Tribun Makassar

Sidang Kasus Perusakan Kantor Nasdem Ditunda, LBH Makassar Tuntut Pembatalan Ijul Sebagai Tersangka

Penulis: Andi Muhammad Ikhsan WR
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LBH Makassar bersama Front Perjuangan Rakyat melakukan unjuk rasa di depan pintu masuk Pengadilan Negeri Makassar, Senin (30/11/2020).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sidang praperadilan terkait perusakan kantor Partai Nasdem saat aksi mahasiswa menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Makassar, Senin (30/11/2020). 

Sidang melibatkan Supianto alias Ijul sebagai pemohon/tersangka, diwakili oleh Kuasa Hukumnya dari LBH Makassar.

Akan tetapi, persidangan berlangsung singkat hanya sekitar 5 menit. 

Itu karena hakim tidak mempersilakan para pihak untuk membacakan kesimpulannya, namun langsung dianggap dibacakan. 

Sebab, sidang pemeriksaan Praperadilan kasus ini dimulai sejak 25 November 2020 yang dihadiri kedua belah pihak. 

Dan berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP mengatur bahwa dalam sidang Praperadilan selambat-lambatnya tujuh hari hakim sudah harus menjatuhkan putusan.

"Artinya, kasus ini wajib putus selambat-lambatnya pada 2 Desember 2020," ujar Wakil Direktur LBH Makassar, Edy Kurniawan Wahid.

Seharusnya, kata dia, hakim menunda sidang hanya satu hari, yaitu 1 Desember 2020. 

Karena Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP tersebut, tidak dapat diterapkan secara kaku (strict law). Dalam artian Hakim tidak mesti menunggu tujuh hari untuk menjatuhkan putusan. 

"Jika fakta-fakta persidangan sudah terang benderang, maka hakim seharusnya bisa menjatuhkan putusan kurang dari tujuh hari. Apalagi proses pembuktian perkara ini sudah selesai sejak tiga hari lalu, yaitu pada 27 November 2020," jelasnya.

Sebab jika sidang dilakukan pada 2 Desember 2020. Akan menggugurkan permohonan Praperadilan.

Karena pada tanggal yang sama, telah dimulai sidang pertama pokok perkara. Hal ini diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015, tanggal 9 November 2015.

"Intinya kami menutut agar penetapan Ijul sebagai tersangka dibatalkan, karena tidak terpenuhinya beberapa unsur," terangnya.

Adapun alasan pengajukan Praperadilan dalam kasus ini adalah pihaknya menganggap perintah penangkapan terhadap Ijul dinilai tidak sah secara hukum.

"Karena Ijul tidak pernah menerima panggilan sebagai saksi sebelum ditetapkannya sebagai tersangka, atau sebagai calon tersangka dan penetapan tersangka tidak memenuhi syarat terpenuhinya dua bukti permulaan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," jelasnya.

Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 17 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 halaman 98. 

"Maka tidak sahnya Surat Perintah Penangkapan, maka secara otomatis menggugurkan keabsahan dari Surat Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan," tuturnya.

Setelah sidang, LBH Makassar bersama Front Perjuangan Rakyat melakukan unjuk rasa di depan pintu masuk pengadilan.

Sekadar informasi, unjuk rasa Tolak Omnibus Law di depan kampus UNM pada 22 Oktober 2020, mulanya berjalan damai.

Lalu, sempat diwarnai kericuhan kecil saat seorang pria diduga intel didapati pengunjuk rasa dalam barisan mahasiswa.

Ia pun dikejar hingga masuk berlindung di minimarket.

Berselang beberapa jam, unjuk rasa itu mulai tidak kondusif.

Dimulai dengan pencopotan dan pembakaran sejumlah baliho, lalu disusul pengrusakan dengan melempari batu sejumlah bangunan di sekitar lokasi unjuk rasa.

Salah satunya yang menjadi sasaran sekretariat Nasdem Kota Makassar.

Sekretariat Nasdem Kota Makassar tersebut rusak setelah diberondong lemparan batu. Begitu juga dengan kendaraan yang terparkir di depannya.

Tidak sampai di situ, ambulans bergambar Nasdem juga menjadi sasaran.

Ambulans yang mulanya terparkir depan sekretariat Nasdem Kota Makassar itu didorong ke Jl AP Pettarani lalu dibakar.(*)

Laporan Wartawan tribun-timur.com, AM Ikhsan

Berita Terkini