Demo Tolak Omnibus Law

Sampai Kapan Aksi Tolak UU Omnibus Law di Indonesia. Apa Seperti di Hong Kong, Setahun?

Penulis: Muslimin Emba
Editor: Thamzil Thahir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

4 Hari Aksi Tolak UU Omnibus Law di Indonesia Sampai Kapan? Apa Seperti di Hong Kong, Setahun

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM —  Aksi menolak pemberlakukan Undang Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law, hingga Jumat (9/10/2020) hari ini sudah memasuki hari keempat.

Inilah gelombang protes skala massif yang skala massa menyamai penolakan kenaikan harga BBM tahun 2015, dan semangatnya seperti aksi reformasi 1998.

Sampai kapan aksi ini berlanjut?

Apakah protes ini akan menyamai militansi aksi menudukung reformasi tahun 1998, yang lanjut hingga 6 bulan.

Atau aksi panjang ini seperti aksi mahasiswa dan sipil Hongkong, yang  menolak rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi. 

Meski RUU ini dicabut, aksi skala besar di Hongkong sudah berlangsung 16 bulan, sejak dimulai 9 Juni 2019 lalu.

Di Indonesia, aksi dimulai Senin (5/10/2020) tengah malam. Ini bersamaan saat Omnibus law  atau RUU Cipta Kerja resmi disahkan diam-diam dalam paripurna DPR dan pemerintah menjadi Undang-Undang.

Turut hadir dalam rapat Menko Perekonomian Airlanga Hartarto, Menaker Ida Fauziyah, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menkeu Sri Mulyani, Mendagri Tito Karnavian, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, dan Menkum HAM Yasonna Laoly.

Dalam paripurna; hanya 104 anggota —dari 575 total anggota perlemen dari 9 fraksi - yang menolak.

Sisanya 471 dari 7 fraksi setuju. Dua fraksi yang konsisten menolak pengesahan RUU ini jadi lembar negara; Fraksi Partai Demokrat (54) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (50).

Sisanya, 7 fraksi sepakat mengetuk palu, UU yang melukai hati rakyat. Tujuh fraksi di DPR yang mendukung adalah; Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (128), Fraksi Partai Golongan Karya (85), Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (78), Fraksi Partai Nasdem (59), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (54), Fraksi Partai Amanat Nasional (44), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (19) mendukung.

UU Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal. UU ‘gabungan” ini mengatur mengenai ketenagakerjaan, tata ruang, perizinan, penddikan, hingga lingkungan hidup.

Ada puluhan pasal kontroversi yang dianggap merugikan pekerja, dan calon angkatan kerja baru, mahasiswa.

Mahasiswa berdalih, UU ini hanya untuk mengeksploitasi pekerja, sekaligus menunjukkan keberpihakan negara  kepada pengusaha dan investor asing belaka.

Aksi digalang buruh, pekerja, dan mahasiswa yang hampir merambah ke semua ibu kota provinsi, kota strategis, di Indonesia.

Bahkan di Sulsel, aksi yang digalang kelompok buruh, pentolan mahasiswa dan aktivis organisasi kader ini, dalam skala kecil, sudah merambah ke sejumlah kabupaten.

Aksi di Maros, Bone, Pinrang, Palopo, dan Mamuju, juga terus berlangsung.

Di Kota Makassar, sejak Kamis (8/10) siang, ratusan mahasiswa mulai menginap di gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumiharjo, Makassar.

Beberapa titik aksi mulai merusak fasilitas publik.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdi Syam, memaklumi aksi mahasiswa dan buruh, namun jyga menyebut ada kelompok anarkis yang menyusupi aksi ini.

Kemacetan di sejulah titik ruas jalan protokol kota tak terhindarkan.

Sampai kapan aksi ini berlangsung?

“Kita akan jalan terus. sampai pemerintah mencabut atau membuat perpu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang”,” ujar M Ikhsan Hidayat, pentolan Front Pembela Rakyat kepada wartawan di sekitar kampus UIN Alauddin, dan Jl AP Pettarani, kemarin.

Di Jakarta,  Presiden Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Anwar Sastro Ma'ruf juga menegaskan sikap militansinya.

"Dari pendapat dan informasi yang kami himpun di Fraksi Rakyat Indonesia, aksi akan berlanjut sampai omnibus law ini dibatalkan," kata Sastro dalam konferensi pers Koalisi, Kamis (8/10/2020) malam.

Sejauh ini, pemerintahan Joko Widodo, masih kukuh menolak mencabut UU  Cipta Kerja.

Dalam jumpa pers resmi di kantornya pada pukul 21.00 WIB, Kamis (8/10) malam, Menkopolhukam Mahfud MD didampingi Panglima TNI, Kapolri, menteri koordiator ekonomi, pemerintah menegaskan juga akan menindak tegas  "aktor intelektual dan pelaku aksi-aksi anarkis dan berbentuk kriminal" di demo menolak UU Cipta Kerja.

Namun sepertinya, ancaman tegas pemerintah di ibu kota negeri, tak membuat mahasiswa dan buruh bergeming.

1. Apakah Akan Seperti Aksi Hong Kong; Setahun Lebih

Aksi protes mahasiswa dan rakyat Hongkong, 2019 dan 2020

BEBERAPA waktu terakhir, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di Hong Kong, sudah melibatkan jutaan orang.

Pemicunya, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lim memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi. 

Pada intinya, jika disahkan, RUU ini akan memberi kuasa kepada Hong Kong untuk menahan orang yang sedang berada di sana (baik itu warga negara maupun bukan) untuk kemudian dikirim dan diadili di China.

RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. 

Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah.

Dilansir BBC, pada 12 Juni 2019, tak kurang dari 10 ribu orang berkumpul di pusat pemerintahan Hong Kong untuk kembali menggelar aksi demonstrasi. 

Sejatinya, aksi ini berawal dengan damai. Namun pada akhirnya, bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian pun tak terelakkan. Pemukulan dengan pentungan, penembakan gas air mata, hingga pencekikan pun terjadi.

Massa aksi di Mamuju bentangkan spanduk berisi suara penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI (TRIBUN-TIMUR.COM/NURHADI)

Berdasarkan hasil investigasi dari The New York Times, aparat kepolisian Hong Kong terbukti menggunakan kekerasan untuk memukul mundur demonstran. 

Bahkan, demonstran yang tak membawa senjata apapun dan tak melakukan tindakan yang membahayakan aparat, harus rela tubuhnya dihantam oleh amunisi aparat kepolisian. Kepolisian Hong Kong kemudian melabeli demonstrasi pada hari itu sebagai sebuah "kerusuhan".

Aksi pada 12 Juni tersebut membuat pengambilan suara terkait dengan RUU ekstradisi menjadi ditunda. Namun, aksi demonstrasi tak berhenti sampai di situ. 

Tercatat pada 21 Juni, 1 Juli, dan 7 Juli, aksi demonstrasi kembali digelar. Pada tanggal 8 Juli, Carrie Lam mengatakan bahwa RUU ekstradisi yang kontroversial tersebut telah "mati", tak ada lagi rencana untuk membawanya ke parlemen.

Setelah sederet demonstrasi yang tak kunjung usai, Carrie Lam pada Rabu (04/09/19) waktu setempat akhirnya mengumumkan pembatalan secara resmi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang memicu kerusuhan selama tiga bulan terakhir di Hong Kong itu.

2. Pasal-Pasal UU Cipta Kerja yang terus disorot

VIDEO: Viral Gedung DPR RI Dijual Online Shop, Harga Mulai Rp 2.500, Polisi Diminta Bertindak Tegas

Pasal-Pasal yang terus disorot

Omnibus law RUU Cipta Kerja resmi disahkan di rapat paripurna DPR, Senin (5/10/2020). 

UU Cipta Kerja terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal. UU ‘gabungan” ini mengatur mengenai ketenagakerjaan, tata ruang, perizinan, penddikan, hingga lingkungan hidup.

Namun, ada sejumlah pasal yang menjadi sorotan.

Ada 7 UU yang dikeluarkan dari pembahasan RUU Cipta Kerja, utamanya UU tentang pendidikan, serta 4 UU yang dimasukkan dalam pembahasan. 

Ada pula perubahan mengenai jumlah bab dan pasal dalam RUU Cipta Kerja. Terdapat sejumlah pasal yang terus disorot. Berikut ini beberapa pasalnya:

1. Pasal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Salah satu pasal UU Ciptaker merevisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), termasuk pasal sakti penjerat pembakar hutan.

Berdasarkan draf RUU Cipta Kerja yang dikutip detikcom, Senin (5/10/2020), salah satu pasal yang direvisi adalah Pasal 88 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikenal dengan Pasal Pertanggungjawaban Mutlak.

Pasal 88 berbunyi:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Dalam draf RUU Cipta Kerja, Pasal itu diubah menjadi:

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.

Sebagaimana diketahui, Pasal 88 UU PPLH itu digunakan pemerintah untuk menjerat para perusak dan pembakar hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini sedikitnya mengantongi putusan dengan nilai ganti rugi hingga Rp 18 triliun dari pembakar/perusak hutan. Meski belum seluruhnya dieksekusi, namun putusan pengadilan ini memberikan harapan bagi penegakan hukum lingkungan.

Pasal di atas pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada 2017. Mereka meminta pasal itu dihapus karena merugikan mereka. Di tengah jalan, gugatan itu dicabut.

2. Pasal Pendidikan

DPR menyatakan klaster pendidikan telah dikeluarkan dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Kini DPR telah mengesahkan RUU itu menjadi UU. Ternyata pasal yang mengatur soal pendidikan masih ada dalam UU Cipta Kerja.

Masalah ini menjadi sorotan Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS). Mereka terkejut mengetahui draf final yang disahkan menjadi undang-undang itu ternyata masih mengatur soal pendidikan.

"Pihak DPR pun telah membuat pernyataan ke publik bahwa klaster Pendidikan telah dikeluarkan dari pembahasan RUU Cipta Kerja. Namun yang membuat kami kaget, draf final RUU Cipta Kerja yang akan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI, paragraph 12 pasal 65 masih mengatur mengenai perizinan sektor pendidikan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Cipta Kerja," kata Ketua Umum PP PKBTS, Cahyono Agus dalam keterangan pers tertulis, Senin (5/10/2020).

Berikut adalah pasal soal pendidikan dalam draf RUU Cipta Kerja yang dimaksud:

Paragraf 12

Pendidikan dan Kebudayaan

Pasal 65

(1) Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

"Keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan untuk mencari keuntungan, mengingat, sesuai dengan pasal 1 huruf d UU No 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, mendefinisikan 'usaha' sebagai setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba," kata Cahyono Agus.

3. Pasal soal Pesangon

Yang juga dipermasalahkan dalam UU Ciptaker adalah pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diturunkan dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah, dengan rincian 19 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 6 kali upah ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan besaran pesangon tersebut hanya untuk pekerja dengan waktu kerja di atas 24 tahun dan dengan alasan tertentu. Jadi, besaran pesangon tersebut sebenarnya juga tidak bisa dinikmati oleh semua pekerja selama ini.

"32,2 kali upah itu adalah pesangon paling tinggi dan itu didapat untuk pekerja-pekerja yang punya usia kerja 24 tahun ke atas. Alasan PHK-nya juga tertentu, satu karena meninggal dunia, dua karena pensiun, tiga karena di PHK karena efisiensi, empat karena perusahaan merger tidak boleh ikut perusahaan baru, jadi tidak seluruh PHK (dapat 32,2 kali upah)," kata Timboel kepada detikcom, Senin (5/10/2020).

Jika dibuat simulasi, maka begini jadinya. Seorang pekerja sebut saja Andin memiliki gaji pokok sesuai upah minimum provinsi (UMP) Jakarta saat ini Rp 4,2 juta. Setelah bekerja selama 8 tahun 3 bulan, dia terpaksa berhenti kerja karena perusahaan melakukan efisiensi. Berapa uang pesangon yang diterima Andin?

Berdasarkan draft RUU Cipta Kerja yang diterima detikcom dari sumber, Senin (10/5/2020), dengan masa kerja 8 tahun atau lebih, Andin mendapat pesangon 9 bulan upah. Di dalam UU Nomor 13 2003 yang dulu, jika pekerja kena PHK dengan alasan efisiensi maka perusahaan berhak memberikan 2 x 9 bulan upah = 18.

Ditambah dengan uang penghargaan masa kerja yang termasuk 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, Andin mendapat 3 bulan upah. Itu berarti 18 (pesangon) + 3 = 21.

Jika sudah ditentukan jumlah pesangon (21), dikalikan dengan gaji Andin Rp 4,2 juta = Rp 88,2 juta, segitu uang pesangon yang diterima Andin.

Selain itu, berikut perhitungan uang pesangon paling sedikit:

a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.

b. Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.

c. Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.

d. Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.

e. Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.

f. Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.

g. Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.

h. Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.

i. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Sedangkan perhitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan berdasarkan:

a. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah.

b. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah.

c. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah.

d. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah.

e. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah.

f. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah.

g. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah.

h. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang pesangon serta uang penghargaan masa kerja ketika terjadi PHK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

3. Pasal UU Tata Ruang yang Memangkas Wewenang Kepala Daerah

Pemerintah RI telah menentukan lokasi untuk ibu kota baru Indonesia, untuk menggantikan DKI Jakarta. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil menyebut lokasi ibu kota baru itu berada di Provinsi Kalimantan Timur.

 UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020, telah merombak sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang alias UU Tata Ruang.

Total ada 38 pasal aturan Tata Ruang yang diubah, dihapus, maupun ditambahkan.

"Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha," demikian tujuan dari revisi ini seperti yang tertuang dalam Pasal 16 UU Cipta Kerja.

Sejumlah perubahan utama yang terjadi, berikut di antaranya:

1. Klausul Izin Jadi Kesesuaian

Perubahan dratis yang terjadi pada Pasal 1 ayat 32 dalam UU Tata Ruang. Semula, ada klausul "izin pemanfaatan ruang". Klausul ini kemudian hilang di Omnibus Law dan berganti menjadi "kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Perubahan ini membawa dampak signifikan pada aturan di selanjurnya, termasuk dalam hal pelanggaran terhadap tata ruang. Jika sebelumnya pidana terhadap pelanggaran izin, maka sekarang pidana terhadap pelanggaran kesesuaian pemanfaatan ruang.

2. Kewenangan Gubernur dan Bupati Dipangkas

Dalam Pasal 10 UU Tata Ruang, pemerintah provinsi (Gubernur dan DPRD setempat) masih berwenang untuk melaksanakan penataan kawasan strategis di daerah mereka. Hal yang berlaku bagi pemerintah kabupaten kota (Bupati dan DPRD setempat), dalam Pasal 11.

Kewenangan ini dihapus dalam Omnibus Law. Sehingga, kewenangan daerah kini hanya sebatas pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan penataan ruang. Kemudian, kerja sama antar daerah.

3. Aturan Tata Ruang Pedesaan Dibabat

Dalam UU Tata Ruang, ada 6 pasal sekaligus yang mengatur soal perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang di desa. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 49 sampau Pasal 54.

Lewat UU Tata Ruang, penataan ruang di desa bisa dilakukan di tingkat kecamatan sampai desa. Keenam pasal ini dibabat habis alias dihapus dalam Omnibus Law.

4. Hak Menuntut Jadi Keberatan

Dalam Pasal 60 huruf d UU Tata Ruang, masyarakat berhak mengajukan tuntutan kepada pejabat berwenang bila ada pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di daerah mereka. Dalam Omnibus Law, klausul "mengajukan tuntutan" ini hilang dan berganti menjadi "mengajukan keberatan"

5. Pidana Korporasi Dikorting

Dalam Pasal 74 UU Tata Ruang, pidana berupa denda bagi korporasi yang melanggar aturan tata ruang sebesar 3 kali lipat dari denda untuk individu pelanggar.

Tapi dalam Omnibus Law, hukuman denda ini dikorting menjadi hanya seperiga saja. Artinya, denda bagi korporasi pelanggar lebih rendah daripada individu yang melanggar.

Sebaliknya, semua jenis pidana berupa denda bagi individu pelanggar dinaikkan. Sebagian pidana penjara turun dan sebagian lainnya tetap. Artinya tidak ada hukuman penjara yang naik dalam Omnibus Law.

Berita Terkini