TRIBUN-TIMUR.COM- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan.
Langsung saja Prasetijo menerima vonis tersebut.
"Saya menerima, Yang Mulia," kata Prasetijo yang disiarkan Kompas TV, Rabu (10/3/2021).
Prasetijo Utomo adalah tersangka sidang vonis kasus red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor.
Selain itu, Prasetijo juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 100 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Pol Ferdy Sambo langsung angkat bicara.
Jenderal asal Toraja ini pun akan memproses pemecatan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo jika sudah ada putusan inkrach dari pengadilan.
Jika mantan Kepala Biro (Karo) Korwas PPNS Bareskrim Polri ini menerima hukuman dan tak banding, maka Propam segera menggelar siding kode etik.
Vonis Penjara Sang Jenderal
Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Prasetijo dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Menyatakan terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo S.IK M.Si telah terbukti sah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam dakwaan alternatif pertama,” ungkap Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis, dikutip melalui KompasTV, Rabu (10 / 3/2021).
Vonis itu lebih tinggi dari permintaan jaksa yang meminta agar Prasetijo laku 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan terdakwa adalah tindakannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Selain itu, tindakan Prasetijo kesalahan telah merusak kepercayaan publik.
Sementara, hal yang meringankan yakni Prasetijo yang patuh selama persidangan serta telah mengabdi sebagai anggota kepolisian selama 30 tahun.
"Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa menyatakan bersedia menerima uang meskipun sejumlah 20.000 Dolar AS,” tuturnya.
Dalam kasus ini, Prasetijo dinyatakan dinyatakan menerima 100.000 dolar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra melalui perantara Tommy Sumardi.
Menurut majelis hakim, Prasetijo memiliki peran yang signifikan dalam penghapusan red notice Djoko Tjandra serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) pada sistem milik Direktorat Jenderal Imigrasi.
Dengan terhapusnya nama Djoko Tjandra dari DPO, terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih ( cessie ) Bank Bali itu pun dapat masuk ke Indonesia di pertengahan 2020 meskipun diburu kejaksaan.
“Memantau surat-surat yang dikeluarkan oleh Div Hubinter yang ditujukan kepada Anna Boentaran (istri Djoko Tjandra), Kejaksaan Agung dan Dirjen Imigrasi,” ujar hakim anggota.
“Serta terdakwa bersama saksi Tommy Sumardi ikut merealisasikan penyerahan uang kepada saksi Napoleon Bonaparte, bahkan terdakwa sendiri juga memberikan uang dari saksi Tommy Sumardi,” sambungnya.
Prasetijo melanggar Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(*)