Plus Minus FPI Jadi Partai, Apakah Rizieq Shihab Mewakili Pemimpin Islami? Lalu seperti apa karakter eppa sulapa bugis-makassar dan bagaimana mewujudkan manusia seperti Jenderal M Jusuf, BJ Habibie, Quraish Shihab, dan Baharuddin Lopa. Empat tokoh ini dinilai mewakili karakter eppa sulapa bugis-makassar dan telah membumikan Islam Yes Partai Islam No. Simak Kajian Wali Wanua
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ragam persoalan kehidupan menjadi tema diskusi wali wanua di Group WhatsApp Senter-senter Bella.
Hingga awal Januari tahun baru 2021 ini, komunitas wali wanua masih sering mendiskusikan tentang FPI, Front Pembela Islam yang beralih menjadi Front Pejuang Islam setelah segala aktivitas dan atribur Front Pembela Islam dilarang
Diskusi komunitas wali wanua sudah sampai pada plus minus FPI jadi partai. Dari diskusi plus minus FPI jadi partai ini tercetus konsep eppa sulapa bugis-makassar. Bukan sekadar konsep, menurut Pencetus Wali Wanua Taslim Arifin menyebut karakter eppa sulapa bugis makassar untuk menggambarkan konsep Islam Yes Partai Islam No yang dicetus Nurcholis Madjid, Cak Nur, yang diurai panjang lebar oleh Prof Qasim Mathar dalam diskusi wali wanua di Group WhatsApp Senter-senter Bella.
Konsep Islam Yes Partai Islam No dijadikan rujukan oleh Prof Qasim Mathar untuk menjelaskan plus minus FPI jadi partai. Islam Yes Partai Islam No, awalnya hanya semacam slogam yang disampaikan Nurcholis Madjid dalam pidatonya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, tahun 1970.
Slogan Islam Yes Partai Islam No dicetuskan Nurcholis Madjid, Cak Nur, menjelang Pemilu 1971, pemilu pertama yang digelar di era Orde Baru. Pemilu 1971 mengantar Golongan Karya, Golkar, menjadi pemenang pemilu dengan merebut sekitar 63 suara atau 236 dari total 360 kursi yang tersedia.
Menanggapi penjelasan Prof Qasim Mathar tentang Islam Yes Partai Islam No untuk memberi melengkapi uraian pllus minus fpi jadi partai, pencetus wali wanua Taslim Arifin menyuguhkan contoh atau keteladan empat tokoh Bugis-Makassar. Empat tokoh Bugis-Makassar ini dinilai wujud dari karakter eppa sulapa bugis-makassar, juga bisa disebut perwujudan Islam Yes Partai Islam No.
“Ringkasnya, kombinasi karakter antara BJ Habibie dan Quraish Shihab ditambah Jenderal M Jusuf adalah bentuk untuh peradaban Islami yang tercerahkan. Kalau mau lebih lengkap Baharuddin Lopa, semua orang Bugis-Makassar. Eppa Sulapa,” tegas pencetus wali wanua Taslim Arifin.
Prof Qasim Mathar sepakat. “Saya setuju. Permisalan itu tidak mencakup di dalamnya model-model kehebohan yang sangat mengganggu kita akhir-akhir ini,” kata Prof Qasim.
Menurut pencetus wali wanua Taslim Arifin, empat tokoh Bugis-Makassar itu sudah mewujudkan karakter eppa sulapa bugis-makassar, sekaligus membumikan Islam Yes Partai Islam No.
“Mereka semua lahir dari rahim ibu pertiwi, pada era moderen, di Tanah Bugis yang tidak terlalu kaya, tapi tidak juga terpapar kemiskinan yang menistakan Kemanusiaan. Jadi sangat riil menjadi tujuan peradaban bangsa ini,” kata pencetus wali wanua Taslim Arifin.
Empat tokoh tersebut, Jenderal M Jusuf, BJ Habibie, Baharuddin Lopa, dan Quraish Shihab dibesarkan di tanah Bugis-Makassar yang ditempa peradaban maritim dan agraris yang terbingkai ajaran Islam.
“Merek semua lahir dari kelompok masyarakat yang independen, nyaris tidak pernah mengalami penjajahan, dan merupakan kombinasi peradaban laut sedikit pertanian yang kemudian dimoderenkan oleh Islam,” kata pencetus wali wanua Taslim Arifin.
Perspektif lain disampaikan ekonom senior Sulsel AM Sallatu. “BJ Habibie, Quraish Shihab, Jenderal M Jusuf, dan Baharuddin Lopa hanya membentuk dirinya sendiri. Benar, mereka tidak peduli akan sistem di era yang melingkupinya, apa itu mau disebut sekular atau khilafah atau apapun nama yang ingin diberikan,” kata ekonom senior Sulsel AM Sallatu.
Lebih lanjut, Koordinator Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia AM Sallatu mengaku tidak terlalu peduli dengan nama suatu sistem. Bagi ekonom senior Sulsel AM Sallatu, terwujudnya masyarakat yang Islami jauh lebih penting daripada semua konsep yang telah disebutkan.
“Saya termasuk Orang yang berpikir, peduli amat dengan sistem, yang ideal perlu terbentuk dan tercipta adalah masyarakat yang islami,” tegas ekonom senior Sulsel AM Sallatu.
Tanpa menyebut nama, ekonom senior Sulsel AM Sallatu menilai, belum tampak tanda-tanda hadirnya manusia yang memiliki jiwa kepemimpinan mumpuni yang bisa menjadi tokoh penggerak dan simbol perjuangan ke arah terwujudnya masyarakat Islami.
“Belum tampak tanda-tanda hadirnya manusia yang berkepemimpinan menuju masyarakat islami,” tegas AM Sallatu.
Sekali lagi tak menyebut nama, kehadiran Habib Rizieq Shihab yang oleh FPI dan pendukungnya disebut Imam Besar Umat Islam, tidak dinilai sebagai dalam kriteria tokoh dimaksud. Habib Rizieq Shihab tak dinilai
Menurut Koordinator Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia AM Sallatu bangsa ini masih harus berjuang lebih ulet dan tekun lagi untuk menghadirkan manusia berkemimpinan menuju masyarakat Islami. Masalahnya kemudian, di ranah mana manusia berkepemimpinan menuju masyarakat Islami itu bisa dihadirkan? Sistem pendidikan seperti apa yang bisa melahirkan manusia berkepemimpinan menuju masyarakat Islami?
“Di mana sumber penciptaan dan pembentukan (manusia berkepemimpinan menuju masyarakat Islami) itu kita bisa berharap? Keluarga, sekolah, atau mungkin ada yang lain?” ujar AM Sallatu.
Dengan gambaran empat tokoh Bugis-Makassar, Jenderal M Jusuf, BJ Habibie, Baharuddin Lopa, dan Quraish Shihab, pencetus wali wanua Taslim Arifin menilai model pendidikan yang dibutuhkan melahirkan “manusia berkepemimpinan menuju masyarakat Islami” bukan fatamorgana, bukan hal yang tidak bisa diwjudkan. Ia hadir dan maujud di tengah masyarakat. Tapi masyarakat yang tidak sembarangan.
“Memang betul keempat tokoh kita itu lahir dari kemandirian perjuangannya. Namun, mereka tidak sekuat yang dimiliki bila tidak memiliki keluarga yang mapan, stabil, dan terdidik dalam arti luas. Demikian pula tokoh ini tidak lahir bila tidak lahir dari budaya lokal yang kuat, bergaul dengan tokoh utama dari suku bangsa lain, dan tumbuh dalam lingkungan sosial politik yang bergolak,” jelas pencetus wali wania Taslim Arifin.(*)