah, istilah sutera dan sengkang dapat ditemukan dalam salah satu naskah kuno.
Dari sana pula, diketahui jika kain tenun sutera ini digunakan dalam perkawinan zaman dulu serta memiliki makna simbolik.
Penggunaan kain tenun sengkang untuk menghadiri hajatan atau dalam pernikahan juga masih ada hingga sekarang.
Selain itu, kain ini juga banyak digunakan saat Hari Raya Lebaran.
Namun, kini kain tenun sengkang juga sudah dijual kepada masyarakat umum maupun wisatawan.
Ini berbeda dengan dulu, di mana kain tenun sengkang dibuat secara terbatas untuk keperluan pribadi dan bukan merupakan barang dagangan.
Kain tenun sengkang juga berperan dalam tradisi masyarakat Bugis karena dipakai untuk mendidik anak perempuan zaman dulu.
Bahkan, ada anggapan jika orang Bugis yang tidak pintar menenun maka bisa dianggap belum sempurna.
Melanjutkan tradisi masa lalu, kain tenun sengkang pun masih dibuat dengan alat tenun tradisional hingga kini.
Namun, ada pula beberapa yang mulai menggunakan mesin.
Baca juga: Curhat Pengrajin di Kolesawangan Tana Toraja, Berharap Dapat Bantuan Alat Tenun Bukan Mesin
Baca juga: Mengenal Kain Tenun Sengkang, Jadi Materi dalam Pelajaran Tradisi Asli Nusantara di TVRI
Kain tenun sengkang sendiri punya kekhasan dalam warnanya yang terang dan mencolok.
Sementara, tiap warna pun memiliki makna berbeda dan hanya boleh dipakai kalangan tertentu.
Warna ini juga dipakai untuk membedakan apakah pemakai kain tenun sengkang merupakan perempuan dan laki-laki lajang atau sudah menikah.
Sementara, kekhasan lain dari kain tenun sengkang dapat dilihat pada tumpal.
Yang biasanya berbentuk garis-garis vertikal serta motif kembang dan harus memiliki hitungan ganjil.
Demikian sejarah kain tenun sutera Sengkang yang kini sudah dikenal mancanegara.(*)