TRIBUNBULUKUMBA.COM, UJUNG BULU - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyebut adanya dugaan korupsi penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), di beberapa daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Ada empat kabupaten di Sulsel, yang penyaluran BPNT-nya diduga terindikasi korupsi.
Yakni di Kabupaten Takalar, Bantaeng, Bulukumba, dan Kabupaten Sinjai.
Nilai anggaran BPNT dari empat kabupaten tersebut sebesar Rp 30 miliar.
Kepala Dinas Sosial Bulukumba, Syarifuddin, Kamis (2/9/2021) yang dikonfirmasi angkat bicara.
Ia mengaku tak tahu menahu terkait dengan dugaan korupsi itu.
Pasalnya, uang itu tidak pernah singgah di kabupaten, melainkan langsung ke rekening penerima manfaat.
Jumlah uang yang diterima oleh para penerima manfaat yakni sebesar Rp 200 ribu.
Uang itu kemudian dibelanjakan ke e-Warung yang ditunjuk oleh pihak ketiga, dalam hal ini Bank Mandiri.
"Saya tidak pernah tahu prosesnya, uangnya pun tidak pernah kita lihat, bahkan e-Warung saja tidak dia kenal kalau saya kepala dinas," jelasnya.
Koordinator Daerah Bantuan Sosial Pangan (BSP) Bulukumba, Ahmad Karyadi Wahid pun berkata demikian.
Menurutnya, BPNT sangat sulit untuk dimanipulasi apalagi dikorupsi.
Pasalnya semua penyaluran langsung ke tangan penerima manfaat melalui pihak ketiga.
Di Bulukumba sendiri, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berjumlah 20.628 ribu.
"Uang itu mereka belanjakan di e-Warung, untuk sembilan bahan pokok," katanya.
Dugaan Korupsi di 24 Kabupaten
Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Sulawesi Selatan mengendus adanya dugaan korupsi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di 24 kabupaten/kota.
Modus dugaan korupsi proyek bantuan sosial di tengah pandemi itu disinyalir mirip dengan kasus korupsi yang menjerat Eks Menteri Sosial Juliari Batubara.
Yaitu, berupa pemotongan nilai bantuan sebelum disalurkan ke penerima atau warga melalui E-warung.
Dari 24 kabupaten/kota di Sulsel, pihak Tipikor Polda Sulsel telah mengambil sampel di empat kabupaten.
Ke empat kabupaten itu, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai dan Takalar.
"Dari sampel (empat) kabupaten yang kita ambil ini, itu kerugian hampir Rp 24 milliar," kata Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri didampingi Kasubdit Tipidkor Kompol Fadli saat ditemui di Mapolda Sulsel, Kamis (26/8/2021) siang.
Meski demikian, pihaknya mengaku tetap melakukan penyelidikan terkait realisasi BNPT itu di 24 kabupaten/kota.
Dan jika dugaan tindak korupsi itu merata di 24 kabupaten/kota, negara diperkirakan mengalami kerugian ratusan miliar rupiah.
"Kami meratakan semua dilakukan penyelidikan di 24 kabupaten. Kira-kira jika berjalan hasil audit nanti maka (kerugian negara) bisa di atas Rp 100 miliar," ujarnya.
Widoni menjelaskan, modus operandi dari praktik rasua itu dengan cara memotong harga barang dari yang semestinya.
"Modusnya pengurangan. BPNT itu kan dalam bentuk barang melalui E-Warung diambil. Nah masyarakat itu menggunakan kartu untuk E- Warung. Nilai barang ini yang harus Rp 200 ribu, jadi Rp 150 ribu," ungkapnya.
"Banyangin berapa kali ini menerima. Penduduk di Sulsel ini kurang lebih 9 juta. Terus separuh masyarakat miskin. Itu berapa KK (kepala keluarga)," sambungnya.
Kasus dugaan koruspi itu, kata dia berpotensi melibatkan oknum Dinas Sosial di masing-masing kabupaten.
"Sebenarnya ini tanggung jawab Dinas Sosial memang. Makanya Mensos kemarin minta tolong kalau ada pejabat (bermain) ditindak," bebernya.
Temuan dugaan korupsi berjamaah itu, lanjut dia sudah diketahui pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
"Makanya (kemarin) saya didiundang Asisten 1 Provinsi sama sekda membahas ini bersama dinas sosial 24 kabupaten. Alasannya, mereka ketakuatan dikriminalisasi," katanya.
"Tapi menurutku tidak, kalau kita integritas, jujur dan tidak ada niat jahat maka aman kerja. Jangan takut," tegasnya.
Selain telah diketahui Pemprov Sulsel, dugaan korupsi dana bantuan sosial itu, kata dia juga berdasar atas permintaan langsung Menteri Sosial Tri Rismaharini, untuk diusut tuntas.
"Menteri Sosial Bu Risma, melalui salah satu personel di Bareskrim, minta pendataan BPNT. Dari semua itu, Sulsel yang serius melakukan penanganan," ungkapnya.
Keseriusan itu, lanjut Widoni dengan mengirim empat sampel hasil penyelidikan sementara di empat kabupaten (Sinjai, Takalar, Bulukumba, Bantaeng).
Merespon temuan di empat kabupaten itu, kata Widoni, Risma pun meminta BPK RI untuk melakukan percepatan hasil audit kerugian negara.
"Jadi Bu Risma sudah meminta ke kawan-kawan BPK untuk melakukan percepatan (audit). Kami ini juga sementara menunggu hasilnya," tutur perwira tiga bunga melati itu.
Sebenarnya, kata Widoni, kasus itu tidak butuh waktu lama untuk menetapkan tersangka jika BPK Provinsi Sulawesi Selatan, turut mendukung percepatan audit.
"Sebenarnya kasus ini, kalau BPKP kemarin cepat (lakukan audit), ini sudah selesai," tegasnya.
Audit kerugian negara dari dugaan korupsi bansos itu, pun kini ditangani Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).
Sementara itu, Kasubdit Tipikor Polda Sulsel Kompol Fadli, mengaku telah mengantongi nama-nama para calon tersangka.
Namun, pihaknya terkendala hasil audit BPK RI yang hingga kini belum keluar.
"Sebenarnya sudah ada calon tersangka kami. Itu sudah jelas, tapi kita tunggu hasil audit dulu," tegasnya.(*)
Laporan Wartawan Tribun Timur, Firki Arisandi