Ingat Jenderal Endriartono Sutarto? Panglima TNI Karier Melejit Era Gus Dur, Kini Jadi Orang Penting

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenderal Endriartono SutartoPanglima TNI era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

TRIBUN-TIMUR.COM - Ingat Jenderal Endriartono Sutarto? Panglima TNI era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Pria yang lahir 29 April 1947 jadi pimpinan tertinggi TNI periode 2002-2006.

Setelah pensiun jadi TNI, kabar Endriartono Sutarto sudah jarang terekspose.

Lantas bagaimana kabarnya kini? 

Kini muncul dengan kabar yang berberda. Baru-baru ini telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto.

Dikutip Wikipedia, sebelum menjabat Panglima TNI, alumni AKABRI tahun 1971 ini pernah menjabat berbagai posisi penting di TNI Angkatan Darat antara lain sebagai KASAD (9 Oktober 2000 - 4 Juni 2002),  Wakil KASAD dan Komandan Sesko TNI.

Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Asisten Operasi Kepala Staf Umum (Asops Kasum) TNI di Mabes TNI dan Komandan Paspampres.

Baca juga: Ingat Nila Moeloek? Dulu Kehebatannya Sebagai Menteri Kesehatan Diakui Jokowi, Kabarnya Kini Beda

Baca juga: Ingat Jenderal Rusdihardjo? Dulu Kapolri Lalu Diangkat Jadi Dubes, Dipenjara Gegara Kasus Korupsi

Saat mantan Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, Endriartono menjabat Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Karier Endriartono semakin melesat pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Pada tanggal 9 Oktober 2000, Gus Dur melantik Endriartono sebagai KASAD menggantikan Jenderal Tyasno Sudarto.

Selain kemampuan dalam bidang militer, Endriartono juga mampu aktif berbahasa Inggris dan telah menyelesaikan pendidikan kesarjanaan strata I dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Jakarta.

Endriartono mengikuti berbagai macam pendidikan militer untuk pencapaian jenjang kariernya, antara lain Sussarcab Inf, Suslapa Inf, Seskoad, Sesko ABRI dan Lemhanas.

Pendidikan pengembangan spesialisasi pun ditempuhnya, seperti Susjurpa Jasmil, Sus Bahasa Inggris, Air Borne, Ranger, Path Finder, Combat Instructor Course dan Kursus Komandan Batalyon Infanteri.

Puncak karier militer Endriartono adalah ketika Presiden Megawati Soekarnoputri mempercayakan pucuk pimpinan TNI ke pundaknya, sebagai Panglima TNI, pada 7 Juni 2002.

Baca juga: Ingat TB Simatupang? Jenderal Muda TNI Berani Tantang Soekarno, Baru Dapat Gelar Pahlawan di Era SBY

Baca juga: Ingat Laksamana Widodo Adi Sucipto? KSAL Pertama Jabat Panglima TNI, Karier Cemerlang Era SBY

Endriartono Sutarto (ayogitabisa.com)

Sejarah kemudian mencatatkan namanya sebagai Panglima TNI yang ke-12.

Tumbangnya tatanan politik Orde Baru dan munculnya gaung reformasi 1998 menjadi titik balik sejarah TNI.

TNI pun gencar melakukan reformasi tugas, fungsi serta perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berorientasi pada aspek pertahanan dan keamanan.

Perlahan-lahan reformasi tersebut memulihkan kepercayaan rakyat terhadap TNI.

Netralitas politik TNI diuji ketika bangsa Indonesia melakukan Pemilu 2004.

Kala itu banyak politisi dan parpol yang mencoba menarik TNI ke gelanggang politik. TNI dibawah kepemimpinan Jenderal Endriartono Sutarto menentang keras tindakan tersebut.

Endriartono secara tegas dan konsisten mencegah tangan-tangan politik untuk kembali merambah tubuh TNI.

Pemilu 2004 berlangsung aman dan tertib.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai Presiden RI pertama yang langsung dipilih rakyat.

Jenderal Endriartono berperan penting menjaga netralitas TNI dalam Pemilu 2004.

Baca juga: Ingat Jenderal Rusdihardjo? Dulu Kapolri Lalu Diangkat Jadi Dubes, Dipenjara Gegara Kasus Korupsi

Baca juga: Ingat Laksamana Widodo Adi Sucipto? KSAL Pertama Jabat Panglima TNI, Karier Cemerlang Era SBY

Jenderal Endriartono Sutarto saat menjabat sebagai Panglima TNI

Selama masa jabatannya, banyak beberapa kasus besar yang menonjol yang melibatkan TNI dan kebijakan pertahanan keamanan di Indonesia.

Termasuk diantaranya tercapainya kesepakatan perdamaian di Aceh setelah proses panjang diplomasi di Helsinki.

Endriartono, sebagai Panglima TNI kala itu, menjadi faktor penting dalam keberhasilan perdamaian Aceh di lapangan.

Bahkan atas peran penting dan integritasnya menjaga netralitas TNI, mensukseskan operasi tsunami, menjaga perdamaian Aceh dalam masa kritis, dan pengabdian dan dedikasinya kepada bangsa dan tanah air tercinta, maka pada tanggal 10 November 2008 bertepatan dengan hari Pahlawan, Modernisator menganugerahinya penghargaan “Mengenang Pahlawan Masa Kini” kepadanya.[1]

Prestasi lain Endriartono selama menjabat sebagai Panglima TNI adalah ketika melakukan reformasi struktur dan jabatan di TNI.

Endriartono mengambil keputusan untuk meletakkan harkat dan peringkat semua angkatan untuk berada di dalam garis kesetaraan yang murni.

Angkatan Darat, Laut dan Udara adalah sejajar dan seiring dalam segala hal.

Baca juga: Foto: Suasana Penyambutan Pangdam XIV Hasanuddin Baru Mayjen TNI Andi Muhammad di Makassar

Baca juga: Ingat Mama Lita Masterchef? Dulu Viral Berani Goda Chef Juna, Kabarnya Kini

Nuansa bahwa TNI selama ini lebih sering didominasi oleh Angkatan Darat dapat dinetralisir oleh Endriartono dengan sangat sistematis, jelas dan tegas.

Jabatan-jabatan tertentu yang tadinya hanya bisa diduduki oleh personil Angkatan Darat, dirombak dengan menyeimbangkan posisi jabatan sesuai dengan performa perwira TNI secara adil.

Endriartono yang saat itu merupakan Perwira Tinggi Angkatan Darat, sangat menghargai kedudukan Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pada era kepemimpinan Endriartono, maka ada perwira Angkatan Udara yang ditugaskan menjadi Asisten Logistik dijajaran Mabes TNI, ada Kasum TNI yang sudah puluhan tahun tidak pernah dijabat oleh Perwira Angkatan Udara, ditugaskan kembali olehnya.

Demikian pula jabatan Sekjen Dephan, yang sepanjang sejarah belum pernah ditugaskan kepada Angkatan Udara, pada waktu itu diberikan kepada Angkatan Udara.

Disisi lain, jabatan bintang tiga dijajaran Mabes TNI yang diwaktu-waktu terdahulu hanya di dominasi Angkatan Darat saja, direstrukturisasi menjadi hanya tiga posisi, dan harus dijabat masing-masing oleh Angkatan Darat, Laut dan Udara.

Pada akhirnya, saat Endriartono turun dari jabatan Panglima TNI, dia menyerahkan jabatannya kepada Perwira Tinggi dari Angkatan Udara.

Pengalaman Jadi KSAD

Endriartono Sutarto punya pengalaman unik ketika menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) di masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Pada saat itu, menjelang Sidang Istimewa MPR untuk memakzulkan (impeachment) Gus Dur, 23 Juli 2001, suasana politik di tanah air memanas.

Untuk melawan rencana impeachment, Gus Dur mengeluarkan Dekrit (Maklumat) Presiden berisi  pembubaran MPR-DPR, mempercepat penyelenggaran pemilu dalam waktu satu tahun, dan pembekuan Partai Golkar.

Dekrit itu tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga tidak bisa diekseskusi.

Baca juga: KKB Mengaku Hanya Berkekuatan Tiga Orang Lakukan Serangan dan Mampu Lukai Seorang Anggota TNI

Baca juga: Mengenal Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen TNI Andi Muhammad, Cucu Raja Bone yang Dikenal Bersahaja

Sebelum mengeluarkan dekrit pada 23 Juli 2001, Gus Dur banyak mendapat masukan dari berbagai pihak, termasuk TNI AD agar tidak melakukan langkah politik tersebut.

Endriartono Sutarto, sebagai KSAD, sempat mengeluarkan pernyataan kepada publik, TNI tidak berada di belakang Presiden terkait rencananya mengeluarkan dekrit.

Mungkin terkait pernyataan itu Gus Dur kemudian memanggil Endiartono ke Istana.

“Pak Tarto, saya didatangi para purnawirawan dan para kiai. Kata mereka, kalau negara ini mau aman, saya harus mengganti Pak Tarto,” ujar Gus Dur saat itu.

Spontan Endriartono menjawab, “Gus, saya berterima kasih Anda sudah mempercayai saya sebagai KSAD. Tapi itu adalah kehandak Allah. Kalau Anda memberhentikan saya dari jabatan KSAD, saya juga punya keyakinan yang tinggi bahwa itu juga merupakan kehendak Allah. Jadi, Gus Dur silakan dilaksanakan.” 

Reaksi Gus Dur terhadap jawaban Endriartono, “Pak Tarto, ini semua bukan kehendak saya.”

Begitu Edriartono sampai di rumah dinas, ia menyampaikan apa yang dialami di Istana kepada sang istri.

“Kita harus segera berkemas untuk kembali ke rumah sendiri, meninggalkan rumah dinas,” kata Endriartono kepada istrinya.

Mendadak telepon berdering, panggilan dari Istana. Endriartono menjawab baru saja menghadap Presiden. Namun tetap saja ia diminta kembali ke Istana.

Kali ini Gus Dur berkata baru saja bertemu para purnawirawan dan para kiai. “Mereka minta agar Pak Tarto dipertahankan sebagai KSAD,” kata Gus Dur.

Baca juga: TNI Bubarkan Judi Sabung Ayam di Toraja, Letkol Inf Amril Hairuman Tehupelasuri: Pasti Saya Temukan!

Baca juga: Ingat Laksamana Widodo Adi Sucipto? KSAL Pertama Jabat Panglima TNI, Karier Cemerlang Era SBY

Jarak pertemuan pertama dan kedua hanya satu jam namun isinya bertolak belakang.

Peristiwa unik selanjutnya yaitu ketika Endriartono mendapat telepon dari Sekretaris Militer (Sesmil) Marsekal Madya TNI Budi Santoso yang menyampaikan pesan Gus Dur. Katanya, kalau perwira tinggi bintang empat itu bersedia mendukung dekrit, akan diangkat menjadi Panglima TNI.

“Jawaban saya kepada Sesmil, kalau saya jadi Panglima justru nanti saya semakin punya kekuatan mencegah keluarnya dekrit.

Tapi pemakzulan tidak bisa dihindarkan setelah dekrit keluar. TNI tidak bisa membela Gus Dur sebab proses pemakzulan konstitusional,” kata Endriartono.

Melanggar etika keprajuritan

Mantan Komandan Paspampres di era pemerintahan Soeharto itu juga mempunyai  cerita unik lainnya, yaitu ketika dipromosikan menjadi Wakil KSAD.

Saat itu ia minta kepada KSAD Jenderal TNI Tyasno Sudarto agar Letjen TNI Agus Wirahadikusuma tidak dipromosikan.

Alasannya karena hubungan dekatnya dengan Gus Dur, Agus secara enteng melanggar etika keprajuritan yaitu melawan atasan secara terbuka.

“Kita bisa saja berdebat habis-habisan dalam proses memilih kebijakan, tepi sekali keputusan sudah ditetapkan oleh pimpinan, semua staf harus mendukung,” kata Endriartono.

Menurutnya, apa yang dilakukan Agus Wirahadikusuma adalah mendebat pimpinan dan memublikasikan pendapatnya.

“Itu betul-betul sudah di luar etika militer. Saya tidak bisa tetap berada dalam TNI dengan mereka yang sudah tidak memegang etika militer,” tambah Endriartono.

Suatu saat Endriartono dipanggil Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Berita yang disampaikan, Presiden Gus Dur akan mengangkat Endriartono dari Wakil KSAD menjadi KSAD, dengan catatan menerima Agus Wirahadikusuma sebagai wakilnya.

Tentu saja Endriartono menolak. Akhirnya Endriartono tetap menjadi KSAD sedang wakilnya adalah Letjen TNI Kiki Syahnakri.

Endriartono juga memberikan dukungan kepada Kapolri Jenderal Pol Bimantoro yang dipecat Gus Dur gara-gara tidak mendukung dekrit.

Gus Dur menunjuk Jenderal Pol Andi Khairudin sebagai pengganti  Bimantoro, namun terganjal karena sesuai undang-undang penunjukkan Kapolri harus mendapat persetujuan DPR.

“Dalam pandangan saya, kalau usaha Gus Dur terhadap Polri itu berhasil , hal yang sama akan dilakukan juga kepada TNI. Karena harus mencegah kemungkinan itulah saya mendukung Kapolri Bimantoro,” kata Endriartono. 

(Dikutip dari buku berjudul ‘Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian’ karya Salim Said, Penerbit PT Mizan Pustaka, 2013).

Dikabarkan meninggal

Sempat beredar kabar bahwa Mantan Panglima TNI Endiartono Sutarto meninggal dunia.

Kabar tersebut telah beredar di media sosial Twitter.

Sebuah akun twitter telah mengunggah status di Twitter pada tanggal 7 Juli 2020 dengan narasi : "Innalillahi wainna Illahi Roji'un.

Turut Berdukacita atas Wafatnya Jenderal TNI (Purn) DR ENDRIARTONO SUTARTO, Mph., Panglima TNI ke 14. Semoga Almarhum Wafat dalam HUSNUL KHOTIMAH dan diampuni segala Dosa dosanya serta dilapangkan kuburnya... Alfatihah... Aamiiin.." 

Berdasarkan penelusuran, kabar bahwa Mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto meninggal dunia adalah tidak benar atau hoax.

Tidak ada informasi valid mengenai kabar tersebut. Faktanya, yang bersangkutan terpantau menghadiri upacara persemayaman Jenazah Brigjen TNI (Purn) DR. H. Endrarto Sutarto yang merupakan saudaranya di komplek Sederhana Kodam Jaya Kebon Jeruk, Jalan Flamboyan, Jakarta Barat pada Selasa 7 juli 2020. 

Kabar terbaru  Endriartono Sutarto

Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto mengundang sejumlah tokoh senior TNI dalam Focus Group Discussion (FGD) di kantor Kemhan Jakarta pada Senin (10/1/2022).

Para tokoh yang hadir antara lain, Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar dan Jenderal TNI (Purn), dan Laksamana TNI (Purn) Widodo Adi Sucipto yang hadir secara virtual.

Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto bersama tokoh senior TNI di Kantor Kemhan RI Jakarta Pusat pada Senin (10/1/2022). (Tribunnews.com)

FGD tersebut membahas tentang Lingkungan Strategis dan Kontijensi Ancaman.

Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk menggalang masukan bagi Kemhan dalam menghasilkan produk-produk strategis di bidang penyelenggaraan pertahanan negara.

“Kemhan mengundang tokoh senior TNI yang memiliki pengalaman dalam penyelenggaran pemerintahan dan penyelenggaraan pertahanan negara. Terima kasih atas kesediaan para senior untuk hadir meluangkan waktunya”, kata Prabowo dikutip dari akun Instagram resmi Kementerian Pertahanan, @kemhanri, pada Rabu (12/1/2022).

Selain itu, turut hadir pejabat dari Kemhan dan perwakilan dari Mabes TNI dan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, dan Universitas Pertahanan dalam diskusi tersebut. (*)

Berita Terkini