Keduanya memilih bertahan hidup sejak 2015 silam di bawah kolong jembatan sebagai bentuk perjuangan.
Perjuangan atas hak rumah tinggal yang kini lenyap oleh penggusuran proyek reklamasi.
"Kita ini bukan pemulung atau tukang minta-minta, kita ini nelayan pesisir yang digusur dan masih bertahan di sini menunggu ganti rugi," tegas Daeng Gassing.
Rumah keduanya tergusur 2014 lalu yang kini dibanguni kawasan kuliner Lego-lego CPI Makassar.
Padahal, kakek Nuru dan Daeng Gassing telah 25 tahun menetap di pesisir anjungan Pantai Losari itu.
Proses penggusuran tapa ganti rugi itu, masih teringat jelas di ingatan Daeng Gassing.
Ia mengaku tidak dapat berbuat banyak saat rumahnya dan rumah 30-an kepala keluarga lainnya digusur.
"Andaikan preman yang datang menggusur, yakin miki pasti saya berkelahi. Ini yang datang Brimob sama Satpol PP atas nama pemerintah, tidak bisaki apa-apa," ucap Dg Gassing, lirih.
Ayah 12 anak itu mengaku sangat menyayangkan sikap pemerintah yang seolah abai dengan nasibnya bersama Kakek Nuru.
Pasalnya, memasuki tahun ke enam pasca penggusuran itu, ia belum juga mendapatkan kejelasan ganti rugi ataupun lahan baru untuknya membangun rumah kembali.
"Tidak ada pembicaraan bilang diiming-imingiki ganti rugi atau dipindahkanki, langsungji datang menggusur," ujarnya.
Kondisi itu membuat Daeng Gassing mengungsikan istri dan 12 anaknya di Jl Nuri Baru, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Di sana, 13 anggota keluarganya hidup dengan mengontrak.
Daeng Gassing mengandalkan hasil melautnya untuk membayar kontrakan keluarganya itu.
Begitu juga dengan kebutuhan sehari-hari keluarganya, Daeng Gassing mengaku dibantu anak dan istrinya yang kerja serabutan.