TRIBUN-TIMUR.COM - Meme "JOKOWI: KING OF LIP SERVICE" dari Badan Ekseskutif Mahasiswa Universitas Indonesia ( BEM UI ) menghebohkan jagat maya, khususnya perpolitikan di Tanah Air.
Meme tersebut diunggah di akun Instagram milik BEM UI, @bemui_official.
Namun, Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra mengaku diminta menurunkan atau menghapus unggahan yang mengeritik Presiden RI, Jokowi tersebut.
Unggahan tersebut diunggah pada Sabtu (26/6/2021).
Karena unggahan tersebut, Leon dan perwakilan BEM UI diundang untuk memberikan klarifikasi kepada pihak rektorat yang diwakili oleh Direktur Kemahasiswaan UI.
“Kemarin baru minta klarifikasi dari rektorat ke BEM. Sama tanya apakah bisa di-takedown, dan akan bahas kelanjutannya sesuai peraturan Universitas,” kata Leon saat dikonfirmasi, Senin (28/6/2021).
Leon mengatakan bahwa dalam pertemuan itu, pihaknya menolak permintaan untuk menghapus unggahan terkait kritik kepada Jokowi tersebut.
“Kita menolak,” tulisnya singkat.
Hingga berita ini diturunkan, Leon belum menjawab terkait aturan universitas apa yang kemungkinan akan dibahas terkait unggahan tersebut.
Namun, beberapa anggota BEM UI diketahui mendapatkan peretasan setelah melakukan kritik kepada Jokowi.
Melalui keterangan tertulisnya, Leon mengatakan bahwa peretasan itu terjadi pada Minggu (27/6/2021) dan hari ini.
“Pada 27 dan 28 Juni 2021, telah terjadi peretasan akun media sosial kepada beberapa pengurus BEM UI 2021,” sebut Leon.
Peretasan kali pertama dialami oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI, Tiara, pada akun WhatsApp miliknya, lalu disusul peretasan kedua pada Wakil Ketua BEM UI, Yogie.
Selanjutnya peretasan juga dialami oleh Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI, Naifah Uzlah, dan Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI, Syahrul Badri.
PAN membela, Rektorat dikritik
Partai Amanat Nasional (PAN) membela aksi tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PAN Farazandi Fidinansyah mengatakan, apa yang dilakukan BEM UI seharusnya dapat dimaknai sebagai kritik dan masukan untuk perbaikan.
"PAN membela hak kebebasan berpendapat sebagai esensi demokrasi dan amanat reformasi. Kampus harus jadi ruang adu gagasan, bukan setiap kritik malah dibungkam dengan hukuman," kata Farazandi dalam keterangannya, Senin (28/6/2021).
Ia menjelaskan, jika ada pihak-pihak yang tak setuju dengan cara atau isi dari pernyataan BEM UI, maka sebaiknya disampaikan dalam ruang adu ide atau gagasan.
Oleh karena itu, tindakan Rektorat UI yang memanggil mahasiswa tersebut dinilainya berlebihan, terlebih jika akan dilakukan pembinaan.
"Berlebihan menurut saya jika mahasiswa harus dipanggil pihak kampus dan katanya diberikan pembinaan," ujarnya.
Menguatkan argumennya, Farazandi menilai ruang dialog bagi mereka yang tak setuju justru diperlukan guna menunjukkan esensi demokrasi.
Selain itu, ruang dialog juga dinilai mampu memberikan esensi kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab.
"Padahal seharusnya dibuka ruang dialog dan mereka yang tidak setuju bisa sampaikan argumentasinya. Inilah esensi demokrasi dan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab," ucapnya.
Tak sepakat dengan pemanggilan tersebut, Farazandi berharap mahasiswa terus menyampaikan pendapat dan sarannya untuk pemerintah.
Apalagi, tambah dia, pendapat dan saran tersebut untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Sebelumnya, BEM UI mempublikasikan unggahan berjudul "Jokowi: The King of Lip Service" di akun media sosialnya.
Pada unggahan itu, BEM UI mengkritik Presiden Jokowi yang kerap mengobral janji.
Konten tersebut juga menyindir sejumlah janji dan keputusan Jokowi.
Sejumlah janji itu di antaranya rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji-janji Presiden Jokowi lainnya.
Berangkat dari hal tersebut, pihak rektorat UI sudah melakukan pemanggilan 10 mahasiswa pada Minggu (27/6/2021).
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi (KIP) UI, Amelita Lusia menyebut, pemanggilan itu merupakan bagian dari langkah pembinaan.
"Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI," ujar dia.(*)