TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kasus Covid Sulsel mengalami peningkatan drastis.
Kasus harian menyentuh 434 kasus pada Rabu (10/2/2022) kemarin.
Penyumbang kasus tertinggi adalah Kota Makassar dengan 320 kasus, di atas 50 persen dari kasus total di Sulsel.
Berbagai pertanyaanpun timbul dari kalangan masyarakat.
Mengapa positif Covid-19 Makassar masih tinggi padahal vaksinasinya sudah mencapai 90,71 persen.
Epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Aminuddin menjawab pertanyaan tersebut.
Ia menyampaikan, masyarakat harus memahami bahwa Makassar sebagai episentrum Covid-19.
60 persen kasus di Sulsel ada di Makassar.
Meski cakupan vaksinasinya tinggi tapi posisinya sangat sentral.Kepadatan penduduk tinggi, mobilitas penduduk juga tinggi, sehingga potensi penyebaran virus sangat terbuka.
"Posisi Makassar yang menentukan. Pertama kepadatan penduduk. Mobilitas penduduk nya tinggi. daerah terbuka dengan mobilitas. Kasus meningkat juga sangat terbuka, tinggi," ucap Ridwan Aminuddin kepada Tribun Timur, Kamis (10/2/2022).
Ridwan menambahkan, saat ini belum merata tingkat efektivitas perlindungan vaksin pada tingkat populasi.
Kemudian pada kasus ini meskipun sudah dapat vaksin dua kali, peluang untuk terpaparnya juga masih ada.
Sehingga perlu upaya strategis khusus untuk menekan laju pertumbuhan kasus itu.
Kendati demikian, tingkat keparahan virus Corona kali ini tak separah sebelumnya.
Bagaimanapun kata guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) ini, vaksin masih memberikan perlindungan meski tidak 100 persen.
"Tingkat keparahan tidak lebih berat dibandingkan delta dan untuk yang sudah mendapatkan vaksin itu tingkat parah nya juga lebih ringan," jelasnya.
Gelombang ketiga covid diprediksi berlangsung hingga empat hingga pekan kedepan.
Secara nasional, proyeksinya bisa sampai 300 ribu hingga 500 ribu kasus per hari.
Khusus Sulsel diprediksi bisa mencapai 3 ribu kasus harian.
"Dan itu Sulsel kan pernah mencapai kurang lebih 3000an, bisa saja sama dengan gelombang kedua," katanya.
Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemprov Sulsel ini menjelaskan, penyebab tingginya kasus karena penularan omicron lebih cepat.
Kedua, mutasi dari omicron jauh lebih tinggi dibandingkan delta.
"Delta hanya dua mutasi. Kalau omicron bisa 30 sampai 50 mutasi," jelasnya.
Sehingga, semakin tinggi mobilitas maka semakin tinggi penularan. Artinya, omicron bakal sulit dikontrol.
"Delta saja dua mutasinya menelan korban cukup besar. Sementara omicron yang lebih banyak mutasinya itu berpotensi banyak (korban)," ulasnya.
Dengan begitu, upaya pengendalian yang harus dilakukan pemerintah masih panjang.
Pemerintah masih perlu meningkatkan penanganannya.
Jika dilihat dari sisi pelacakannya, rasionya masih rendah, maksimum 1:8.
"Itu harus ditingkatkan, artinya testing masih harus kuat. Lalu jarak vaksin satu dan dua terlalu lebar untuk semua kabupaten. Masih di atas 30 persen. Banyak juga warga butuh booster belum dilayani," pungkasnya.(Tribun-Timur.com)