TRIBUN-TIMUR.COM - Politisi PKS Hidayat Nurswahid salah satu yang geleng-gelen kepala setelah mendapat kabar terdakwa Joko Tjandra kebali dapat pengurangan hukuman alias remisi dalam rangka 17 Agustus.
Sebelumnya Joko Tjandra atau populer dengan sebutann Joker ini juga dapat diskon hukuman saat banding.
Hidayat protes karena menilai tokoh agama Habib Rizieq lebih layak dapat pengurangan hukuman atau bahkan dibebaskan.
Mengingat Habib Rizieq tidak berbelit-belit dan berlaku sopan selama persidangan.
Sementara Joker sempat buron dan kasusnya rumit karena menyeret sejumlah pejabat Negara.
Mulai dari Jaksa Pinangki hingga perwira tinggi polisi.
Politisi PKS Nur Wahid menilai Pendiri Front Pembela Islam Habib Rizieq lebih pantas diberi remisi ketimbang Joker alias Djoko Soegianto Tjandra.
Wakil Ketua MPR RI itu heran kok bisa-bisanya seorang buronan, suap polisi dan jaksa malah diberikan remisi selama dua bulan.
Sementara ada terpidana lain seperti Habib Rizieq Shihab yang bersikap baik dan kooperatif malah tak dapat remisi.
Ia menilai bahwa kalau ada remisi maka lebih wajar diberikan kepada Rizieq, atau berikan saja kebebasan kepada Rizieq.
Anehnya, kata dia, masa penahanan Rizieq justru diperpanjang 30 hari, padahal Rizieq tidak melakukan suap dan juga bertindak kooperatif.
“Joko Tjandra buron, suap polisi &jaksa,malah dapat remisi 2 bulan. Habib Rizieq S,tidak menyuap, berlaku baik&kooperatif, kalau ada remisi,lebih wajar diberi ke HRS,atau malah pembebasan. Anehnya masa penahanannya justru diperpanjang 30 hari. Harusnya Keadilan Hukum jadi panglima,” tulis dia dalam cuitannya di twitter, Sabtu (21/8/2021.
Sebelumnya diberitakan, terpidana perkara suap penghapusan nama dari red notice keimigrasian dan pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung, Djoko Soegianto Tjandra, mendapatkan remisi umum berupa pengurangan masa hukuman selama dua bulan penjara.
Pemberian remisi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM tersebut terkait kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, kasus yang menjerat dia sebelumnya.
Saat itu, Djoko Tjandra melarikan diri. Kasus yang menjeratnya saat ini juga terkait upaya yang dia lakukan saat berstatus buron.
ICW Juga Protes Keras
Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan alasan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) memberikan remisi kepada sejumlah koruptor pada peringatan HUT ke-76 RI.
Salah satu koruptor yang mendapat pemotongan hukuman adalah terpidana korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra.
Pemberian remisi ini menjadi janggal mengingat Djoko Tjandra baru menjalani hukuman 2 tahun pidana penjara pada akhir Juli 2020 atas perkara cessie Bank Bali berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tahun 2009.
Sebelum dieksekusi, Djoko Tjandra buron selama 11 tahun.
"Tentu hal ini janggal, sebab, bagaimana mungkin seorang buronan yang telah melarikan diri selama sebelas tahun dapat diberikan akses pengurangan masa pemidanaan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (20/8/2021).
Kurnia mengingatkan, Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tidak hanya mensyaratkan telah menjalani 1/3 masa pidana, melainkan juga mewajibkan terpidana berkelakuan baik.
Untuk itu, ICW mempertanyakan parameter Kemenkumham dalam menetapkan seorang Djoko Tjandra telah berkelakuan baik hingga berhak mendapat remisi.
"Pertanyaan lanjutan, apakah seseorang yang melarikan diri ketika harus menjalani masa hukuman dianggap sebagai berlakuan baik oleh Kemkumham?," tanya Kurnia.
Selain itu, ICW mendesak Kemenkumham membuka seluruh nama-nama terpidana korupsi yang mendapatkan remisi umum pada peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan RI.
Tidak hanya itu, ICW juga mendesak Kemkumham mencantumkan secara detail alasan narapidana korupsi itu mendapatkan remisi.
"Misalnya, ketika terpidana menjadi Justice Collaborator, maka pertanyaannya: kapan status itu didapatkan? Pemberian informasi ini menjadi penting karena menjadi hak masyarakat. Terlebih, dokumen itu tidak dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik," kata Kurnia.
Keterbukaan informasi mengenai koruptor yang mendapat remisi dan alasan pemberian remisi ini penting lantaran berdasarkan informasi, selain Djoko Tjandra terdapat koruptor lainnya yang juga mendapat pemotongan masa hukuman.
Beberapa di antaranya, mantan Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih yang merupakan terpidana suap pembangunan PLTU Riau-1 serta pengusaha yang juga mantan kader Nasdem Andi Irfan Jaya yang merupakan terpidana perantara suap dari Joko Tjandra kepada mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
Kurnia mengingatkan Kemkumham mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang mensyaratkan narapidana kasus korupsi yang mendapat remisi haruslah menyandang status justice collaborator.
"Jika benar, tentu hal ini mesti diklarifikasi secara jelas oleh Kemenkumham. Sebab, dua terpidana itu diketahui selama proses persidangan hingga putusan tidak mendapatkan status justice collaborator. Sedangkan syarat mendapatkan remisi bagi terpidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 34 A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 adalah menyandang status sebagai justice collaborator," kata dia.(*)
Baca juga: Lowongan Kerja BUMN Bank Mandiri Cari Banyak Karyawan, Terima Mulai Tamatan SMA, Cek Syaratnya
Baca juga: Apa Itu Fetish Mukena? 10 Model Jadi Korban Fetish Mukena di Malang, Begini Modus Pelaku