TRIBUN-TIMUR.COM - Datangnya Bulan Ramadan 1442 Hijriah sebentar lagi.
Apa saja yang sudah kalian persiapkan menyambut Bulan Suci Ramadan yang diperkirakan jatuh pada 13 April mendatang?
Mungkin saja diantara Tribunners sudah ada yang menyicil utang puasa Ramadan lalu untuk dibayar.
Di rubrik terbaru Tribun Timur, kami menampilkan topik baru bertemakan Ramadan. Khazanah Islam
Yang dikemas dalam Tanya Jawab Ramadan.
Seputar pertanyaan Tribunners yang bisa saja masih terbayang dipikiran, semoga bisa kalian temukan jawabannya disini.
Kali ini Khazanah Islam akan membahas tentang boleh tidaknya umat muslim yang melanjutkan puasanya di hari berikutnya, meski belum sempat berbuka puasa di hari sebelumnya dikarenakan tertidur?
Semisal contohnya: Apabila seseorang tertidur dan belum berbuka dan ia tidak bangun dari tidurnya kecuali pagi-pagi pada hari yang kedua apakah baginya untuk melanjutkan puasanya atau berbuka ?
Jawab: Baginya untuk meneruskan shaumnya atau puasanya. Yang demikian itu pernah terjadi pada Qois bin Sormah, ia pergi bekerja dan waktu itu tepat permulaan diwajibkannya shaum. Apabila ia tertidur sebelum makan maka ia tidak membolehkan dirinya untuk makan, kemudian ia pulang ke istrinya dan bertanya, “Apakah ada makanan?” Istrinya menjawab, “Tidak. Tetapi aku akan pergi dan memintakan makanan untukmu.” Setelah kembali ternyata didapatinya ia sudah tidur lalu istrinya berkata, “Engkau telah rugi,” atau yang semakna dengan ucapan ini. Kemudian ia pergi kerja lagi sampai pertengahan hari dan tertidur lagi, kemudian Allah menurunkan ayat,
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, … sampai firman-Nya….
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.”
Artikel ini dikutip dari RISALAH RAMADHAN, Untuk Saudaraku, Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’I, Penerjemah Ibnu Abi Yusuf, Editor Ustadz Abu Hamzah, Setting & Lay Out Afaf Abu Rafif, Penerbit Pustaka Ats-TsiQaatPress, Jl. Kota Baru III No 12, Telp 022 5205831, Cetakan Ke-I Sya’ban 1423 H
Syaikh Muqbil bin Hadi bin Qayidah al-Hamdany al-Wadi'i al-Khilaly adalah salah seorang ulama besar kontemporer dari Yaman yang ahli dalam bidang sains Hadits.
Lebih dikenal dengan Syaikh Muqbil (atau: Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'i). Lahir
pada tahun 1932 di Dammaj, Yaman.
Ia adalah pendiri sekaligus mudir (rektor) pertama Ma'had Darul Hadits Dammaj yang kini menjadi markas (pusat) Ahlus Sunnah di negeri Yaman. Meninggal pada tahun 2001 dan disemayamkan di kota Mekkah, Arab Saudi.