Komisi A DPRD: Maret 2022 Batas Akhir Apakah Andi Sudirman Laik Didampingi Wakil Gubernur atau Tidak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SELLE KS DALLE - Ketua Komisi A DPRD Sulsel Selle KS Dalle, 2021

Ketiga parpol pengusung PDIP, PKS, dan PAN, sejauh ini belum secara resmi mengumumkan calon pendamping Andi Sudirman Sulaiman pada sisa masa jabatannya.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR — Apakah akan ada Wakil Gubernur Sulsel definitif setelah Andi Sudirman Sulaiman (38 tahun) ditetapkan sebagai Gubernur Sulsel pengganti Prof Dr Nurdin Abdullah (58 tahun)?

Kapan?

“Maret 2022 nanti adalah batas akhir apakah Andi Sudirman laik didampingi wagub atau tidak?” demikian jawaban Ketua Komisi A (pemerintahan) DPRD Sulsel, Selle KS Dalle (49 tahun), menjawab pertanyaan Tribun-Timur.com, Senin (13/12/2021).

Jawaban politisi Demokrat Sulsel ini, merespon perkembangan terakhir pasca-inkrahnya putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memvonis 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan penjara bagi Nurdin Abdullah.

Gubernur non-aktif Sulsel ini adalah terpidana kasus korupsi suap dan gratifikasi sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel 2019 dan 2020 lalu.

Nurdin Abdullah dan dua tersangka lain (pengusaha Agung Sucipto dan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edi Rachmat) jadi tersangka kasus korupsi oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada Minggu (28/2/2021) atau dua hari setelah dicokok penyidik KPK di rujab Gubernur Sulsel, Jumat (26/2/2021) malam.

Kenapa bulan Maret 2022?

Selle lalu merujuk PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Nomenklatur ini menyebutkan salah satu tugas dan wewenang DPRD  adalah memilih kepala daerah (gubernur/ bupati/walikota dan wakilnya) jika terjadi kekosongan untuk sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan.

“Desember (2021) ini masih 20 bulan, nanti Maret (2022) baru 18 bulan. Kalau sebelum Maret (2022), Presiden Jokowi sudah terbitkan SK penetapan (Sudirman) gubernur definitif, pengganti Prof NA, berarti partai pengusung dan kami DPRD masih bisa tetapkan wagub, kita lihatlah nanti dinamika di Jakarta, dan di parlemen,” ujar politisi Demokrat Sulsel ini.

Masa jabatan pasangan gubernur Sulsel NA-Sudirman sejatinya berakhir 5 September 2023.

Keduanya dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu (5/9/2018), tiga tahun lalu.

Artinya, terhitung per Senin (14/12/2021) ini, Sudirman masih berpeluang menjabat gubernur definitif selama 20 bulan atau tepatnya 657 hari, sebelum masa jabatannya berakhir awal September 2023.

Baca juga: Andi Sudirman Sulaiman Berpeluang Kendalikan Sulsel Tanpa Wakil Hingga September 2023

Baca juga: Pertemuan Satu Jam di Rujab Gubernur Sulsel, Elite PDI Perjuangan & Sudirman Bahas Cawagub?

Baca juga: Masih Ingat PROF ANDALAN? Ini Foto-foto Kemesraan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman

Pilkada gubernur di 34 provinsi dan 520 daerah tingkat II serentak digelar Rabu (27/11/2024) atau 8 bulan setelah pemilu legislatif dan pilpres Rabu (28/2/2024). Ini adalah keputusan Komisi II DPR_RI dengan kemendagri dan KPU, awal Juni 2021 lalu.

Andi Sudirman, hingga pekan kedua Desember ini, sudah 10 bulan menjabat pelaksana tugas (plt) gubernur.

“Informasi terakhir setelah NA terima putusan majelis hakim, berarti kini (panitra) pengadilan tipikor lagi siapkan salinan putusan, untuk jadi rujukan mendagri buat surat ke presiden sebelum (Sudirman) dilantik jadi jadi gubernur definitif,” ujar Selle.

Proses Penetuan Wagub

Menurutnya, secara umum proses administrasi penetapan gubernur defenitif, serupa dengan penggantian antar waktu (PAW) legislator.

DPRD, jelas Selle, kelak hanya menggelar paripurna khusus untuk menetapkan gubernur definitif.

“Ini pun juga harus lebuh dulu ditetapkan agendanya oleh bamus (badan musyawarah DPRD), dan disetujui pimpinan dewan.”

Perihal penentuan wakil gubernur definitif, anggota DPRD tiga periode ini menyebutnya dengan kalimat “persoalan lain”.

“Salinan putusan di panitra tipikor satu persoalan. Penetapan jadi gubernur satu soal, dan penentuan wakil gubernur juga satu soal yang punya proses dan dinamika sendiri,” ujar Ketua Bappilu Partai Demokrat Sulsel ini.

Tiga partai pengusung yang berhak mengajukan bakal calon wakil gubernur adalah PDIP dan PKS masing-masing delapan kursi.

Adapun PAN hanya tujuh kursi dari 85 kursi di parlemen provinsi.

Ketiga parpol pengusung PDIP, PKS, dan PAN, sejauh ini belum secara resmi mengumumkan calon pendamping Andi Sudirman Sulaiman pada sisa masa jabatannya.

Selle juga merujuk proses hukum serupa yang menimpa Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Dr H Nurdin Basirun (68 tahun), Juli 2019 lalu yang juga menetapkan wakilnya, Isdianto sebagai gubernur definitif, setahun kemudian.

Nurdin Basirun OTT oleh KPK 11 Juli 2019 di kasus korupsi dan pencucian uang di proyek reklamasi.

Lalu wakilnya, Isdianto menjabat Plt gubernur Kepulauan Riau yang ditunjuk sebagai Plt sejak 13 Juli 2019. 

Selama hampir 12 bulan, Isdianto menjabat plt Gubernur Kepri, seperti yang dijalani Andi Sudirman di Sulsel, 10 bulan terakhir.

Pada 9 April 2020, Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Nurdin terbukti korupsi dan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga mencabut hak politik Nurdin Basirun.

Nurdin Basirun sempat ajukan banding namun ditolak Mahkamah Agung (MA), pada Rabu (15/9/2021).

Sedangkan Nurdin Abdullah, tak banding dan menerima putusan majelis hakim tipikor, Senin 29 November 2021 lalu. Hak politiknya juga dicabut tiga tahun setelah menjalani masa tahanan.

Presiden Joko Widodo pun melantik Isdianto sebagai Gubernur Kepulauan Riau sisa masa jabatan 2016-2021, di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/7/2020).

Isdianto dilantik berdasarkan Kepres Nomor 71/P Tahun 2020 tentang Pengesahan Pemberhentian dengan Hormat Wakil Gubernur Kepulauan Riau Sisa Masa Jabatan Tahun 2016-2021 dan Pengesahan Pengangkatan Gubernur Kepulauan Riau Sisa Masa Jabatan Tahun 2016-2021

Isdianto praktis hanya menjabat Gubernur definitif Kepri hanya delapan bulan (Juli 2020-Februari 2021), setelah kalah di Pilgub Kepri.

Isdianto kalah oleh pasangan Ketua Golkar Kepri Ansar Ahmad-Agustina Marlin, yang kini menjalani bulan ke-8  periode 2021-2024-nya. Masa jabatan mereka dipotong, setahun dan tak cukup  lima tahun, karena penyesuain pilkada serentak Februari 2024 mendatang.(*)

1. Rujukan Hukum Penetapan Gubernur Pengganti

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dan wakilnya Andi Sudirman Sulaiman (Prof Andalan) kompak menghadiri Konferensi Daerah (Konferda) V DPD PDIP Sulsel, Jumat (19/7/2019).

Pernyataan Ketua Komisi A DPRD Sulsel Selle KS Dalle ini merujuk PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Pada kasus Gubernur Sulsel  diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.

Akan tetapi, jika kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara, maka Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri dan Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Nomenklatur ini menyebutkan salah satu tugas dan wewenang DPRD  adalah memilih kepala daerah (gubernur/ bupati/walikota dan wakilnya) jika terjadi kekosongan untuk sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan.

PP Ini dalam situs resmi sekretaris kabinet , ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 12 April 2018. PP ini juga mengatur tentang tata cara pengisian kekosongan jabatan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah.

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, bunyi Pasal 137 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 April 2018 itu.

Menurut PP ini, salah satu tugas dan wewenang DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota adalah memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan untuk sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan.

Selain itu, DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota juga berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri, pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Walikota kepada Menteri melalui Gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud diselenggarakan dalam rapat paripurna, dan hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD, bunyi Pasal 24 ayat (1,2) PP ini.

Mekanisme pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah, menurut PP ini, diatur ke dalam Tata Tertib DPRD, yang paling sedikit memuat:

a. tugas dan wewenang panitia pemilihan;

b. tata cara pemilihan dan perlengkapan pemilihan;

c. persyaratan calon dan penyampaikan kelengkapan dokumen persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. jadwal dan tahapan pemilihan;

e. hak anggota DPRD dalam pemilihan;

f. penyampaian visi dan misi para calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam rapat paripurna;

g. jumlah, tata cara pengusulan, dan tata tertib saksi;

h. penetapan calon terpilih; i. pemilihan suara ulang; dan

j. larangan dan sanksi bagi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau calon Wakil Kepala Daerah yang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon atau calon.

Berdasarkan hasil pemilihan, menurut PP ini, dalam rapat paripurna pimpinan DPRD mengumumkan:

1. pengangkatan Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah; atau

2. pengangkatan Wakil Kepala Daerah.

Pimpinan DPRD provinsi menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri, pimpinan DPRD Kabupaten/Kota menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat, bunyi Pasal 25 ayat (1,2) PP in.

2. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil  yang Tersandung Korupsi

Ilustrasi surat suara - Jika Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel digelar pada November 2021 ini, maka ada 6.126.028 warga yang berhak memilih.

Gubernur Sulawesi Selatan Non-Aktif, Nurdin Abdullah terdakwa kasus suap dan gratifikasi sejumlah proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan sudah menerima putusan majelis hakim, akhir November 2021 lalu.

Hal itu dikarenakan, NA tidak mengajukan banding dan memilih menjalani hukuman pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan penjara.

Tidak hanya itu, dengan tidak adanya pengajuan banding menandakan bahwa terdakwa menerima semua putusan hakim. Termasuk pencabutan hak politik selama tiga tahun.

Penasihat Hukum Nurdin Abdullah, Irwan Irawan saat dikonfirmasi menyampaikan keputusan ini diambil berdasarkan hasil dari rembuk bersama keluarga NA.

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya masih mempelajari seluruh pertimbangan majelis hakim dan menemukan ternyata analisa hukum tim Jaksa KPK dalam surat tuntutannya telah diambil alih oleh majelis hakim.

“Sehingga KPK memutuskan tidak mengajukan upaya hukum atas putusan terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat,” sebut Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya.

Nurdin Abdullah bersama eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Edy Rahmat disebut telah menerima putusan majelis hakim.

“Dengan demikian, perkara atas nama terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat  saat ini telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Fikri.

Selanjutnya, KPK akan melaksanakan putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang dimaksud. Perkembangan pelaksanaan putusan akan diinformasikan lebih lanjut.

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD jika didakwa melakukan tindak pidana korupsi.

Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD.[14] Pemberhentian ini dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Dasar hukum Ini dimuat di Pasal 83 ayat (1) UU 23/2014 dan Pasal 86 ayat (2) UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah terakhir oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.

Rujukannya adalah Pasal 78 UU 23/2014:

(1)  Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

a.    meninggal dunia;

b.    permintaan sendiri; atau

c.    diberhentikan.

(2)  Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a.    berakhir masa jabatannya;

b.   tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

c.    dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;

d.    tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;

e.    melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;

f.     melakukan perbuatan tercela;

g.    diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

h.    menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau

i.     mendapatkan sanksi pemberhentian.

 Pasal 76 ayat (1) UU 23/2014:

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:

a.   Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b.   Membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c.   Menjadi pengurus suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/daerah atau pengurus yayasan bidang apa pun;

d.   Menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin;

e.   Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;

f.     menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e;

g.    menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;

h.    merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

i.     melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri; dan

j.     meninggalkan tugas dan wilayah kerja lebih dari 7 (tujuh) hari berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu 1 (satu) bulan tanpa izin Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota.

Jadi, jika kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan, maka keduanya diberhentikan dari jabatannya.

Namun, yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” dalam ketentuan ini adalah menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.[2]

Oleh karena itu, kami luruskan bahwa berhalangan tetap di sini bukanlah istilah tepat untuk menerangkan mengenai meninggalnya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah atau tersangkutnya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dalam kasus korupsi.

Berikut mekanisme pemberhentian dan penggantiannya:

Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang Meninggal Dunia atau Berhalangan Tetap

Mekanisme pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang meninggal dunia atau berhalangan tetap itu sama. Berikut rinciannya:

1.    Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota untuk mendapatkan penetapan pemberhentian.

2.    Dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri serta Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

3.    Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota, Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Mekanisme Penggantian Kepala Daerah yang Meninggal Dunia atau Berhalangan Tetap

Apabila kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) berhenti karena meninggal dunia, diberhentikan karena berhalangan tetap, atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dilakukan pengisian jabatan kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.

Dalam hal pengisian jabatan gubernur belum dilakukan, wakil gubernur melaksanakan tugas sehari-hari gubernur sampai dilantiknya wakil gubernur sebagai gubernur.

Begitu pula dengan bupati dan wali kota. Dalam hal pengisian jabatan bupati/wali kota belum dilakukan, wakil bupati/wakil wali kota melaksanakan tugas sehari-hari bupati/wali kota sampai dengan dilantiknya wakil bupati/wakil wali kota sebagai bupati/wali kota.

Jika wakil kepala daerah yang berhenti, atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.

Jika Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah Korupsi

Pada dasarnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan.[10]

Menyorot istilah “tersandung korupsi” yang Anda sebutkan, dengan mengacu pada UU 23/2014, maka tersandung korupsi yang dimaksud di sini adalah kepala daerah dan/atau wakil kepala tersebut berstatus terdakwa.[11]

Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang Tersandung Korupsi

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD jika didakwa melakukan tindak pidana korupsi.

Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.[

Jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD.

Pemberhentian ini dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Namun, apabila ternyata setelah melalui proses peradilan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara itu terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, maka paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan.

Apabila setelah diaktifkan kembali kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah ternyata terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur dan Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Akan tetapi, jika setelah diaktifkan kembali ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Presiden merehabilitasi gubernur dan/atau wakil gubernur dan Menteri merehabilitasi bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Mekanisme Penggantian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang Tersandung Korupsi

Apabila kepala daerah diberhentikan sementara karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, maka wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Namun, apabila gubernur diberhentikan sementara dan tidak ada wakil gubernur, Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri.

Sedangkan, apabila bupati/wali kota diberhentikan sementara dan tidak ada wakil bupati/wakil wali kota, Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Bagaimana jika keduanya yang diberhentikan sementara?

Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara, Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri dan Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sedangkan jika diberhentikan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka mekanisme penggantiannya sama dengan penggantian kepala daerah yang meninggal dunia atau berhalangan tetap yang telah dijelaskan di atas.

Bagaimana Jika Kepala Daerah dan Wakilnya Berhenti Menjabat?

Lalu bagaimana jika tidak ada wakil kepala daerah yang menggantikan tugas sehari-hari kepala daerah yang telah berhenti dari jabatannya tersebut?

Apabila wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, diberhentikan karena berhalangan tetap, atau diberhentikan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.

Berita Terkini