Kasus Suap Nurdin Abdullah

Giliran Anggota DPRD Makassar dan Anak Nurdin Abdullah Bersaksi di Pengadilan

Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah selaku terdakwa penerima suap infrastruktur menjalani sidang pemeriksaan saksi kedua di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A.Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (12/8/2021) pukul 11.47 Wita.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah (NA) selaku terdakwa penerima suap infrastruktur menjalani sidang pemeriksaan saksi kedua di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (12/8/2021) pukul 11.47 Wita.

Ada lima orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yaitu Eric Horas selaku Anggota DPRD Makassar, Irham Samad selaku wiraswasta.

Asriadi selaku kordinator teller Bank Mandiri, M Fathul Fauzi Nurdin selaku anak Nurdin Abdullah, dan Nurhidayah Pegawai Tidak Tetap Pemprov Sulsel.

Sidang dipimpin oleh Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M Yusuf Karim dan Arif Agus Nindito.

NA hadir secara virtual di Jakarta via Zoom, dipampingi Penasihat Hukumnya Arman Hanis.

Sementara Irwan Irawan, Saiful Islam, Ahmad Suyudi, dan Maskum Sastra Negara hadir secara langsung di ruang sidang PN Makassar. 

Diketahui, NA telah diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dan kedua, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dengan ancaman hukum minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Dilapis Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam dakwaan yang dibacakan M. Asri, NA diduga menerima suap dari Anggu Rp 2,5 miliar dan 150 ribu Dollar Singapura (SGD) atau senilai Rp 1 miliar 590 juta (kurs Dollar Singapura Rp 10.644). 

Selain itu Nurdin juga menerima dari kontraktor lain senilai Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar (kurs Rp 10.644).

Agung Sucipto Divonis 2 Tahun

Sebelumnya, Majelis Hakim menjatuhkan vonis selama dua tahun terhadap terdakwa Agung Sucipto selaku penyuap proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.

Hal tersebut diputuskan saat Agung menjalani sidang putusan di Ruang Sidang Utama Prof Harifin A Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Senin (26/7/2021) pukul 13.30 Wita.

Menurut Majelis Hakim Agung terbukti melanggar Pasal 5 (1) UU Tipikor Jo Pasal 64 (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun.

Agung dianggap melakukan pemberian suap secara berulang, atau perbuatan berlanjut, sehingga di Juncto-kan dengan pasal 64 (1) KUHP.

Atas dasar tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito, nemutuskan mengadili terdakwa melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sesuai dakwaan pertama, yaitu 2 tahun penjara, dengan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan.

"Menetapkan masa tahanan terdakawa dipotong seluruhnya dari masa penahanan terdakwa, dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar 10 ribu," lanjut Ibrahim.

Setelah itu Majelis Hakim mengatakan, jika ada yang tidak menerima putusan ini dibolehkan secara Undang-Undang untuk mengajukan banding.

"Jika tidak ada pengajuan selama tujuh hari, maka dinyatakan seluruh pihak menerima putusan," tutupnya.

Agung Sucipto sendiri mengikuti sidang secara virtual di Lapas Kelas I Makassar, di dampingi Penasehat Hukumnya, M Nursal.

Sementara, empat Penasehat Hukum lainnya hadir secara langsung di Persidangan, yaitu Afdalis, Bambang Hartono, Bobby Ardianto, dan Fernando.

Diketahui, terdakwa Agung Sucipto selaku Pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.

Melakukan suap kepada Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah dan Eks Sekertaris PUTR Sulsel Edy Rahmat, terkait pembangunan proyek infrastruktur.

Suap ini bertujuan agar tim Pokja memperhatikan secara khusus perusahaan milik Agung Sucipto.

Agar dapat memenangkan lelang proyek pengadaan pembangunan Jalan Ruas Palampang - Munte - Bontolempangan (DAK) TA 2020, dan Pembanguan Jalan Ruas Palampang Munte Bontolempangan Satu.

Dengan nilai sekitar Rp 15,7 miliar 2020, yang dimenangkan oleh PT Cahaya Seppang Bulukumba (CSB) milik Agung Sucipto.

Suap pertama dilakukan di Rumah Jabatan Gubernur, dengan nilai 150 ribu dollar Singapura.

Kedua, sebesar Rp 2,5 miliar yang diterima oleh Edy Rahmat, dimana KPK langsung melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).(*)

Laporan Wartawan tribun-timur.com, AM Ikhsan

Berita Terkini